Tanpa Solusi dan Opsi Pertimahan, Ekonomi Babel Roboh

Tanpa Solusi dan Opsi Pertimahan, Ekonomi Babel Roboh

--

"Saya tidak setuju dengan pernyataan BPS yang menyatakan per Januari dan Februari 2024 ada suprlus, padahal saat itu ekonomi rakyat mengalami penurunan cukup drastis," jelas Elly.

Selain itu, Elly juga tidak sependapat dengan Ahli Lingkungan sekaligus Akademisi di Institut Pertanian Bogor (ITB) Prof Bambang Hero Saharjo yang menilai kerugian ekologis dan kerugian kerusakan lingkungan atas korupsi timah yang mencapai Rp271 triliun.

BACA JUGA:Sah! M. Aldys Terpilih Pimpin IKA Ilmu Politik UBB

Menurut perhitungan dari Bambang, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam kawasan hutan senilai Rp233.366.246.027.050, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan hidup (ekologis) Rp157.832.395.501.025, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60.276.600.800.000 dan biaya pemulihan lingkungan Rp5.257.249.726.025.

BACA JUGA:FGD Kasus Timah di MPW PP, Prof Udin: Pemerintah Jangan Bersaing dengan Rakyat Sendiri

Kemudian, kerugian lingkungan hidup untuk galian yang terdapat dalam non kawasan hutan senilai Rp47.703.441.991.650, hal tersebut terdiri dari biaya kerugian lingkungan (ekologis) Rp25.870.838.897.075, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp15.202.770.080.000 dan biaya pemulihan lingkungan hidup Rp6.629.833.014.575.

BACA JUGA:FGD Kasus Timah di MPW PP, Prof Udin: Pemerintah Jangan Bersaing dengan Rakyat Sendiri

"Rincian dari profesor (Bambang Hero Saharjo) yang tidak jelas, karena disini dia hitung lagi ekonomi lingkungan dan biaya pemulihan," ujar Elly.

Elly menambahkan, angka kerugian tersebut jika dibandingkan dengan harga dari logam timah yang diproduksi TINS sebanyak 283.257 ton dari 2015 sampai 2022 tidak sebanding.

BACA JUGA:Ramadan Berkah, Baznas Gandeng PWI Basel Berikan Sembako ke Lansia

"Harga timah 2015 sampai 2022 produksi PT Timah Tbk adalah Rp82,79. 7 tahun kita hitung dari mulai kerugian itu sendiri, sedangkan kerugian kita adalah Rp271 triliun. Darimana dan siapa yang bisa menampung sampai memperbaiki lingkungan itu dengan nilai produksi cuman segitu hampir dua kali lipat, artinya kita orang Babel dibodoh-bodohi," jelas Elly.

Atas langkah Kejagung yang tidak memberikan solusi dan opsi bagi pertambangan di Babel, Elly menyebut bahwa terjadi lagi penyeludupan timah dari Indonesia ke luar negeri dengan produksi Malaysia Smelting Corp sebesar 20,700 di tahun 2023.

BACA JUGA:Antisipasi Kejahatan, Tim Patroli Polres Basel Pantau Rumah yang ditinggal Mudik

"Kita ingin daman, dengan adanya penegakan ini tanpa solusi dan opsi ini penyeludupan kembali mulai terdeteksi. Saya kembali kecewa, Malaysia bisa menghasilkan ekspor," katanya.

Senada dengan hal itu, Staf Ahli Direktur Utama TINS Ali Samsuri mengatakan, TINS ikut perihatin atas kondisi perekonomian di Bangka Belitung yang lesu dan tidak menentu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: