Tiko, Tauke, Kapthai Sampai Kapitan (Bagian Dua)

Tiko, Tauke, Kapthai Sampai Kapitan (Bagian Dua)

Oleh: Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan --

PADA masa setelah keluarnya Tin Reglement Tahun 1918 oleh pemerintah Hindia Belanda yang melarang Tambang Timah Partikelir atau swasta beroperasi dan seluruh Penambangan Timah di pulau Bangka dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda berada di bawah dan diatur langsung oleh residen beserta kepala kepala distrik pemerintahan yang sekaligus juga merangkap sebagai kepala pertambangan. 

Para Kepala Kongsi penambangan Timah yang awalnya dipanggil Tiko atau Taiko atau Tauke yang berarti saudara tua atau kapthai diubah status dan namanya dengan jabatan dan pangkat kehormatan (titulair) yang disebut dengan kapitan.

Para kapitan memiliki kekuasaan atau otoritas yang besar dibidang ekonomi, politik dan hukum atas orang orang Tionghoa pekerja tambang Timah di pulau Bangka. 

Para Kapitan kemudian dipercaya oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengelola tambang dan mengorganisir pekerja tambang Timah Cina di pulau Bangka. 

Pemerintah Hindia Belanda mengangkat jabatan Kapitan Cina  titulair yang secara keseluruhan disebut Chinese Officieren atau Opsir Tionghoa untuk membedakan dengan Kapitan Arab dan Kapitan India. 

Pangkat seorang kapitan ditentukan berdasarkan status ketuaan atau senioritas seseorang, prestasi dan kekuatan ekonomi serta politik perseorangan yang diakui di masyarakat serta kedudukan pangkat ditentukan juga berdasarkan pentingnya satu wilayah bagi pertambangan Timah. 

Institusi Kapitan Cina di pulau Bangka atau di Hindia Belanda secara keseluruhan terdiri atas Tiga pangkat yaitu Majoor, Kapitein dan Luitenant der Chinezen. 

Dalam catatan sejarah di pulau Bangka, terdapat beberapa orang Majoor berkedudukan di Mentok dan Pangkalpinang serta beberapa orang Luitenant dan Kapitein di Belinju, Sungailiat, dan Merawang serta di wilayah administrasi pertambangan Timah lainnya di pulau Bangka. 

Setidaknya pada sekitar antara Tahun 1848-1851 Masehi terdapat sekitar 250 Tambang Timah dan 5000 pekerja tambang Timah Cina yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda dan dikoordinir oleh para Kapitan Cina.

Peran para kapitan Cina di pulau Bangka sangat besar termasuklah pada saat perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir (Tahun 1848-1851 Masehi). 

Para Kapitan Cina yang ada di Bangka kiprahnya pada saat perlawanan Rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir berbeda-beda, ada yang membantu Depati Amir dan rakyat Bangka, ada yang berpihak kepada pemerintah Hindia Belanda dan ada yang bersikap netral. 

Bantuan terhadap pasukan Depati Amir datang dari kepala-kepala parit penambangan Timah berupa senjata dan mesiu yang dibeli dari Singapura. 

Bantuan senjata dan mesiu terutama datang dari orang-orang Cina seperti Bun A Tjong kepala parit kampung Air Duren, Ho Tjing kepala parit Seruk, Tjin Sie kepala parit Singli Bawah, Kai Sam dan Ko Su Sui. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: