Perlu Mahkamah Etik, untuk atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara
FGD Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara yang Digelar BPIP.--Foto: ist
Dalam kegiatan yang mengundang sejumlah pakar, peneliti, guru besar, tokoh agama dan ahli etika, mantan Gubernur Lemhanas ini menyampaikan, cita-cita saat reformasi adalah demokrasi yang matang. Dibutuhkan konsistensi untuk mencapai demokrasi yang matang.
“Saat ini kita (Indonesia) mengalami segregasi demokrasi antara lain karena regulasi yang dibuat cenderung berbenturan,” terang pakar pertahanan ini.
Ia mencontohkan, proses Pilkada (pemilihan kepala daerah) regulasi yang dikeluarkan oleh tiga lembaga; Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), saling berbenturan. Hal ini mendorong respon elemen masyarakat dan mahasiswa berunjuk rasa, turun ke jalan, mengawal putusan MK yang bersifat final dan mengikat.
“Presiden sendiri menyampaikan bahwa ada kewenangan-kewenangan yang digunakan lembaga negara dalam membuat regulasi, di situ seolah-olah kita tidak memiliki patokan,” ucapnya.
BACA JUGA:BPIP Gandeng Pemkab Klaten dan Universitas Diponegoro Kuatkan Ideologi Pancasila
BACA JUGA:Kepala BPIP Sambut Iringan Duplikat Bendera Pusaka dan Teks Proklamasi di Kaltim
Jika etika adalah sebuah kunci, Andi menyebut etika harus menjelma jadi regulasi-regulasi positif.
Saat ini, Andi mengatakan kepentingan pragmatis oleh kelompok tertentu cenderung mendominasi. Sehingga ketika ada akumulasi kekuatan dalam konfigurasi politik terutama di parlemen memunculkan interprestasi yang bertentangan dengan apa yang disepakati sebelumnya.
Lebih lanjut Andi mengatakan, mundurnya etika penyelenggara bukanlah suatu hal baru yang dialami oleh sebuah negara. Andi mencontohkan kejadian serupa terjadi di Arab Spring, Tunisia, Mesir, Libya.
“Dan berturut-turut dilihat di Srilanka dan Bangladesh. Akhirnya ada kesadaran organik, moral dan etika yang muncul dari rakyat. Dan itu yang kemarin terlihat terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah lain,” ujarnya. Juga mendukung apa yang dilakukan oleh BPIP dalam membangun kesadaran Bersama untuk kembali kepada etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kuncinya cuma satu yaitu mencari kembali titik moral dan etika yang kemudian dipandu oleh konstitusi dan regulasi positif,” jelas Andi .
Selain itu, menurut Andi, masyarakat perlu memahami transisi generasi politik dari era pendiri bangsa yang memiliki kesadaran kuat akan nasionalisme. sementara faktanya, jauh berbeda dengan napa yang terjadi saat ini. Meksi begitu, Andi menilai generasi muda saat ini mulai mendesak agar kembali ke etika dan moral meskipun tidak mengalami era reformasi 1998 lalu.
Hal sama dikatakan Ikrar Nusa Bhakti. Menurutnya etika dalam politik dan hukum saat ini mengalami degradasi yang sangat besar. Dirinya menunjukkan rencana perubahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan adanya kepentingan politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: