Memerangi Judi Online dan Pinjol Ilegal: Pentingnya Literasi dan Inklusi Keuangan Bagi Generasi Muda

Memerangi Judi Online dan Pinjol Ilegal: Pentingnya Literasi dan Inklusi Keuangan Bagi Generasi Muda

M. Makhdi --Foto: ist

Oleh : M.Makhdi

Sekretaris Dinas Perikanan, Mahasiswa MM UBB

__________________________________________

Belum genap sebulan Presiden Joko Widodo membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online, yaitu pada tanggal 14 April 2024 melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring, sebagai langkah memberantas praktik judi online di Indonesia dan bentuk perhatian khusus pemerintahan kepada kasus praktik ilegal yang sudah memakan banyak korban.

Mengatasi Judi online (Judol) dan pinjaman online ilegal (pinjol) haruslah komprehensif dan tidak bisa setengah-setengah atau melenceng dari fokus utama, dimana misalnya pelaku Judi online malah diberi bantuan sosial (bansos) atau Bandar Judol hanya dikenakan sanksi tindak pidana ringan (tipiring), dan ini juga dilakukan untuk mencegah agar tidak terulang gegara Judi Online suami dibakar istri, Oknum aparat gelapkan dana negara untuk Judi Online, atau satu keluarga ketakutan karena diteror Debt Collector Pinjol Ilegal dan Judol.

Mengutip arahan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy setidaknya Pemerintah memiliki tiga skema untuk memberantas judol di Indonesia. Pertama, berkaitan dengan pencegahan. Hal ini dapat dilakukan dengan memblokir semua situs judol, Kedua, berkaitan dengan penindakan, yakni dengan menangkap dan menghukum pelaku hingga bandar. Ketiga, rehabilitasi korban judol.

BACA JUGA: MENGAPA NEGARA GAGAL?

BACA JUGA:MANUSIA & KEHIDUPAN YANG KLISE

Pentingnya literasi dan inklusi keuangan bagi Generasi Muda 

Berkaitan dengan pencegahan Judol dan pinjol ilegal, penting mendorong literasi dan inklusi keuangan bagi masyarakat terutama kalangan anak muda (Gen Z dan Milenial) menurut hasil Sensus Penduduk 2020, Gen Z dan Milenial adalah dua kelompok usia yang paling dominan di Indonesia.

Dari total 270,2 juta penduduk Indonesia yang tercatat dalam Sensus 2020, sekitar 71,5 juta di antaranya adalah Gen Z. Angka ini setara dengan 26,46 persen dari seluruh populasi Indonesia. Di posisi berikutnya adalah kelompok Milenial yang jumlahnya mencapai 69,7 juta jiwa, atau 25,8 persen dari populasi, dan apabila digabungkan menjadi 141,2 juta atau 52,26 persen dari populasi.

Data tersebut menggambarkan Indonesia mengalami Bonus demografi dimana kondisi Indonesia mengalami peningkatan proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif (anak-anak dan lansia). Kondisi ini dapat memberikan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi karena lebih banyak orang berada dalam usia kerja produktif, yang idealnya dapat meningkatkan output ekonomi dan tabungan nasional.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam dokumen Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLIK) 2021-2025 menunjukkan adanya kesenjangan literasi keuangan di antara kelompok umur yang berbeda. Berdasarkan SNLIK 2019, indeks literasi keuangan untuk kelompok usia 15-17 tahun hanya mencapai 15,92 persen, sedangkan untuk kelompok usia 18-25 tahun mencapai 44,04 persen dan kelompok usia 26-35 tahun mencapai 47,98 persen. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan periode SNLIK 2016, tingkat literasi keuangan di kalangan anak muda masih relatif rendah.

BACA JUGA:HANNAH ARENDT, UNTUK DEMOKRASI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: