Begini Cara Dukun 'Kosongkan' Kandungan Timah Suatu Tempat. Pakai Sejenis Daun Lalu...

Begini Cara Dukun 'Kosongkan' Kandungan Timah Suatu Tempat. Pakai Sejenis Daun Lalu...

--

BABELPOS.ID.- Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) demikian identik dengan komoditas tambang timah.  Sehingga ada sebutan, Babel ini bukan pulau timah, tapi timah jadi pulau.

Akibatnya dapat ditebak, nyaris tidak ada wilayah di Negeri Berpredikat Serumpun Sebalai ini yang luput dari penggalian timah.  Tak hanya daratan, higga lautan pun dibuat luluh lantak.  

Tapi, apakah separah itu? 

Ternyata tidak juga.  Karena ada beberapa wilayah di Pulau Bangka maupun di Pulau Belitung yang tidak ada kandungan timahnya.  Timah-timah di wilayah itu konon 'diusir' atau digeser', halusnya lagi 'dipindahkan' oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan supranatural 

BACA JUGA:Pansus RTRW, Laut Belitung Akan Dibahas, Zero Tambang Terancam? 

ke tempat lain.  Sehingga begitu diselidiki, ternyata kosong.

Tidak hanya itu, kadang sudah ditemukan pasir timah di suatu wilayah, namun setelah diselidiki lebih jauh ternyata hanya pasir tanpa kandungan timah.  Alias kopong.

Sejahrawan Babel, Dato' Akhmad Elvian DPMP, mengutip dari Ian Sancin dalam majalah Warta Praja Kabupaten Belitung Tahun 2008, menyatakan, kedatangan de Heere erat kaitannya dengan berita ditemukannya bijih Timah di pulau Belitung.  Sehingga sekitar Tahun 1759, ia berangkat ke Belitung dengan kapal Golconda untuk meneliti kebenaran informasi tersebut. 

''Namun tim tersebut berkesimpulan bahwa yang ditemukan di pingiran Sungai Cerucuk hanya Timah kopong (koppong erts), yaitu pasir yang mirip pasir Timah tapi tak memiliki kandungan Timah,'' ujar Akhmad Elvian kepada BABELPOS.ID.- 

''Pengosongan atau pengkopongan pasir Timah bisa dilakukan oleh para dukun tanah di Belitung atas perintah depati,'' ujar Elvian lagi. 

BACA JUGA:Pj Gubernur Suganda Dukung Program Yayasan Bambu Lingkungan Lestari untuk Reklamasikan Bekas Tambang di Babel 

Pada masa pulau Belitung dikuasai oleh kesultanan Palembang Darussalam masa pemerintahan Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adikusumo (1757-1776 Masehi), Timah memang sudah menjadi sumber keuangan bagi kesultanan Palembang Darussalam. Sehingga pengaturan pemerintahan dan pengurusan pertambangan Timah sebagai sumber penghasilan keuangan kesultanan, diangkatlah seorang tumenggung (Abang Pahang Tumenggung Dita Menggala) sebagai wakil sultan di pulau Bangka yang membawahkan dua depati yaitu depati Paku dan depati Panji, sedangkan untuk pulau Belitung diangkatlah seorang depati yaitu KA (Kiai Agus) Usman (bergelar Depati Cakraningrat VI, masa pemerintahan 1756-1785 Masehi) yang bertanggungjawab langsung kepada sultan Palembang. 

''Pada masa itu sultan Palembang juga mengangkat jabatan Ngabehi (sama dengan jabatan Batin dan Krio di pulau Bangka) yaitu Ngabehi Badau yang disebut Sura (Istana) Yuda atau Singa Yuda, Ngabehi Sijuk disebut Mangsa (Wongso) Yuda atau Krama Yuda, Ngabehi Belantu disebut Sura Yuda, dan Ngabehi Buding disebut Istana (Tanah) Yuda. Sultan Kesultanan Palembang Darussalam berikutnya Muhammad Bahauddin (masa pemerintahan Tahun 1776-1803 Masehi), membuat kebijakan menetapkan wilayah bagian Utara dan Barat pulau Bangka berpusat di Muntok dengan batas ke Timur sampai sungai Kampak dan batas ke arah Selatan sampai ke Tempilang. Wilayah Utara dan Barat pulau Bangka dikuasakan oleh sultan Palembang kepada Abang Ismail bergelar Tumenggung Kerta Menggala (menggantikan Abang Pahang Tumenggung Dita Menggala),'' ujarnya. 

Selanjutnya ditetapkan wilayah yang terletak di bagian Selatan pulau Bangka berpusat di pangkal Toboali dengan wilayah yang cukup luas, termasuk Kepulauan Lepar dan pulau Belitung. Wilayah Selatan pulau Bangka dikuasakan kepada Pangeran Adiwijaya saudara sultan Muhammad Bahauddin atau putera dari Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adikusumo. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: