Urgensi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana Pasca KUHP Baru Indonesia

Urgensi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana Pasca KUHP Baru Indonesia

Aldy Christian Tarigan--Ist

Oleh: Aldy Christian Tarigan

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

PADA hukum pidana ada 2 kitab undang undang yang sangat penting yaitu, kitab undang undang hukum pidana (KUHP) yang mengakomodir terkait sanksi pidana yang diterapkan kepada pelaku tindak pidana dan selanjutnya Kitab Undang Undang Hukum Acara pidana (KUHAP) yang mengatur terkait proses penanganan kasus yang mecakup tindakan pidana seperti proses penyidikan, penyelidikan dan pengadilan. Kedua kitab ini mempunyai hubungan yang sangat erat terkait sanksi dan proses penanganan kasus sehingga ketika membicarakan KUHP pasti membicarakan KUHAP juga.

Pada tahun 2022 Rancangan kitab undang undang hukum pidana (RKUHP) menjadi bahan pembicaraan hukum yang paling popular karena dengan adanya RKUHP berarti akan ada reformasi hukum pada hukum pidana yang menggantikn KUHP yang di lahirkan kolonial belanda yang selama ini telah di pakai Mulai pada tahun 1918 hingga indonesia merdekapun KUHP tersebut masih di adopsi. Sampai pada tanggal 6 desember 2022 telah disahkan lah RKUHP yang pada awal tahun 2023 menjadi Undang undang No. 1 tahun 2023 yang akan berlaku setelah 3 tahun, tepatnya pada 2 januari 2026.

BACA JUGA:Dampak Penggunaan Handphone Bagi Remaja Era Modern

Lalu bagaimanakah RKUHAP kita? Ini tentu menjadi salah satu urgensi kita pasca KUHP terbaru lahir dan disahkan. Pada dasarnya RUU KUHAP ini sangatlah penting untuk mendorong terlaksanakannya sebuah proses penanganan kasus pidana yang memberikan akuntanbel, keterbukaan, dan menjamin hak tersangka, terdakwa, saksi dan para Korban sehingga memberikan keseimbangan perlindungan antara kepentingan maupun kepentingan individu termasuk kepentingan Negara dan masyarakat.

Saat ini terdapat beberapa isu yang menjadi perhatian pada KUHAP yang berlaku yaitu: 1) tidak adanya system pengawasaan; 2) Penggunaan upaya paksa penahanan yang berlebihan; 3) mekanisme perlindungan korban yang tidak jelas; 4) tidak sesuai pada zaman yang moderen saat ini salah satunya adalah tidak ada pengaturan terkait bukti elektronik dan Proses yang di lakukan digital seperti saat pandemi Covid-19 yang membuat persidangan dilakukan melalui jarak jauh melalui zoom meeting atau naplikasi lainnya.

BACA JUGA:Dampak Eksistensi Toko Online Terhadap Pedagang BTC Pangkalpinang

Urgensi RKUHAP ini ada karena pengaturan mengenai system peradilan pidana di atur juga dalam KUHAP tidak konsisten dan tak bisa menyesuaikan pada masa saat ini sehingga RKUHAP ini diajukan untuk menjadi Prolegnas Prioritas DPR. Rancangan KUHAP ini juga dibuat agar adanya pencegahan terkait kesewenangan aparat penegak hukum yang makin menjadi permasalahaan yang signifikan. Secara filosofi seharusnya KUHAP bukan untuk memproses tersangka tetapi untuk pencegahaan tindakan para penegak hukum yang di khawatirkan akan sewenang-wenang yang pada keadaan sekarang sering terjadi kesewenangan yang di lakukan para aparat penegak hukum baik pada tingkat pengadilan atau bahkan sebelum kasus tersebut masuk ke pengadilan. Sebelumnya juga DPR akhirnya mencapai kesepakatan yang menjadi sahnya RKUHP menjadi KUHP baru, bahkan ketua MPR RI ada kesepakataan informal dengan Komisi III untuk menerima berbagai masukan terkait adanya rancangan KUHAP.

BACA JUGA:SDM Pendidikan dan Tantangan Globalisasi Masa Depan

Pada akhirnya Ketika KUHP kita direformasi kearah yang lebih humanis maka KUHAP haruslah menjadi pondasi terjalannya hukum yang humanis. Inilah mengapa RKUHAP harus segera dirancang karena banyak perubahaan zaman yang membuat hukum itu terus dan haruslah menyesuaikan zaman yang ada. Seperti adagium yang mengatakan Het recht hink achter de feiten aan yang bermakna "Hukum senantiasa tertatih-tatih mengejar perubahan zaman”, dan akhirnya hukum acara pidana haruslah direfomasi ke arah yang lebih baik. Contohnya pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) yang berlaku saat ini, ketentuan tentang alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat (1). Menurut pasal tersebut, alat bukti yang sah mencakup keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Namun dalam Rancangan KUHAP terbaru, terdapat Pembaruan alat bukti yang sah. Pasal 175 ayat (1) Rancangan KUHAP berbunyi: “Alat bukti yang sah mencakup: (a) barang bukti; (b) surat-surat; (c) bukti elektronik; (d) keterangan seorang ahli; (e) keterangan seorang saksi; (f) keterangan terdakwa; dan (g) pengamatan hakim. Yang mana RKUHAP sangatlah mengakomodir perkembangan teknologi yang ada dan polarisasi kejahatan yang timbul dari teknologi tersebut.

BACA JUGA:Pentingnya Sumber Daya Manusia dalam Pengembangan Organisasi di Era Digitalisasi

Pada KUHAP yang berlaku saat ini hakim dianggap sebagai bouche de la loi atau hakim sebagai corong undang-undang. Hakim hanyalah pelaksana undang-undang pada tugasnya. Namun dalam perkembangannya hakim lebih leluasa untuk menafsirkan undang-undang yan ada sehingga undang undang tersebut dapat di tafsirkan melalui sudut pandang yang adil.

Banyak kasus, hakim-hakim yang menggunakan kacamata hukum positif semata, gagal membuktikan dakwaan penuntut umum gara-gara alat buktinya dirasa kurang. Dalam RUU KUHAP, pengamatan hakim terhadap diri terdakwa bisa menjadi salah satu alat bukti yang sah dan melengkapi alat bukti lainnya. Jika KUHAP yang sekarang ada lima alat bukti, dalam RUU KUHAP disebutkan ada tujuh alat bukti yang ada agar terjaminnya penegakan hukum yang berkeadilanndalam prosesnya penyusunan RKUHAP juga akan membutuhkan keterlibatan berbagai kalangan. Tak hanya kalangan akademisi dan lembaga bersangkutan. Tapi, seluruh elemen masyarakat yang memilikii pengalamannya saat berhadapan dengan hukum untuk dikumpulkan berbagai masukan dan pengalaman dalam penyusunan dan pembentukan KUHAP baru. pada RKUHAP mencakup berbagai hal yang sebelumnya tidak ada pada KUHAP saat ini termasuk penguatan hak-hak tersangka/terdakwa, korban tindak pidana. Tak kalah penting, mempromosikan ke masyarakat soal pentingnya pembaharuan hukum acara pidana. Termasuk sejumlah pasal-pasal terkait dengan kepentingan hak asasi manusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: