Gunakan LHKPN Sebagai Alat Pemberantasan Korupsi

KPK --Foto: Antara
Oleh Fianda Sjofjan Rassat
BABELPOS.ID - Pemberantasan korupsi memerlukan partisipasi masyarakat. Jika diberi kesempatan, semua lapisan masyarakat tentu senantiasa siap sedia menjadi agen pemberantasan korupsi.
Agar masyarakat bisa menjadi agen pemberantasan korupsi yang efektif, tentu, harus ada instrumen baku dan mudah diakses agar setiap orang bisa berpartisipasi.
Instrumen seperti itu sebenarnya telah ada, yaitu dalam bentuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang berfungsi untuk mengawasi harta kekayaan penyelenggara negara dan juga sebagai instrumen untuk mempertanggungjawabkan kepemilikan harta kekayaannya.
"LHKPN sebagai instrumen pencegahan korupsi merupakan bentuk transparansi kepemilikan dan asal-usul harta kekayaan seorang penyelenggara negara," kata Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan.
Itu tidak lain karena LHKPN bisa diakses secara terbuka oleh masyarakat. Hal itu sekaligus sebagai wujud pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi, khususnya melalui upaya-upaya pencegahan.
LHKPN memuat data harta kekayaan para pejabat beserta asal-asal usulnya, mulai dari tanah dan bangunan, kendaraan, surat berharga, uang kas atau setara kas, harta lainnya serta utang.
Harta kekayaan yang tertera dalam LHKPN juga menyertakan harta milik suami, istri, dan anak dalam tanggungan. Semua harta kekayaan milik pejabat penyelenggara negara harus disertakan dengan jujur dalam LHKPN dan akan diverifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku lembaga yang mengelola data LHKPN.
Tentunya akan muncul pertanyaan apakah LHKPN ini akan menjadi instrumen pemberantasan korupsi yang efektif? Jawabannya adalah tentu saja iya. Dengan instrumen tersebut penegak hukum bisa mengawasi wajar atau tidaknya penambahan atau pengurangan harta kekayaan seorang pejabat bersadarkan profil jabatannya.
LHKPN juga memberikan akses kepada masyarakat untuk mengawasi harta kekayaan seorang pejabat penyelenggara negara. Masyarakat yang berada dekat dengan pejabat terkait bisa melihat langsung apakah harga kekayaan yang dimiliki oleh pejabat terkait sesuai dengan yang dilaporkannnya di dalam LKHPN.
Kalau sesuai artinya pejabat tersebut sudah memenuhi kewajibannya soal keterbukaan atas kepemilikan hartanya selaku pejabat publik. Namun jika tidak sesuai, masyarakat bisa melaporkan ketidaksesuaian tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sejauh ini sudah ada tiga pejabat yang dipidanakan oleh komisi antirasuah itu yang berawal dari laporan masyarakat terkait ketidaksesuaian harta yang dimiiki mereka dengan yang dilaporkan di LHKPN.
Yang pertama adalah Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo.
Harta kekayaan terkait dengan Rafael menjadi viral setelah anak Rafael terlibat dalam kasus penganiayaan yang kemudian menyerempet soal flexing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: