Soal Polemik Pembangunan STIAKIN, Kemenag Babel Akan Sosialiasi Lagi di Tiga Kelurahan

Soal Polemik Pembangunan STIAKIN, Kemenag Babel Akan Sosialiasi Lagi di Tiga Kelurahan

Firmantasi --

BACA JUGA:Nyambi Jadi Kurir Sabu, Petani Padang Baru Diciduk Polisi

Tentunya, lanjut Firmantasi, hal itu menimbulkan pro dan kontra dari setiap lapisan masyarakat. Menurutnya, ada beberapa alasan pihak yang mendukung pendirian perguruan tinggi ini dilatarbelakangi pentingnya kesetaraan dalam akses pendidikan bagi kelompok agama. 

Hal ini, dikatakannya, merupakan langkah penting untuk memperkuat identitas dan warisan budaya Konghucu di Indonesia. 

Selain itu, tambah Firmantasi, perguruan tinggi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas pendidikan di Bangka Belitung.

BACA JUGA:Lestarikan Cagar Budaya, Dandim Basel Bersama Forkopimda Bersihkan Benteng Toboali

"Saat ini, sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga menengah di wilayah Bangka Belitung mengalami kekurangan guru agama Konghucu. Hal ini berdampak pada kualitas pendidikan dan pengajaran nilai-nilai moral serta etika Konghucu yang tidak optimal. Kekurangan tenaga pendidik agama Konghucu juga menghambat perkembangan spiritual dan karakter siswa yang beragama Konghucu," terangnya. 

Lebih dari itu, kata Firmantasi, pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, kebutuhan akan tenaga pendidik yang kompeten dan berkualitas dalam pendidikan agama Konghucu makin mendesak.

BACA JUGA:Lestarikan Cagar Budaya, Dandim Basel Bersama Forkopimda Bersihkan Benteng Toboali

"Sebaliknya, pihak yang menolak pembangunan ini berpendapat bahwa perguruan tinggi Konghucu mungkin akan memperkeruh hubungan antarumat beragama di Bangka Belitung sendiri. Ada kekhawatiran sebagian masyarakat akan adanya potensi segregasi dan diskriminasi berdasarkan agama dalam lingkungan pendidikan. Selain itu, beberapa alasan penolakan yaitu pendirian perguruan tinggi ini tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal yang lebih mendesak," katanya. 

Akan tetapi, menurut Firmantasi, kontroversi tersebut mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam mengelola keragaman di Indonesia. Di satu sisi, pembangunan perguruan tinggi Konghucu dapat menjadi simbol penting dari inklusi dan penghormatan terhadap keberagaman. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, ini juga akan berpotensi memperburuk ketegangan sosial dan budaya.

BACA JUGA:Seleksi Atlet Porwanas PWI Babel Dimulai, Puluhan Peserta Unjuk Skill

"Oleh karena itu, beberapa solusi diperlukan untuk menghindari kontroversi ini, di antaranya dilakukan dialog terbuka antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Dialog ini harus didasarkan pada prinsip saling menghormati dan mengakui hak setiap kelompok untuk mendapatkan pendidikan yang layak," tegas Firmantasi. 

Masih menurut Firmantasi, pemerintah termasuk Kementerian Agama di dalamnya akan melakukan pengawasan dan memastikan bahwa perguruan tinggi ini akan dikelola secara profesional dan sesuai dengan standar pendidikan nasional. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengawasan ketat untuk mencegah potensi diskriminasi dan memastikan integrasi yang harmonis dengan masyarakat lokal. 

BACA JUGA:Pesilat Asal Kabupaten Bangka Raih Emas di Asean University Games

"Pembangunan perguruan tinggi Konghucu di Bangka Belitung adalah isu yang kompleks dan sensitif. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang hati-hati dan inklusif untuk memastikan bahwa pendidikan dapat dinikmati oleh semua warga negara tanpa diskriminasi. Melalui dialog, pengawasan, dan edukasi yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil dan harmonis, serta menghormati keragaman budaya dan agama, yang pada akhirnya diharapkan akan memperkuat kerukunan dan memperkaya budaya bangsa," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: