Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Pulau Gelasa Ibarat Pisau Bermata Dua

Rama Setya Nizar --Foto: ist
Oleh: Rama Setya Nizar
Ketua Karang Taruna Kabupaten Bangka Tengah
___________________________________________
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sebuah ide besar yg memantik perdebatan panas. Sebagian orang menganggap PLTN adalah solusi, sementara yang lain menyebutkan ini adalah ancaman bagi ruang hidup, identitas budaya, dan keselamatan masyarakat pesisir.
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh PT. ThorCon Power Indonesia di Pulau Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung menuai banyak penolakan dan kritik terutama dari masyarakat setempat. Salah satunya trauma tragedi nuklir yang menjadi momok atau ketakutan masyarakat, dengan kejadian atau kecelakaan yang terjadi di Three Mile Island, di sungai Susquehanna, selatan Harrisburg, Pennsylvania (28 Maret 1979) dan Chernobyl, Prypiat, Ukraina (26 April 1986). Kecelakaan Chernobyl, telah menimbulkan korban tewas seketika 31 orang, dan tak kurang dari 120.000 orang dievakuasi dari area sekitar dampak ledakan. Dari data yang saya temui, beberapa alasan penting dari timbulnya kecelakaan itu adalah desain reaktor yang berbahaya, dan budaya keselamatan yang buruk. Penyebab langsung kecelakaan ini adalah pelanggaran aturan yang konsisten selama uji coba turbo generator yang dijadwalkan. Dan itu merupakan dua kecelakaan signifikan PLTN dalam rentang waktu 50 tahun terakhir.
Disisi lain, Semakin maju kehidupan suatu masyarakat, semakin maju suatu negara, maka konsumsi listriknya semakin tinggi. setiap tahun kebutuhan listrik Indonesia selalu meningkat, baik karena pertambahan jumlah penduduk maupun karena peningkatan konsumsi tenaga listrik per kapita. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa konsumsi listrik Indonesia meningkat 69.962 MWh (46,23 %) selama 5 tahun dari 151.334 MWh pada tahun 2009 menjadi 221.296 MWh pada tahun 2014 atau meningkat 9,25 % per tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh pertambahan penduduk sebesar 20,78 juta jiwa (8,98 %) selama 5 tahun dari 231,37 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 252,15 juta jiwa pada tahun 2014 atau meningkat 1,79 % per tahun. Juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi tenaga listrik per kapita meningkat 0,23 MWh (35,38 %) selama 5 tahun dari 0,65 MWh pada tahun 2009 menjadi 0,88 MWh pada tahun 2014 atau meningkat 7,08 % pertahun.
BACA JUGA:Reshuffle Kabinet Prabowo: Apakah SDM Ekonomi Indonesia Sudah Siap Menghadapi Tantangan Global?
BACA JUGA:Menimbang Rasionalitas dan Risiko Pembangunan PLTN di Pulau Gelasa
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sebenarnya menawarkan solusi yang kuat untuk memenuhi kebutuhan energi jangka panjang dengan cara yang bersih dan stabil. Akan tetapi negara juga harus mempertimbangkan risiko terkait dengan limbah radioaktif, potensi kecelakaan, dan tantangan keamanan adalah masalah yang tidak boleh diabaikan. Untuk negara yang mempertimbangkan pembangunan PLTN, keputusan harus didasarkan pada analisis yang mendalam tentang manfaat, risiko, dan ketersediaan teknologi serta infrastruktur yang memadai untuk mengelola semua aspeknya. Apalagi Pulau Gelasa selama ini menjadi ruang hidup, identitas budaya, navigasi tradisional, penahan gelombang alami dan tempat berlindung saat badai di laut oleh nelayan setempat. Harapannya jangan sampai mengancam kelangsungan hidup nelayan dan masyarakat luas.
Jika proyek strategis ini terlaksana, maka harus ada kesepakatan yang jelas. Pembangunannya harus memberikan keuntungan yang sebanding, bahkan lebih besar, dari risiko yang mungkin timbul. Gagasan tentang listrik gratis bagi seluruh masyarakat Bangka Belitung, misalnya, bisa menjadi solusi konkret yang menjadikan proyek ini jauh lebih berharga. Pemerintah harus memberikan prioritas langsung dikuatkan dengan undang-undang atau peraturan pemerintah tentang daerah penghasil sumber energi.
Pembangunan PLTN di Pulau Gelasa tidak boleh hanya menguntungkan segelintir pihak atau pemerintah pusat dan investor semata. Masyarakat Bangka Belitung harus merasakan manfaatnya secara langsung. Di sinilah gagasan tentang listrik gratis menjadi sangat relevan. Jika proyek ini berjalan, dan energi yang dihasilkan dapat memasok seluruh kebutuhan listrik di Bangka Belitung, maka sudah sepantasnya masyarakat tidak lagi dibebani biaya listrik. Mungkin ini merupakan bentuk kompensasi yang sebanding dengan risiko yang ditanggung. Dengan listrik gratis, masyarakat bisa menghemat pengeluaran bulanan, mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah, serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Ini akan menjadi investasi jangka panjang yang tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga membangun kepercayaan dan keadilan.
Dan juga harus diketahui dan diperhatikan, dampak proyek strategis ini tidak hanya bahaya radiasi nuklir yang mengancam kesehatan dan lingkungan. Akan tetapi biaya pembangunan yang sangat mahal dan resiko yang sangat tinggi apalagi sampai saat ini Indonesia belum pernah memiliki pengalaman mengoperasikan reaktor PLTN ditambah kemampuan sumber daya manusia dan teknologi Indonesia. Saat ini, jumlah ahli tenaga nuklir di Indonesia masih sedikit. Membangun dan menjaga jalannya pusat tenaga nuklir sangat memerlukan ahli. Ini yang saya kira menjadi poin utama kecemasan masyarakat, ditambah kondisi politik indonesia hari ini kurangnya keterbukaan dari pemerintah.
Dalam sudut pandang kebutuhan energi di masa sekarang dan akan datang, kita harus sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan suplai energi, terutama energi listrik yang peningkatan kebutuhannya untuk kini saja gagal diantisipasi oleh PLN. Listrik mempunyai peran sebagai pendorong perekonomian, sehingga ada suatu korelasi antara konsumsi energi listrik dan keadaan perekonomian suatu masyarakat. Listrik juga merupakan salah satu komponen dalam perhitungan produk domestik bruto (PDB). Dari beberapa sumber energi yang ada perlu ditentukan beberapa alternatif pilihan. Alternatif-alternatif inilah kemudian disesuaikan dengan kondisi geografis dan ekologis disuatu daerah terhadap pengembangan suatu energi.
Sebenarnya sumber energi terbarukan yang kita miliki cukup berlimpah, namun sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan. Misalnya panas bumi, angin, matahari, biofuel, biomassa, gelombang laut dan pasang surut. Energi terbarukan adalah jenis energi yang diperoleh dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui secara alami dan tidak akan habis dalam waktu dekat. Dengan kondisi geografis Bangka Belitung berupa kepulauan dan terletak dekat khatulistiwa, mungkin masyarakat lebih mendukung pengembangan energi matahari dan arus laut dibanding PLTN. Potensi inilah yang kemudian menjadi solusi yang efektif. Salah satu manfaat utamanya adalah dampak yang minim terhadap lingkungan. Sehingga dapat membantu melindungi habitat alami, mengurangi pencemaran, dan menjaga biodiversitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: