Membentuk Karakter Generasi Muda Lewat Sekolah Berasrama: Belajar 24 Jam Tentang Hidup

Feni Yulianti --Foto: ist
Proses ini memastikan bahwa nilai-nilai karakter tidak hanya dihafal, tetapi dihidupi. Anak-anak belajar bahwa disiplin bukan sekadar datang tepat waktu, tetapi menghargai setiap detik kehidupan. Mereka memahami bahwa gotong royong bukan hanya bekerja bersama, tetapi peduli dan siap membantu tanpa diminta.
BACA JUGA:Reformasi Birokrasi dan Peluang AI dalam Perencanaan di Sekretariat Daerah Bangka Selatan
BACA JUGA:SEKOLAH RAKYAT: LANGKAH MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN
Tantangan yang Tak Bisa Diabaikan
Tentu, proses ini tidak tanpa hambatan. Latar belakang siswa yang beragam membuat adaptasi karakter tidak selalu mudah. Beberapa siswa membutuhkan waktu lebih lama untuk meninggalkan kebiasaan lama. Ada pula kendala terkait pendanaan, keterbatasan tenaga pendidik, dan fasilitas. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa komitmen bersama antara guru, orang tua, dan pihak sekolah adalah kunci. Ketika semua pihak memiliki visi yang sama, tantangan tersebut bisa diatasi secara bertahap.
Menjawab Tantangan Zaman
Kita hidup di masa di mana kompetensi akademik saja tidak cukup. Dunia membutuhkan generasi yang tidak hanya pintar, tetapi juga berintegritas, mampu bekerja sama, dan memiliki kepedulian. Pendidikan berasrama menawarkan ruang dan waktu untuk membentuk pribadi seperti itu. Membentuk karakter memang tidak instan. Ia seperti menanam pohon: butuh waktu, kesabaran, dan lingkungan yang mendukung. Namun, ketika bibit itu tumbuh kokoh, ia akan menjadi peneduh bagi banyak orang.
Tulisan ini merupakan tulisan yang bersumber dari penelitian saya yang berjudul “Penguatan Pendidikan Karakter pada Sekolah Berbasis Boarding School” di SMA Negeri 3 Painan, yang telah dipublikasikan di jurnal SINTA 5 yang Bernama jurnal INNOVATIVE: Journal of Social Science Research Volume 5 Nomor 3 Tahun 2025, halaman 861–881, terbukti bahwa sistem sekolah berasrama memberikan ruang yang luas untuk pembentukan karakter secara berkelanjutan selama 24 jam penuh. Nilai-nilai seperti religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas dapat ditanamkan melalui pembiasaan yang konsisten dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik di kelas, di asrama, maupun di lingkungan sekolah secara keseluruhan.
Semoga tulisan ini dapat memberikan perspektif baru bagi para pengambil kebijakan, akademisi, guru, dan masyarakat umum tentang pentingnya menata ulang prioritas pendidikan kita, dengan menempatkan pendidikan karakter sebagai pondasi utama dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Pada akhirnya, pendidikan karakter adalah investasi jangka panjang yang hasilnya akan kita tuai di masa depan. Jika kita ingin melihat Indonesia dipimpin oleh generasi yang berintegritas, cerdas, dan peduli, maka membentuk karakter sejak bangku sekolah terutama melalui lingkungan yang terarah seperti sekolah berasrama adalah langkah nyata yang tidak boleh ditunda.
BACA JUGA:Pendidikan yang Gagal Merawat: Bullying, Trauma, dan Nyawa yang Terenggut
BACA JUGA:Bukan Deep Learning, Pendidikan Indonesia Butuh Perbaikan Supervisi dan Kompensasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: