RIMBAK, REBAK, PEMITAK, KUBAK, BEBAK DAN KELEKAK (Bagian Enam)
Akhmad Elvian-Dok-
Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan
Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
SELAIN dijadikan kubak lahan bekas ume juga digunakan masyarakat untuk menanam Lada dan Karet.
-----------------
ORIENTASI ekonomi rumah tangga masyarakat adalah pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Dalam situasi yang normal dengan jumlah penduduk relatif kecil dan lahan tersedia cukup luas, maka sistem ini cukup baik dipandang dari segi kelestarian alam maupun dari sudut pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Orang Bangka memiliki usaha yang lain yaitu kebun Lada dan Karet. Kebun Lada dan Karet merupakan pengembangan dari ume berpindah menjadi kebun milik pribadi. Hasil dari kegiatan bekebun Sahang (bertanam Lada) dan ngaret (menoreh getah) memungkinkan setiap keluarga dapat memperoleh uang tunai. Harga getah Karet dan Lada sangat fluktuatif dan ditentukan oleh perimbangan kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar pada tingkat regional. Bagi masyarakat yang menanam Lada dan Karet sangat membantu karena disaat harga Lada meningkat mereka tidak menyadap Karet dan apabila harga Lada murah, maka masyarakat kembali menyadap Karet.
Tanaman Lada dan Karet sudah lama dikenal oleh petani, tidak diketahui secara pasti kapan pertama kali Lada dan Karet mulai ditanam di wilayah ini. Orang-orang tua bercerita semenjak kecil mereka sudah biasa menyadap getah karet dan menanam Lada. Pada abad 15 Portugis menguasai Malaka dan Goa sebagai pusat perdagangan, seiring dengan itu tanaman Lada secara alamiah mulai berkembangan ke daerah Banten, Lampung, Kalimantan, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Wiwik dkk, 2008;105). Berdasarkan catatan sejarah, pemerintah Kolonial Belanda melalui kongsi dagangnya VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie), menguasai pulau Bangka karena ingin merebut dan menguasai langsung jalur perniagaan Timah dan Lada serta ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari dua komoditas perniagaan tersebut.
BACA JUGA:RIMBAK, REBAK, PEMITAK, KUBAK, BEBAK DAN KELEKAK (Bagian Dua)
Kongsi dagang Belanda, VOC sebelumnya hanya memperoleh hak monopoli pembelian terhadap Timah dan Lada dari Sultan Palembang (antara Palembang dan Batavia terjadi ikatan perjanjian perdagangan lada pada tahun 1642 kemudian ikatan tersebut mengalami perluasan di bidang perdagangan Timah pada tahun 1710) (Alfiah dkk, 1983;22). Sultan Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Susuhunan Abdurrahman juga mewajibkan pada setiap wilayah kekuasaannya baik wilayah sikap dan kepungutan untuk menanam Lada, termasuk di wilayah Sindang yang berstatus merdeka yaitu pulau Bangka. Pada tanggal 13 Februari 1682 Masehi, Pangeran Aria, putera sultan Abdurrahman mendirikan Benteng di Bangkakota, di sungai bernama sama, dengan satu unit pasukan dari Makassar. Pembangunan Benteng ini terutama bertujuan untuk mengamankan jalur sempit pelayaran dan perdagangan Lada di Selat Bangka yang terletak dekat dengan Bangkakota (Dagh-Register, 1682 Vol.I, hal. 169). Pembangunan benteng ini ditentang VOC karena monopoli perdagangan Lada sangat penting dilakukan VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) karena harga dan permintaan terhadap komoditas Lada sangat tinggi di Eropa, di samping itu suplai Lada di Eropa sering tidak lancar, bahkan Portugis pada sekitar abad XVI yang mendominasi perdagangan rempah-rempah dunia memindahkan jalur distribusi Lada di Eropa tidak lagi melewati kota Antwerp di negeri Belanda (Elvian, 2019;62)
BACA JUGA:RIMBAK, REBAK, PEMITAK, KUBAK, BEBAK DAN KELEKAK (Bagian Dua)
Pekerjaan berkebun Lada dan menyadap getah Karet banyak menyerap tenaga kerja (pada saat harga Lada sangat tinggi di pasaran, para petani di Bangka banyak mendatangkan pekerja dari Pulau Jawa dan Sumatera) dan pengerjaan biasanya dilakukan pada saat pekerjaan di ume sudah tidak begitu padat, terutama pada masa setelah menanam padi atau selama waktu menanti musim panen tiba. Kegiatan bertanam Lada dan menyadap Karet dilakukan oleh keluarga dimulai pada jam 5 pagi (setelah sholat Subuh) dan selesai sekitar jam 11 siang. Ume, kebun Lada dan kebun Karet masyarakat, kebanyakan letaknya relatif jauh dari perkampungan. Perjalanan ke ume merupakan hal yang biasa dilakukan penduduk setiap pagi hari. Akibat lokasi ume selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, maka semakin lama lokasi ume petani akan semakin jauh dari lokasi tempat mereka tinggal. Namun demikian lokasi ume tersebut kebanyakan tidak terlalu jauh dari lokasi ume sebelumnya. Hal ini disebabkan atas beberapa pertimbangan, yaitu jika para peladang tersebut telah membuat pondok di ume, maka peladang tersebut akan dapat menggunakan kembali pondok tersebut. Pertimbangan lainnya jika peladang membuat ume baru yang dekat dengan ume sebelumnya yang telah menjadi kubak, maka berbagai tanaman holtikultura yang sudah ditanam seperti ubi, pisang, pepaya dan lainnya yang masih tumbuh di ume lama setelah beberapa bulan ditinggalkan hasilnya masih dapat dipetik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: