BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Tiga)

BENTENG PENUTUK   DI PULAU LEPAR  (Bagian Tiga)

--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

RESIDEN Inggris untuk Palembang dan Bangka, M.H. Court dalam rangka membentuk “Pax Britanica” (Perdamaian Britania, adalah priode damai di Eropa dan dunia Tahun 1815-1914.

------------------------

SELAMA Imperium Britania menguasai sebagian besar rute utama perdagangan maritim dan memperoleh kekuasaan lautan yang tidak tertandingi), melakukan tindakan politis yaitu menghapus jabatan tumenggung yang diangkat sebagai wakil sultan di wilayah Utara dan Barat pulau Bangka yang berkedudukan di Kota Mentok, dan kemudian juga menghapus kekuasaan pemerintahan Pangeran Adiwijaya sebagai wakil Sultan Palembang yang berkuasa atas wilayah di bagian Selatan pulau Bangka, termasuk kepulauan Lepar dan pulau Belitung yang berpusat di pangkal Toboali (Inggris: Stocade of Tooboo-alie). Pemerintah Inggris di Bangka juga mengundang kepala-kepala rakyat yang ada di Bangka datang ke Mentok untuk menandatangani fakta tanda takluk dan patuh kepada Kerajaan Inggris. Tindakan politis tersebut dilakukan Inggris untuk menghilangkan keterikatan sosiologis dan kultural antara pulau Bangka dengan Kesultanan Palembang Darussalam. Di samping tindakan politis di atas, pemerintah kerajaan Inggris juga melakukan tindakan-tindakan militer dalam rangka penguasaannya terhadap Duke of York’s Island (pulau Bangka) beserta dengan sumber-sumber kekayaannya. 

BACA JUGA: BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Dua)

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Satu)

Setelah Belanda kembali berkuasa atas pulau Bangka berdasarkan Traktat London (serah terima kekuasaan antara Inggris dan Belanda dilaksanakan pada Tanggal 10 Desember 1816 Masehi di Kota Muntok). Pada Tahun 1819 Masehi dikeluarkan Tin Reglement yang berisi: Penambangan Timah di Bangka langsung berada di bawah wewenang dan kekuasaan residen; Timah adalah monopoli penuh Belanda dan tambang Timah partikelir dilarang sama sekali beroperasi. Tin Reglement, kemudian memicu berbagai perlawanan rakyat Bangka. Pada bulan Mei 1819 kepala-kepala rakyat di Toboali beserta dengan “Lanun” menyerbu parit-parit Timah di sekitar daerah sungai Kepoh dan kemudian merebut kembali Toboali dari tangan Belanda. Serangan Lanun yang menyerbu parit parit di sekitar daerah sungai Kepoh sebagaimana laporan A, Meis, Kapitein-Adjudant bij den Generaal-Majoor, Kommandant van het Nederlandsche Oost-Indische leger dalam Verhaal Palembangschen Oorlog van 1819-1821, halaman 146: “Berigten dat Radeen Ali zich weder in de Lepar-Eilanden ophield, aan de Soengie-Ketia, tusschen Koba en Kappo eene benting gemaakt bad, en daar eenen openlijken handel in tin dreef, …”, maksudnya: “Dikabarkan bahwa Radeen Ali kembali masuk ke Kepulauan Lepar terus, di Sungie-Ketia, antara Koba dan Kappo mendirikan benteng di sana dan membuka perdagangan Timah…”.Sedangkan yang dimaksudkan kepala rakyat di Toboali adalah Batin Pa Amien.  

BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Satu)

Batin Pa Amien adalah salah satu kepala rakyat di Toboali yang memimpin perlawanan rakyat. Berdasarkan catatan Santosa, pada bulan Mei 1819, gerombolan Bajak laut menyerbu pos militer Benteng Toboali di pesisir pantai dekat Kota Toboali yang dipertahankan 40 prajurit di bawah Letnan Biery. Serangan bajak laut juga terjadi atas sejumlah pos militer di pesisir Barat Laut Bangka. Kota Toboali dikosongkan karena militer Hindia Belanda tidak dapat menahan serbuan gerombolan bajak laut (Santosa, 2011:133, 135). Setelah serangan Kepala rakyat toboali dan kepala pulau Lepar, maka wilayah Pulau Lepar dan pulau pulau lainnya di selat Lepar seperti pulau Tinggi dan pulau Leat serta wilayah pesisir barat pulau Bangka kembali dikuasai oleh Raden Ali dan Raden Keling. Sementara itu dengan alasan untuk melindungi keamanan penduduk, komandan militer dan sipil Belanda, Luitenant Kolonel Keer memutuskan untuk mengirim beberapa pasukan dan kapal ke Toboali, bahkan di bulan Mei, untuk memulihkan keamanan mengirimkan satu kapal kecil ke Kepulauan Lepar, untuk menghancurkan para perampok, dan kapal terus kembali ke Toboali, dan kemudian dari sana untuk menyerang para perampok di darat, di daerah Nyireh yang jaraknya 8 jam sama jauh dari sungai Ketia. Rencana ini dilakukan sambil menunggu kedatangan bahan makanan dan uang dari Batavia.

BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Dua)

Berdasarkan laporan A, Meis, Kapitein-Adjudant bij den Generaal-Majoor, Kommandant van het Nederlandsche Oost-Indische leger dalam Verhaal Palembangschen Oorlog van 1819-1821, halaman 146 ,147, 148,149 dapat diketahui bahwa kedudukan Raden Keling dan puteranya Raden Ali semakin kuat sampai dengan tanggal 25 September 1820 dan mereka terus mengancam serta mengganggu kekuasaan Hindia Belanda di wilayah Kepulauan Lepar dan umumnya di wilayah Bangka Bagian Selatan. Dalam Laporan dikatakan, bahwa  Raden Ali dan Raden Keling di Pulau Lepar, dan dari sana dia terus mengganggu pos militer Belanda, oleh karena itu pada tanggal 25 September 1820 dengan 2 perahu dayung, 5 pinisi dan 9 kano, ditugaskanlah Mayor Akil atau Raja Akil untuk menuju ke Pulau Lepar, guna menghancurkan kekuatan Raden Keling, dan kepala bajak laut yang ada di sana. Pada tanggal 27 September, pihak pasukan Belanda yang berada di Koba, mendapatkan Kabar, bahwa Raden Keling, oleh Sultan Palembang telah diangkat menjadi penguasa Bangka dan dengan demikian memperoleh banyak pengikut. Selain itu, di Koba diketahui, bahwa Raden Keling beserta pengikutnya dari pulau Belitung, berada di Sungai Bantel, di tempat yang dikelilingi rawa-rawa, dan telah membangun sebuah benteng dan kamp bersama dengan Raden Ali.

BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Tiga)

Pada tanggal 1 Oktober 1820, Letnan Kolonel Keer, komandan pasukan militer Belanda berangkat bersama pasukan ekspedisi dari Koba, dan pada tanggal 6 Oktober 1820, sampai di sudut Utara Pulau Lepar serta melemparkan jangkar untuk mendarat, setelah beberapa lama melewati pulau-pulau, dan menjelang tengah hari mereka menemukan antara Pulau Tinggi dan pulau lainnya, beberapa sampan, dan segera mereka kejar. Sampan besar berhasil masuk ke sungai dan melarikan diri, sisanya lari ke pedalaman masuk ke satu kampung. Keesokan harinya beberapa tembakan dilepaskan dari kampung dan terlihat kapal meninggalkan kampung dan Raden Keling, kemudian diketahui ada di dalamnya. Pasukan Belanda memiliki kepastian, bahwa benteng Raden Keling tidak jauh dari sana. Pimpinan militer kemudian memerintahkan Raja Akil untuk kembali menyerang keesokan harinya, pada awal pagi hari, untuk memasuki sungai kecil yang mengalir di sana dan untuk mengeksplorasi sejauh mungkin. Sementara Kapten Van Der Wijck ditugaskan pada saat yang sama, dengan beberapa sekoci bersenjata, berlayar di sekitar Pulau Tinggi dan meyakinkan bahwa Raden Ali memang mendirikan benteng di sana. 

BACA JUGA:Gunong Muntai (Mountain)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: