Karakter Melayu di Politik Indonesia?

 Karakter Melayu di Politik Indonesia?

Syahril Sahidir--

Dengan perjalanan Pilpres dari sekian kali Pemilu itu, adalah sangat ironi jika dibuat seolah-olah ada oposisi yang nyata-nyata oposisi seperti Barat.  Karena bukan tidak mungkin setelah Pilpres digelar ada rekonsialiasi demi kepentingan pemrintahan di parlemen.  Meski ada saja partai yang tetap memilh berada di uar lingkar kekuaasaan dan tetap di oposisi, namun dengan menggunakan bahasa mantan Ketua MPR RI, Almarhum Taufiek Kiemas, sebagai 'penyeimbang'.

dari sekian kali Pilpres yang digelar itu, justru hawa politik yang cukup panas terasa di 2019.  Hal ini dapat dimaklumi, karena kandidat yang bertarung adalah kadidat yang juga bertarung 5 tahun sebelumnya, yaitu Joko Wido dan Prabowo Subianto.

Tapi, adakah yang mengira Prabowo jadi Menteri, sandiaga Uno jadi Menteri?

Sekali lagi, inilah warna politik Indonesia.

Pilpres 2024

Sekali lagi, kalau mau jujur, dan marilah kita jujur.  

BACA JUGA:Survey

Pola politik di Indonesia ini memang terbilang 'tidak biasa' dalam politik.  Namun sayangnya, media-media luar terutama media-media Barat kadang menyederhanakannya dengan memandang politik selalu pada porsi berlawanan, seolah hanya ada antara pemerintah dan oposisi.  Seperti negara-negara Barat umumnya.

Karakter politik Indonesia adalah karakter 'Biduk Lalu Kiambang Bertaut', karakter Melayu.  

Ketika dua atau 3 bocah bersaudara kandung bermain di halaman rumah, tiba-tiba mereka berkelahi mungkin karena berebut mainan, atau kalah dalam permainan.  Berkelahi, ada yang menangis, ada yang marah, ada yang diam saja?

Tapi, di tengah situasi itu, tiba-iba si ibu mereka memanggil karena sudah saat makan siang.  Ke 3 bocah yang tadi saling berlawanan tiba-tiba bareng-bareng naik ke rumah lewat pintu yang sama, menuju dapur, cuci tangan, lalu makan bareng.  Bahkan berbagi lauk pula?  Lho, kenapa begitu?

Nah, itulah politik Indonesia!

Hanya saja, kali ini uniknya --yang membedakan dengan yang sebelum-sebelumnya-- yaitu, sudah ada 2 partai yang semula bersama pemerintah-- tiba-tiba 'menyeberang' sendiri.  Sementara di posisi pemerintah sendiri saat ini ada 2 kandidat yang saling 'bersisian'.

BACA JUGA:Kalkulasi Pilpres

Jika yang ada di 'seberang' menyendiri jelas tak canggung untuk bertarung.  Tapi, yang berdiri 'bersisian' apakah mungkin bertarung tanggung, atau malah kepalang tanggung?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: