Bukan Deep Learning, Pendidikan Indonesia Butuh Perbaikan Supervisi dan Kompensasi

Bukan Deep Learning, Pendidikan Indonesia Butuh Perbaikan Supervisi dan Kompensasi

Fajar Agung Pangestu --Foto: ist

Oleh: Fajar Agung Pangestu

Dosen FISIP Universitas Bangka Belitung 

___________________________________________

Setiap kali terjadi perubahan kepemimpinan nasional, sektor pendidikan hampir selalu menjadi salah satu yang pertama disentuh oleh kebijakan baru. Sering kali solusi yang ditawarkan untuk memperbaiki kondisi pendidikan Indonesia adalah dengan mengganti kurikulum, digitalisasi atau penambahan beban administrasi lain yang dianggap dapat menjawab tantangan zaman. Belakangan ini, Kementerian Pendidikan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) semakin aktif mendorong sekolah-sekolah untuk menerapkan pendekatan deep learning. Pembelajaran mendalam ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi mampu memahami, mengaitkan, dan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan nyata sebuah cita-cita pembelajaran yang patut didukung. 

Namun, dalam semangat mendorong transformasi pembelajaran, ada satu hal penting yang sering terlewat yaitu guru. Sebab sebaik apapun pendekatan yang dibuat, guru adalah ujung tombak pelaksana pembelajaran. Maka sudah sewajarnya pemerintah memperhatikan guru untuk memaksimalkan implementasi pendekatan deep learning. Pemerintah harus lebih dahulu memperbaiki kualitas supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah dan pemberian kompensasi yang layak kepada guru. Inilah dua fondasi dasar yang menentukan apakah sebuah kebijakan pendidikan dapat diterapkan secara efektif atau tidak.

BACA JUGA:Transformasi Ekonomi Bangka Belitung

BACA JUGA:MSP, Babel Dikeruk, Batam Dapat Untung

Deep Learning, Beban Baru?

Dalam Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, Deep learning atau pembelajaran mendalam menjadi pendekatan utama atas kerangka dasar kurikulum. Pembelajaran mendalam diklaim mendorong peserta didik belajar dengan olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah raga secara holistik dan terpadu.

Secara filosofis, pendekatan ini terdengar sangat progresif dan ideal. Realitanya, guru kita bukan superhero, guru - guru di berbagai daerah justru merasa terbebani oleh istilah-istilah baru yang belum tentu dapat diimplementasikan dengan kondisi nyata sekolah mereka. Kita sering menuntut guru untuk mampu berinovasi, mengintegrasikan teknologi, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, serta menumbuhkan karakter murid melalui pendekatan holistik. Namun kita lupa, guru merupakan profesi yang perlu diperlakukan secara adil. Apabila pendekatan pembelajaran seperti "deep learning" dipaksakan diterapkan tanpa memperhatikan kesiapan guru baik secara kompetensi, psikologis, maupun kesejahteraan. Maka pendekatan itu hanya akan menjadi omong kosong. Dalam banyak kasus, guru akhirnya hanya mengejar "pelaporan administratif" agar terlihat sudah menerapkan pendekatan baru, bukan benar - benar mengimplementasikan pendekatan tersebut. 

Fokus pada Hal Esensial: Memperbaiki yang Dasar

Alih-alih menambah beban guru dengan hal baru, seharusnya pemerintah lebih dulu membenahi dua hal mendasar: supervisi dan kompensasi. Perbaikan pada dua aspek ini akan menghasilkan dampak yang jauh lebih konkret dan berkelanjutan terhadap kualitas pendidikan. Pertama, peningkatan kompetensi kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik. Kepala sekolah bukan hanya administrator, tetapi juga pemimpin pembelajaran (instructional leader) yang harus mampu membina, mendampingi, dan mengevaluasi guru dengan pendekatan profesional dan manusiawi. Kedua, reformasi sistem kompensasi bagi guru. Sudah saatnya pemerintah mengembangkan skema penghargaan berbasis kinerja yang adil dan transparan. Guru-guru yang menunjukkan dedikasi dan hasil kerja luar biasa harus mendapatkan pengakuan yang setara, baik dalam bentuk finansial maupun pengembangan karier.

BACA JUGA:Menyelamatkan Muara Jelitik

BACA JUGA:Menggugat Republik: Mana Yang Layak Sejahtera, Antara Guru-Guru Honorer atau Birokrat dan Oligarki?

Supervisi dan Kompensasi Berpengaruh Signifikan

Berdasarkan hasil penelitian saya yang dilakukan pada guru-guru di sejumlah sekolah, ditemukan bahwa supervisi akademik oleh kepala sekolah juga menunjukkan peran penting dalam mendorong kinerja guru sebesar 25,80%. Supervisi yang bersifat membina, memberikan umpan balik yang konstruktif, serta disertai dengan pendampingan yang intensif, mampu meningkatkan kualitas mengajar guru secara signifikan. Sayangnya, masih banyak kepala sekolah yang belum memiliki kompetensi melakukan supervisi secara efektif. Kepala sekolah belum secara optimal mengevaluasi dan mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Padahal terdapat komponen penting dalam supervisi yaitu pemberian “followup” atau tindak lanjut. Melalui hal tersebut, kepala sekolah memberikan umpan balik yang bersifat konstruktif dan berbasis data, serta mendorong guru untuk merefleksikan kekuatan dan kelemahan dalam proses mengajarnya. Tidak hanya itu, tindak lanjut juga menjadi ruang dialog profesional untuk merancang langkah-langkah perbaikan yang realistis, seperti penyesuaian strategi pembelajaran, penguatan kompetensi, atau pelatihan lanjutan.

Tidak hanya supervisi, kompensasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru sebesar 8,08%. Kompensasi dalam konteks ini bukan hanya tentang gaji pokok, melainkan juga tunjangan kinerja, penghargaan atas prestasi, serta fasilitas penunjang kesejahteraan kerja lainnya. Guru yang merasa dihargai secara ekonomi dan emosional akan memiliki loyalitas lebih tinggi, bekerja lebih maksimal, dan memiliki motivasi internal yang kuat. Sebaliknya, guru yang merasa diperlakukan secara tidak adil, bekerja di bawah tekanan tanpa penghargaan, cenderung mengalami kelelahan emosional (burnout) yang pada akhirnya memengaruhi kualitas pembelajaran di kelas. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: