KAMPUNG LIUKFUNTHEEUW ATAU LAKFOETOE

KAMPUNG LIUKFUNTHEEUW   ATAU LAKFOETOE

Akhmad Elvian--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP,ECH

Sejarawan dan Budayawan 

Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

 

BERDASARKAN Kaart van het Eiland Banka (cartographic material) volgens de topographische opneming in de jaaren 1852 tot 1855 yang diterbitkan di Batavia pada tahun 1856 Masehi, karya Letnan dua L. Ullman seorang ahli topografi bangsa Belanda, tercatat ada 15 kampung di Distrik Blinjoe. 

-----------------

KAMPUNG-kampung tersebut yaitu; kampung Blinjoe, Laut, Boekit, Bekam, Goenoeng Moeda, Telang, Ayer Abik, Pankal Mapor, Rieding Pandjang, Lakfoetoe, Riaun, Sekka Plaman dan Loemoet. Berdasarkan data pada peta tersebut terdapat satu nama kampung yang unik dan menggunakan bahasa Cina dialek Hakka yaitu kampung Lakfoetoe. Penamaan ini menunjukkan, bahwa banyaknya orang Cina Hakka di Kampung Distrik Blinjoe.  Dalam catatan Franz Epp, pada bukunya, Schilderungen aus Hollandisch-Ostinden, Heidelberg, J.C.B. Mohr, 1852, halaman 209 dijelaskan, bahwa jumlah penduduk di distrik Blinju pada tahun 1848 Masehi sejumlah 4384 orang yang tinggal di 25 kampung terdiri atas 1025 orang Pribumi Bangka, 189 orang Melayu dan 2270 orang China. Tampaknya jumlah penduduk orang Cina sangat besar di distrik Blinjoe meliputi 51,78 persen dari total penduduk di distrik Blinjoe atau meliputi 22,58 persen dari orang Cina yang tinggal di 8 distrik di pulau Bangka (sekitar 10.052 orang) pada sekitar tahun 1848 Masehi. Selanjutnya pada halaman 211 dalam buku yang sama, Franz Epp menguraikan, bahwa Blinjoe merupakan kampung besar Cina, memiliki 40 orang kuat mungkin yang dimaksudkan disini adalah pemilik kongsi penambangan Timah yang terletak di sekitar pantai Teluk Kelabat. Penduduk yang tinggal di distrik Blinju terdiri dari: 1019 penduduk tinggal di daerah Belinju, 729 penduduk tinggal di daerah Pandji, 919 penduduk tinggal di daerah Sikka (mungkin Sekah/k) dan yang tinggal di dekat tambang-tambang Timah sekitar 1717 penduduk. 

BACA JUGA:Penjara Negara (Standegevangenis)

Dalam kurun waktu sekitar 18 Tahun, (Franz Epp berada di Pulau Bangka sekitar Tahun 1836) hingga Tahun 1855 Masehi (ketika L. Ullman, menerbitkan peta) diketahui, bahwa ada selisih sekitar 10 kampung, kemungkinan besar kampung-kampung tersebut telah dipindahkan/disatukan oleh pemerintah kolonial Belanda sesuai dengan kebijakan yang dilakukan setelah perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir. 

BACA JUGA:KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Satu)

Berdasarkan Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1851, nomor 42 dijelaskan bahwa, terdapat Dua pertambangan besar milik pemerintah Hindia Belanda di pulau Bangka yaitu di lembah Lakfoetoe atau dalam beberapa literatur Belanda disebut Lafonteo (Hakka: Liukfuntheeuw) distrik Belinjoe dan di lembah Cengal distrik Merawang. Dalam catatan dijelaskan, bahwa hutan dan kayu di pulau Bangka persediaannya masih cukup besar kecuali di dekat Dua pertambangan besar di lembah Cengal distrik Merawang dan di lembah Lakfoetoe atau Lafonteo (Liukfuntheeuw) distrik Belinjoe. Pada dua lokasi tambang besar ini kayu menjadi sangat langka. Kebutuhan kayu dalam jumlah besar pada tambang-tambang timah memang sangat diperlukan terutama untuk pembuatan tempat tinggal kuli-kuli tambang (bedeng) atau “rumah Kepung”, untuk pembuatan pengayak pasir (Hakka:sakan) dan untuk pembuatan arang bagi keperluan pembakaran/peleburan timah. 

BACA JUGA:KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Dua)

Tekhnologi peleburan timah pada masa ini masih menggunakan Tanur Cina yang banyak menggunakan arang dari kayu sebagai bahan pembakar. Di samping persedian kayu yang menipis persediaan biji timah di dua lokasi tambangpun semakin menipis karena dieksploitasi selama beberapa tahun secara terus menerus sehingga pemerintah kolonial Belanda harus membuat kebijakan membuka parit-parit penambangan baru di berbagai distrik di pulau Bangka. Pemerintah kolonial Belanda mendirikan banyak  parit atau  tambang-tambang timah di tiap-tiap distrik yang ada di pulau Bangka. Untuk membedakan antara parit yang satu dengan yang lainnya dalam satu kawasan distrik, biasanya diberi nama (toponim) dengan hitungan angka seperti Parit 1, Parit 2, Parit 3 dan seterusnya sesuai dengan jumlah parit penambangan yang ada di distrik tersebut. Misalnya ada parit 46 di distrik Pangkalpinang yang dalam dialek Hakka disebut dengan Siliuk dan sekarang telah berkembang menjadi kampung Siluk/Silok, kemudian ada kampung Lokiufun (Tambang Sembilan Lama yang terletak di Tjengal di distrik Merawang), begitu juga dengan Parit Enam yang ada di distrik Belinjoe dalam dialek Hakka disebut Liukfuntheeuw. 

BACA JUGA: KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Tiga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: