Di Restoran, Warung Nasi & Kenceng Nasi

Di Restoran, Warung   Nasi & Kenceng Nasi

Mungkin Gubernur Rustam Effendi saat itu kurang gigih?

 

Awak media saat itu menjadi saksi bagaimana Rustam Effendi berupaya menggokkan WPR tersebut.  Karena bagaimana pun posisi saat itu, bukan hanya soal legalitas rakyat bisa amenambang, Rustam secara politis juga punya kepentingan.  Sekiranya program WPR saat itu berhasil ia gol-kan, itu adalah poin plus terbaik, karena saat itu tahun terakhir ia menjabat, lalu masuk ke Pilkada dan Rustam menjadi salah satu kandidat Cagub.

 

Secara politis, suara rakyat langsung yang hidup dari tambang di Babel ini tentu sangat signifikan.  Juga secara tidak langsung, mempengaruhi ekonomi Babel secara keseluruhan.  Efek domino pertambangan tentu sudah dirasakan oleh rakyat daerah ini.  Dan itu sangat mempengaruhi Pemilu dan Pilkada.

 

***

 

SAAT ini, ribuan penambang rakyat terhenti menunggu legalitas.  

 

Pertanyaannya sampai kapan?

 

Ketika smelter berhenti beroperasi, maka yang terhenti para pekerja dan pengusaha.  Pengusaha susah, namun susahnya pengusaha masih makan di restoran 'memikirkan kesusahannya'.  Lalu, para pekerjanya bagaimana?  Oh, itu resiko pengusaha?

 

Kolektor berhenti dan tak berani membeli timah rakyat, karena legalitas sang kolektor juga harus ada.  Yah, sesusah-susahnya sang kolektor, ia masih bisa ke 'warung nasi' memikirkan 'kesusahannya'.  Paling beberapa bukan ke depan hidup dari 'makan modal'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: