Kopong-kan Timah Suatu Wilayah Dengan 'Uang Koin'. Ternyata Caranya Mudah...
--
BABELPOS.ID.- Satu hal yang tak dapat disangkal adalah, bahwa para leluhur negeri ini sangat menghargai fungsi tanah, hutan, dan lautnya. Itu sebabnya ada kearifan lokal di setiap daerah ketika berhubungan dengan tanah, hutan, bumi, maupun laut yang tidak boleh dilanggar.
Demikian pula leluhur Bangka Belitung (Babel) menyikapi tanah, laut, dan hutannya.
''Masyarakat sangat menghargai fungsi tanah dan hutan. Tanah diciptakan Tuhan dan tanah awalnya adalah kepunyaan kesatuan hukum kampung dan bukan kepunyaan pribadi. Hasil hutan dan tanah dapat saja dikerjakan oleh masyarakat asal seizin kepala kampung kecil (lengan) dan kepala kampung besar (gegading) jika ternyata tidak ada yang mengklaimnya,'' demikian salah satu kearifan lokal yang dikemukakan Sejarahwan Babel, Dato' Akhmad Elvian, DPMP.
BACA JUGA:Begini Cara Dukun 'Kosongkan' Kandungan Timah Suatu Tempat. Pakai Sejenis Daun Lalu...
Konsekeuensinya, apabila tanah ditelantarkan dan tidak dikerjakan menurut tujuan semula, maka tanah dapat diambil kembali oleh kesatuan hukum (rechtsgeenschap) untuk diberikan kepada orang lain yang memerlukannya.
Selain itu, ada bagian tanah yang difungsikan untuk hal-hal tertentu seperti untuk kuburan, tempat yang dikeramatkan, tanah untuk perluasan kampung, tanah untuk konservasi alam seperti rabeng, amau, baruk, kelekak, lelap, tumbek, payak, hutan larang, hutan rit, tanah atau rimbak untuk kebun atau ladang rumbia dan kabung, dan tanah untuk cadangan ladang atau ume.
''Ada tanah atau rimbak untuk hutan Peramun, tanah atau Rimbak milik Kepala-kepala rakyat mulai dari Depati sampai ke Lengan. Sangat jelas sekali bahwa tanah yang difungsikan untuk hal-hal tertentu terutama untuk kepentingan umum, konservasi alam dan untuk hutan larang dan rit, terlarang atau dilarang untuk dimanfaatkan secara pribadi atau untuk kepentingan sekelompok orang tertentu, atau untuk mencari keuntungan tertentu,'' tegas Elvian.
Kearifan lokal ini menjaga tanah, hutan, dan laut ini pula yang membuat para kepala kampung hingga Depati kadang mengambil kebijakan meng-kopong-kan kandungan timah di suatu kawasan untuk menolak penambangan yang bisa membuat rusaknya lingkungan.
Kopong-kan pakai Uang Koin
Jika sebelumnya dijelaskan meng-kopong-kan suatu kawasan dari kandungan timah dengan menggunakan tanaman atau daun tertentu, ada juga
dukun atau paranormal yang menggunakan 'uang koin'.
''Nah, proses menjadikan timah ampak atau pengopongan timah dapat dilakukan dengan menggunakan Koin atau uang logam, bila suatu lokasi atau lahan yang mengandung timah, dipasanglah sarat berupa uang logam yang disertai dengan niat dan doa-doa,'' ujar Akhmad Elvian menegaskan.
Terlepas dari prosesi yang ada yang tentunya tidak sembarang orang bisa melakukan, namun secara maknawi, tindakan pakai kon ini adalah: Mengandung makna bahwa seluruh timah yang ada di lokasi tersebut sudah dibeli.''
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: