Ngembaruk "Murok Jerami"
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-
Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia
TANAMAN Padi sebagai bahan kebutuhan pokok, sumber pangan memiliki peran sentral dalam kehidupan masyarakat Bangka. Ketersediaan Padi dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi bahkan politik.
Misalnya setelah perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir pada tahun 1851, rakyat Bangka terancam kelaparan karena banyak ladang ume yang terlantar dan ditinggalkan akibat perang, sementara gudang gudang pangan atau gudang padi milik pemerintah stoknya semakin terbatas dan menipis, sehingga pemerintah Hindia Belanda harus membuat kebijakan untuk melakukan ujicoba penanaman Padi sawah dengan sistem pengairan seperti yang dilakukan di Pasir Padi di distrik Pangkalpinang dan di Kebon Jati di distrik Mentok. Kebijakan tersebut kemudian dilanjutkan pada masa Residen Bangka, AJN Engelenberg pada Tahun 1913-1918 dengan dibantu Demang Raden Ahmad dibukalah sawah sawah baru sebagai sumber cadangan pangan seperti di wilayah Namang, Belilik dan pada kampung kampung di wilayah bagian lain di distrik distrik yang ada di pulau Bangka.
Akan tetapi sistem persawahan yang dibangun Belanda tidaklah meninggalkan jejak tradisi dan budaya sebagaimana penanaman Padi dengan sistem berladang atau berume yang merupakan kemahiran bercocok tanam dari asal muasal pribumi Bangka yaitu bangsa Deutro Melayu melalui pesebaran ke Kepulauan Bangka Belitung sejak 1500-500 Tahun Sebelum Masehi dan mereka kemudian dikenal dengan sebutan Bangkanese Urang Darat dan Urang Laut, misalnya urang Mapor, urang Jering, urang Mengkanau dan sebagainya adalah Urang Darat pribumi Bangka.
Begitu pentingnya tanaman Padi bagi kehidupan masyarakat Bangka, sehingga masa berladang atau berume, mulai dari masa mencari lahan, membuka lahan, masa tanam, pertumbuhan, masa pemeliharaan dan masa saat panen padi dan pasca panen Padi ditandai dengan berbagai ritus, upacara dan berbagai tatacara perlakuannya dan kemudian menjadi wahana penting dalam berbagai aspek dan interaksi sosial dan budaya masyarakat.
Salah satu tahapan penting dalam proses atau daur kegiatan berladang atau berume yang menghasilkan Padi adalah tahapan panen Padi atau Ngetem Padi atau ada beberapa daerah di pulau bangka yang menyebutnya dengan Nuai Padi.
Masa Panen Padi adalah masa yang menggembirakan atau masa suka cita, karena merupakan masa yang ditunggu tunggu serta merupakan puncak keberhasilan dari proses tahapan berladang atau berume.
Keberhasilan panen padi menjadi penting karena padi merupakan sumber pangan utama untuk kehidupan selama satu Tahun dan kemudian daur perladangan atau berume berulang kembali.
Setiap keluarga batih monogami di pulau Bangka biasanya melaksanakan pertanian Padi secara beume pada lahan seluas antara 8-16 petak (2-4 ha) pada saat satu kali musim tanam. Berbagai macam istilah upacara panen Padi atau ngetem Padi di pulau Bangka yaitu Ngembaruk, Ceriak Nerang, Maras Taun. Nujuh Jerami dan Murok Jerami.
Upacara panen Padi secara umum hampir sama terkait pada kepercayaan untuk menjaga semangat padi, kekeluargaan dan gotong royong yang kental apakah dalam bentuk Besao, beganjal atau saling tulong mengerjakan ngetem padi, nutuk padi kemudian besilor atau bertukar padi dan bibit serta berbagai macam bentuk kearifan lokal ditampilkan yang bercirikan wilayah komunitas setempat.
Biasanya selalu diakhiri dengan makan nasi baru petik pertama melalui ritual nganggung sedulang cerak dan sedulang ketan.
Secara umum, bila padi telah siap untuk dipanen, maka dalam rangka menghadapi panen atau yang disebut ngetem atau nuai padi, segera harus dipersiapkan pelanter atau pelataran, lanting lesung, penjaga semangat padi, terdiri dari buah limau antu (jeruk hantu) yang ditusuk dengan paku besar dan dioles dengan kapur sirih.
Kemudian disiapkan pula kiding terbuat dari pelepah mengkuang (pandan hutan) yang berfungsi sebagai wadah, penggunaannya biasanya diikat dipinggang dan bila isi kiding telah penuh biasanya dipindahkan ke dalam kiding besar yang disebut tuluk serta disiapkan tikar dari pelepah mengkuang, untuk mengirik dan menjemur padi.
Kegiatan mutik padi atau ngetem adalah masa yang sangat menggembirakan karena jerih payah yang dilakukan mulai dari nyarik hutan sampai kepada ngetem telah dilalui dengan perjuangan yang berat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: