Reshuffle Kabinet Prabowo: Apakah SDM Ekonomi Indonesia Sudah Siap Menghadapi Tantangan Global?

Reshuffle Kabinet Prabowo: Apakah SDM Ekonomi Indonesia Sudah Siap Menghadapi Tantangan Global?

Fitria Asmara --Foto: ist

Oleh : Fitria Asmara

Mahasiswa S2 Magister Manajemen FEB UBB

___________________________________________

Reshuffle kabinet yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto pada awal masa pemerintahannya telah menarik perhatian publik, khususnya dalam sektor ekonomi. Pergantian menteri yang terjadi di sektor-sektor strategis, seperti ekonomi, keuangan, pendidikan, dan sains, menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satu pertanyaan utama yang muncul adalah apakah reshuffle ini benar-benar menghadirkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan siap menghadapi tantangan ekonomi Indonesia yang semakin kompleks, ataukah ini hanya langkah politik yang tidak memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perekonomian negara? Sebagai seorang pengamat ekonomi, saya merasa penting untuk menganalisis reshuffle kabinet ini dengan perspektif ekonomi untuk menilai sejauh mana perubahan ini dapat meningkatkan kualitas SDM yang akan memimpin sektor-sektor ekonomi vital di Indonesia.

Reshuffle kabinet seringkali digunakan sebagai alat untuk memperbaiki kinerja pemerintahan, meningkatkan stabilitas politik, serta memberikan sinyal perubahan kepada publik. Namun, dalam konteks ekonomi, reshuffle kabinet tidak hanya sekadar pergantian posisi menteri. Lebih dari itu, reshuffle ini menjadi refleksi dari kualitas SDM yang terpilih dan apakah mereka dapat membawa perubahan yang nyata bagi perekonomian Indonesia. Mengingat tantangan besar yang dihadapi Indonesia, seperti ketergantungan pada ekspor komoditas, rendahnya daya saing industri, dan kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin lebar, apakah reshuffle kabinet ini akan menghadirkan pemimpin yang mampu memberikan solusi jangka panjang bagi perekonomian Indonesia?

Dalam pandangan saya, reshuffle kabinet ini harus dilihat dari sudut pandang kompetensi dan kemampuan para menteri untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang sudah berlangsung lama. Salah satu langkah penting yang perlu dianalisis adalah perubahan menteri yang terkait langsung dengan sektor perekonomian. Salah satunya adalah pergantian Menteri Keuangan, yang sebelumnya dijabat oleh Sri Mulyani, seorang ekonom dengan reputasi internasional yang sangat kuat, kepada Purbaya Yudhi Sadewa. Sri Mulyani dikenal sebagai seorang technocrat yang sangat kompeten dalam mengelola fiskal negara, memulihkan ekonomi pasca krisis, serta memperkenalkan kebijakan yang berorientasi pada penguatan sektor keuangan negara. Sebaliknya, Purbaya, meskipun berpengalaman sebagai ekonom, belum memiliki profil internasional yang setara dengan Sri Mulyani. Apakah penggantian ini akan berdampak positif pada perekonomian Indonesia?

BACA JUGA:Menimbang Rasionalitas dan Risiko Pembangunan PLTN di Pulau Gelasa

BACA JUGA:Penertiban Timah: Tegas pada Mafia, Wajib Humanis pada Rakyat

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu mengacu pada teori kompetensi yang dikemukakan oleh Spencer & Spencer (1993), yang menyatakan bahwa kompetensi meliputi pengetahuan teknis, keterampilan, serta motivasi dan sifat individu yang dapat mendukung kinerja di tempat kerja. Dalam hal ini, meskipun Purbaya mungkin memiliki pengetahuan dan keterampilan teknis yang memadai, pertanyaannya adalah apakah dia memiliki jejaring internasional dan kemampuan untuk menarik investasi global yang sama dengan Sri Mulyani? Sebagai menteri yang mengelola sektor fiskal dan keuangan negara, Purbaya perlu menunjukkan bahwa ia mampu menjaga stabilitas ekonomi, memperkenalkan kebijakan yang mendukung pertumbuhan, serta memperkuat daya saing Indonesia di pasar global.

Selain itu, menteri yang memimpin sektor ekonomi harus mampu menghadapi tantangan struktural yang dihadapi Indonesia. Sejak awal pemerintahannya, Indonesia telah menghadapi masalah besar dalam sektor ekonomi, seperti ketergantungan pada ekspor komoditas, rendahnya kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB, dan ketidakmerataan distribusi ekonomi antarwilayah. Sebagai contoh, sektor manufaktur Indonesia hanya berkontribusi sekitar 20% terhadap PDB pada 2020, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Tiongkok dan Thailand yang kontribusi sektor manufakturnya mencapai lebih dari 30%. Pemerintah saat ini harus memikirkan langkah-langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor ini, yang berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan daya saing global Indonesia.

Namun, yang menjadi perhatian besar adalah apakah reshuffle kabinet ini benar-benar mengutamakan meritokrasi dalam pemilihan menteri. Sebagai teori yang diterapkan di banyak negara maju, meritokrasi mengharuskan seleksi pejabat publik didasarkan pada kompetensi dan rekam jejak, bukan hanya loyalitas politik. Michael Young (1958) dalam teori meritokrasi menyatakan bahwa jabatan publik seharusnya diberikan kepada mereka yang memiliki kecerdasan dan usaha terbaik. Sayangnya, dalam banyak kasus, kita melihat bahwa loyalitas politik sering kali lebih mendominasi daripada kemampuan teknis. Di sektor ekonomi, hal ini sangat penting karena kebijakan ekonomi harus didasarkan pada data dan analisis yang valid, serta mampu mengatasi masalah struktural yang ada.

Selain itu, teori kepemimpinan transformasional juga sangat relevan dalam konteks reshuffle kabinet ini. Burns (1978) menggambarkan pemimpin transformasional sebagai figur yang mampu menginspirasi pengikut untuk berkembang dan membawa perubahan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Menteri yang terpilih dalam reshuffle kabinet Prabowo seharusnya memiliki visi yang jelas untuk membawa sektor-sektor yang vital bagi perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik. Mereka harus mampu menciptakan kebijakan yang mendorong inovasi, efisiensi, dan daya saing Indonesia di pasar global. Namun, jika menteri hanya menjalankan fungsi administratif tanpa visi perubahan yang jelas, maka reshuffle ini akan menjadi sia-sia dan tidak memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia.

Kebijakan ekonomi yang diambil oleh menteri yang baru juga harus berfokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian Indonesia ke depan. Sebagai contoh, sektor digital dan teknologi informasi memiliki potensi besar untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan daya saing Indonesia. Laporan dari World Economic Forum (2020) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025. Oleh karena itu, reshuffle kabinet ini harus mempertimbangkan pemilihan menteri yang memiliki wawasan dan pengalaman di bidang digital dan teknologi, yang mampu mempercepat transformasi digital di sektor-sektor ekonomi strategis.

BACA JUGA:Polikultur Lada, Strategi Petani Bangka Belitung Menuju Pertanian Berkelanjutan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: