Pemerintah Resmi Tetapkan PLTN Pertama di Bangka Belitung, Siapkah Kita?
Muhammad Zahy Al Hafizh --Foto: ist
Masuk ke bagian kedua artikel ini. Setelah pemerintah memutuskan untuk go nuklir, dan mencanangkan pembangunan PLTN pertama di Bangka Belitung, pertanyaan berikutnya adalah apakah kita siap untuk mendukung rencana tersebut? Terminologi “kita” tidak semata-mata ditunjukkan bagi masyarakat Bangka Belitung, tetapi kita. Ya, kita… kamu, aku, dan mereka semua.
Berkaca dari kegagalan rencana pembangunan PLTN di Muria, Jawa Tengah tiga dekade lalu, patutlah kita kini mempertanyakan apakah setelah lewat waktu itu, pandangan masyarakat terhadap nuklir sudah bergeser ke jalan yang benar?
Dulu, selain memang keberadaan nuklir belum demikian ‘mendesak’ karena tren minyak, batu bara, dan temuan gas yang membuat kita lalai, masyarakat juga masih demikian takut dengan masifnya pemberitaan soal bencana di Ukraina, yang menjadikan rencana pembangunan PLTN seolah hanya terdorong oleh keinginan pemerintah tanpa landasan kebutuhan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. Namun, kondisi tersebut sekarang telah berbalik.
BACA JUGA:STAF AHLI KEPALA DAERAH, Jabatan Terminal atau Marginal?
BACA JUGA:Menghadapi Tantangan Gen Z: Menemukan Gaya Kepemimpinan yang Mendorong Kinerja Optimal
Nuklir dibutuhkan sebagai sumber energi yang serbaguna, bisa sebagai baseload maupun peak flow, menggantikan fosil. Saat fosil terlalu kotor, dan energi terbarukan masih mahal dan belum stabil, nuklir menawarkan solusi keduanya: bersih dan stabil. Nuklir adalah energi yang berbasis teknologi, bukan berbasis bahan bakar.
Bahkan, jika boleh saya menyatakan pendapat dengan agak anti-mainstream, nuklir itu tidak memiliki komponen bahan bakar. Uranium tidak di ‘bakar’ sebagaimana pengertian konvensional, uranium di ‘reaksikan’ secara terkendali dalam reaktor, dan ia tidak habis. Uranium adalah komponen teknologi, bukan bahan bakar.
Pada pokoknya, kini nuklir dipandang sebagai sumber energi yang memberi daya tawar mumpuni terhadap kebutuhan ekonomi dan lingkungan hijau. Nuklir sudah siap untuk mulai digunakan dan menggeser energi fosil di masa depan.
Pandangan masyarakat di Indonesia sendiri, dalam pandangan Penulis, telah cukup berkembang seiring waktu. Generasi muda mulai secara terbuka menyuarakan sikap pro terhadap nuklir, baik yang berbasis organisasi kepemudaan maupun gerakan-gerakan sporadis. Pemerintah, yang secara bertahap juga mulai diisi oleh kaum muda, juga menunjukkan perubahan sikap terhadap nuklir, dan mulai memberi ruang bagi masuknya energi baru tersebut dalam bauran. Ini adalah kabar bagus!
Tentu, siapa yang seharusnya paling siap dalam hal ini adalah tidak bukan: pemerintah. Pemerintah perlu segera menyelesaikan pembentukan NEPIO. Alasannya, obviously karena sebagai anggota IAEA, Indonesia harus terlebih dahulu memiliki NEPIO sebelum membangun PLTN. NEPIO juga akan membantu mempercepat pembangunan PLTN. Pemerintah juga perlu, melalui Kementerian ESDM berkoordinasi dengan PT PLN (Persero) sebagai Offtaker tunggal listrik di tanah air, agar segera menuntaskan pembaruan RUPTL dan mempersiapkan proyek PLTN pertama di Bangka Belitung sesuai dengan RUKN.
Kesiapan berikutnya, adalah bagi BAPETEN, dan BRIN. Dahulu, BATAN menjadi organisasi terdepan dalam urusan ketenaganukliran, terutama sebagai operator dan BAPETEN sebagai regulator. Kini, tidak adanya badan khusus seperti BATAN mengharuskan BAPETEN untuk bekerja ekstra, dengan mengemban tanggung jawab pengawasan yang akan segera benar-benar terealisasi setelah sejak lama menantikan hadirnya PLTN pertama.
Masyarakat, pemuda, pelajar, dan generasi muda adalah kelompok selanjutnya yang perlu untuk bersiap. Masyarakat perlu memiliki pengetahuan dasar tentang energi nuklir, setidaknya – agar tidak termakan oleh isu-isu hoax yang dapat membatalkan rencana pembangunan PLTN pertama, seperti kasus-kasus sebelumnya. Untuk upaya ini, sosialisasi dan diseminasi mutlak dibutuhkan.
BACA JUGA:KOTAK KOSONG PETAKA DEMOKRASI
BACA JUGA:MEMPERINGATI HARI ANAK SEDUNIA : Menjadi Orang Tua Sebagai Sahabat Anak
Bagi Penulis, Indonesia sudah siap untuk memiliki PLTN. Pro dan kontra akan terjadi, sebagaimana semua proyek pemerintah lainnya. Namun, apabila pemerintah telah benar-benar berkomitmen, dan alasan-alasan membangun PLTN telah demikian logis dan berjangka panjang, maka semua kendala akan teratasi dan 2032 akan menjadi tahun bersejarah bagi PLTN pertama di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: