RIMBAK, REBAK, PEMITAK, KUBAK, BEBAK DAN KELEKAK (Bagian Satu)

RIMBAK, REBAK, PEMITAK,   KUBAK, BEBAK DAN KELEKAK   (Bagian Satu)

Akhmad Elvian--

BACA JUGA:Sarat dan Musung Madu

Hutan primer yang sering disebut masyarakat Bangka dengan “rimbak”, di samping berada pada kawasan puncak gunong dan wilayah kakinya terdapat juga pada daerah daratan yang rata sering juga dijumpai padang ilalang (tanah padang) yang banyak diselingi dengan tumbuhan Resam, kemudian terdapat juga di daerah lembah yang disebut “arong atau arung”, di daerah kawasan sungai yang terdiri atas bagian hulu, hilir sungai terdiri atas kualo (estuaria) atau muara dan pada bagian berok (muka sungai), pada bagian anak sungai yang disebut aik dan sumber mata air di rimbak (hutan rimba) yang disebut tumbek atau aik tumbek. Perbedaan antara muara dan kuala (estuaria) terletak pada jumlah sungai/anak sungai yang bermuara di laut. Disebut muara bila hanya terdiri dari satu sungai yang bermuara di laut dan disebut kuala apabila terdiri dari beberapa sungai dan anak sungai yang bermuara di laut. Selanjutnya pada wilayah pinggiran sungai yang tanahnya keras dan kering disebut dengan “baruk”, daerah rawa-rawa atau “lelap”, kemudian ada derah yang disebut dengan “amau”, yaitu daerah dekat aliran sungai yang bila air pasang akan basah dan bila air surut akan kering, kemudian pada bagian sungai terdapat tumbuhan Rasau yang wilayahnya juga disebut dengan hutan “rasau”, hutan Nipah, serta hutan Bakau (tanamannya hanya jenis Pohon Bakau saja atau tanaman homogen), selanjutnya apabila jenis tanaman masih bersifat heterogen atau terdiri beberapa jenis tanaman, sering disebut dengan “rabeng” atau dalam istilah sekarang disebut dengan mangrove yang posisinya biasa terletak pada bagian pesisir pantai. 

Sebutan dan istilah penamaan kawasan tentu saja dipilih oleh Orang Bangka berdasarkan berbagai pertimbangan baik dari sisi bahasa (Melayu Bangka), jenis tumbuhan dan makna filosofis yang terkandung dalam kawasan tersebut, misalnya pada bagian rimbak terdapat sungai kecil atau sumber mata air yang disebut masyarakat Bangka dengan Aik Tumbek. Sumber mata air di lokasi Rimbak yang disebut Aik Tumbek sering disebut juga dengan Sindang/Sendang, akan tetapi terdapat perbedaan mendasar antara Aik Tumbek dan Sindang atau Sendang. Aik Tumbek secara filosofis dan kosmologis merupakan sumber air ciptaan Tuhan untuk kehidupan bagi semua makhluk, sedangkan Sindang atau Sendang merupakan penamaan untuk sumber mata air yang dibuat oleh manusia untuk sumber kehidupan. Kata Sindang atau Sendang kemudian dijadikan sebagai salah satu nama wilayah dalam pembagian wilayah di Kesultanan Palembang Darussalam di samping daerah Kepungutan dan daerah Sikap. Kata Sindang juga kemudian menjadi nama bagi hukum adat yang berlaku di Pulau Bangka yaitu Sindang Mardika. Kata Mardika bermakna, bahwa wilayah hukum adat tersebut berstatus merdeka atau bebas. 

Terdapat beberapa sungai dan banyak anak sungai (aik) di Pulau Bangka dengan berbagai bagian konstruksi sungainya dan merupakan wilayah kawasan hutan atau Rimbak. Ada Sungai dan anak sungai yang bermuara di Selat Bangka seperti Sungai Ulin, Sungai Balar, Sungai Kabal, Sungai Bangkakota, Sungai Selan, Sungai Menduk, Sungai Kotaberingin, Sungai Jering, dan Sungai Sukal. Di samping sungai-sungai yang bermuara di Selat Bangka terdapat beberapa sungai besar dan anak sungainya di Pulau Bangka yang bermuara di pesisir Timur pulau Bangka seperti Sungai Merawang, Sungai Kepoh, Sungai Kurau, Sungai Jeruk, dan Sungai Layang. Sungai-sungai di Pulau Bangka pada masa awal peradaban di Pulau Bangka merupakan sarana transportasi dan urat nadi bagi perekonomian masyarakat dan di samping itu sungai juga menjadi pintu masuk pendatang dari luar ke Pulau Bangka, termasuk para perampok laut.

BACA JUGA:Aik Mangkok

Masyarakat pribumi Bangka Belitung orang Darat atau orang Gunung (hill people) memiliki kearifan lokal (local wisdom) tentang pemanfaatan tanah dan hutan/rimba, begitu juga dengan orang Laut pribumi Bangka Belitung orang Sekak memiliki kearifan lokal tentang pemanfaatan pesisir, pulau-pulau kecil dan laut sebagai ruang wilayah kehidupannya. Kearifan lokal yang paling utama pada masyarakat Bangka Belitung adalah sangat menghargai fungsi tanah, hutan dan air. Tanah diciptakan Tuhan dan tanah awalnya adalah kepunyaan kesatuan hukum kampung atau milik komunal dan bukan kepunyaan individu atau pribadi. Hasil-hasil hutan dapat diambil oleh masyarakat, seperti aneka macam buah-buahan hutan, hewan buruan, madu lebah, lilin madu, telur burung, ikan di sungai, rotan, damar, bambu, gaharu, kayu wangi, mengkuang (pandan hutan), beberapa jenis kayu untuk peramu rumah, untuk junjung sahang (lada) dan untuk membuat bagan (kelong), serok, perahu, rakit, kerito surong, tuguk, serta berbagai macam Kriya lainnya. Begitu juga dengan hasil-hasil laut seperti ikan, kerang-kerangan, teripang, rumput laut dan hewan laut dapat diambil oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhannya (***/bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: