Manusia dan Masa Depan Ekonomi Hijau Biru di Bangka Belitung

Manusia dan Masa Depan Ekonomi Hijau Biru di Bangka Belitung

M. Makhdi --Foto: ist

Kepemimpinan adat di Bangka Belitung juga mencerminkan semangat partisipatif. Pemimpin adat dipilih melalui musyawarah bersama dan bertindak sebagai mediator, bukan pemegang kekuasaan absolut. Setiap keputusan yang diambil melalui musyawarah melibatkan berbagai pihak, sehingga setiap anggota masyarakat merasa memiliki andil dalam kebijakan yang dibuat.

Ketiga, Agama sebagai Perekat Sosial dan Warisan Kolonialisme yang Terbatas, Agama Islam, yang dianut mayoritas masyarakat Bangka Belitung, memperkuat prinsip egalitarian dan kebersamaan. Nilai-nilai dalam ajaran Islam, seperti keadilan dan musyawarah, menjadi pedoman dalam membangun hubungan sosial yang harmonis. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip kesetaraan tercermin dalam pelaksanaan ritual keagamaan maupun kegiatan sosial.Meskipun Bangka Belitung pernah berada di bawah pengaruh kolonial Belanda, karakter egalitarian masyarakat tidak banyak tergerus, Hal ini membuat Bangka Belitung mampu mempertahankan identitas sosial dan budayanya di tengah dinamika sejarah yang berubah.

Dengan perpaduan antara kearifan lokal, nilai budaya, dan pendidikan berkelanjutan, Bangka Belitung memiliki peluang besar untuk menjadi model pengembangan SDM dalam sektor hijau dan biru. Transformasi ini bukan hanya tentang ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga jati diri budaya sekaligus membuka jalan bagi masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

BACA JUGA:POLITISI LELUCON, KOMEDIAN POLITISI

BACA JUGA:Pentingnya pendidikan Pancasila

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: