Tak Terima Klien Dituntut Tinggi, Pengacara Terdakwa Robert Indarto Sebut JPU Banyak Kesampingkan Fakta

Sidang Tipikor tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta. --Foto Reza
BABELPOS.ID, JAKARTA - Penasihat Hukum Robert Indarto Handika Honggowongso menyebut tuntutan Jaksa Penuntut Umum 14 tahun terhadap kliennya sangat berlebihan.
Pasalnya, kata Handika, sewaktu PT Timah bekerja sama dengan 5 smelter pada tahun 2018 lalu sudah berstatus sebagai swasta nasional, jadi bukan BUMN. Sehingga menurut Handika, tidak ada kerugian keuangan negara sama sekali dalam kerja sama tersebut.
"Tahun 2018 itu, PT Timah statusnya sudah swasta nasional, bukan lagi BUMN. Jadi tidak ada kerugian keuangan negara. Terlebih dalam tiga tahun kerja sama dengan 5 smelter tersebut PT Timah mendapat pemasukan Rp 16,7 triliun dari penjualan balok timah sebanyak 63,7 ribu ton yang dihasil kan 5 smelter, sedang ongkos yang dikeluarkan PT Timah terkait kerjasama dengan 5 semelter itu Rp 14,2 triliun, bayar pajak dan royality ke negara Rp 1.2 triliun artinya PT Timah masih untung sekitar Rp 1,1 triliun, dengan perhitungan seperti itu di mana rugi nya PT timah, tapi semua fakta itu dikesampingkan JPU," tuturnya usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/12).
BACA JUGA:Ini Detil Lengkap Tuntutan 16 Terdakwa Tipikor Tata Niaga Timah Bangka Belitung
BACA JUGA:Tipikor Tanam Pisang Tumbuh Sawit Mulai Sidang Pekan Depan
Handika juga menanggapi soal beban uang pengganti Robet Indarto Rp 1,9 triliun yang disebutkan dalam persidangan. Menurutnya, beban tersebut juga dianggap salah kaprah dan melanggar pasal 18 UU Tipikor
Pasalnya, menurut Handika, dari 1,9 triliun itu Rp 1,6 triliun digunakan membayar biji timah ke para penambang yang ditunjuk PT Timah, yang mengelola bukan Robert Indarto
"Lalu timahnya disetorkan ke PT Timah sebanyak 16,7 ribu ton. Itu nyata dan tidak fiktif. Jadi uang itu sebenarnya tidak dinikmati oleh Robert Indarto," katanya.
BACA JUGA:Sidang Tipikor Timah, 3 Mantan Kadis ESDM Babel Dituntut Berbeda, Amir Syahbana Paling Berat
BACA JUGA:Sprindik Baru Tipikor Tata Niaga Timah, Menyasar Peran Office Boy?
Selain itu, kata Handika, senilai Rp 300 miliar digunakan PT SBS untuk biaya pengolahan biji timah sebanyak 16,7 ribu ton milik PT Timah, membayar CSR yang dikelola Harvey Moeis Rp 64 miliar.
"Lalu uang lebihnya itu digunakan untuk keperluan perusahaan. Adapun hasil pengelolaan oleh PT SBS sebanyak 9,2 ribu ton balok timah sudah diserahkan ke PT Timah, jadi di mana rugi nya PT Timah, “ ujarnya.
Handika juga protes karena perusahaan kliennya yaitu PT SBS dibebani dengan biaya kerusakan lingkungan Rp 23 Triliun, padahal kata Handika, kliennya tidak melakukan penambangan timah dimanapun
"Itu harusnya dibebankan kepada mitra tambang, masyarakat dan PT Timah yang aktif melakukan penambangan. Aturannya kan seperti itu," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: