SEKOLAH RAKYAT: LANGKAH MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN

Sarif --Foto: ist
Dengan adanya stigma negatif atau pelabelan seperti di atas, Disinilah para guru dan pengasuh Sekolah Rakyat harus dapat membangun psikologis anak bermental baja dan siap distigmatisasi serta mengubah mindseat para siswanya bahwa label “Sekolah Rakyat” adalah sekolah penuh harapan dan tercapainya cita-cita. Hal seperti ini dilakukan setiap hari selama mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat.
Anak-anak yang memiliki mindseat yang bagus, mereka akan menerima dan terus berjuang untuk meraih cita-citanya. Pada akhirnya tidak ada anak-anak yang terlunta-lunta dijalan raya dan tempat umum. Bahkan dengan mindseat yang baik pula tidak ada anak-anak yang melakukan pernikahan dini. Sebab jika ada anak-anak yang melakukan pernikahan dini pastinya sedikit banyak akan melahirkan kemiskinan baru.
BACA JUGA:Bukan Deep Learning, Pendidikan Indonesia Butuh Perbaikan Supervisi dan Kompensasi
BACA JUGA:Transformasi Ekonomi Bangka Belitung
Suksesnya Program Sekolah Rakyat yang dapat memutuskan rantai kemiskinan bahkan stigma negatif bagi anak didiknya bukan satu atau dua orang saja. Tapi semua dari kita yang memiliki peran dan fungsi masing-masing. Oleh karena itu, maka perlu kerjasama semua masyarakat, pemerintah dan orang tua untuk mendukung dan membangun karakter anaknya.
Dengan adanya program Sekolah Rakyat tidak hanya beban yang terangkat seperti biaya buku, pensil, biaya seragam, uang jajan yang dulu ditanggung keluarga sendiri dengan ekonomi terbatas kini ditanggung oleh negara. Sekolah Rakyat juga memiliki harapan yang dapat melahirkan lulusan yang berakhlaq mulia, jenius, ahli teknologi, Tangguh mentalnya dan kuat karakternya. Selain itu, juga menghasilkan para pemimpin-pemimpin bangsa yang amanah, tegas, dan berani menegakkan kebenaran.
BACA JUGA:Menggugat Republik: Mana Yang Layak Sejahtera, Antara Guru-Guru Honorer atau Birokrat dan Oligarki?
BACA JUGA:KEMUNAFIKAN DAN WAJAH GANDA DALAM POLITIK
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: