Tenun Cual Kriya Etnik Kagunan Bangka (Bagian Dua)
Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-
Sedangkan kriya modern yang lebih bersifat pragmatis bagi kepentingan hidup modern, dapat dikelompokkan antara lain dalam bentuk kriya kagunan (peralatan rumah tangga, peranti, perabotan, barang anyaman, gerabah dan tenun), dan kriya lengkapan (ornamen, asesoris, komponen bangunan, benda hias, benda seni dan lain-lain). Tenun Cual Bangka disamping memilki fungsi primer juga ke depan diharapkan dapat memilki fungsi sekunder serta merupakan kriya etnik nusantara yang dapat berkembang menjadi seni kriya modern.
Hampir setiap daerah yang berada di wilayah nusantara sebenarnya memiliki kekayaan tradisi kekriyaan yang sangat dipengaruhi oleh letak geografis, kondisi alam, karakteristik masyarakat sesuai etnisitas dengan warna budayanya masing-masing.
Demikian pula faktor sejarah pada kenyataannya telah mempengaruhi tradisi kekriyaan di suatu daerah, yang berbeda satu sama lain dan hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah tersebut dengan segala keunikan karya kriyanya sebagai bentuk kearifan lokal (local wisdom).
Tema dan simbol dalam kekriyaan sebagai karya seni pekembangannya semakin kompleks sesuai dengan kompleksitas persoalan yang ada di masyarakat, dan ini pun berdampak terhadap perkembangan estetik. Sebagai contoh dan gambaran misalnya kain Tenun Cual Motif Kembang Gajah.
Pada semak belukar di pulau Bangka, banyak tumbuh sejenis tumbuhan pokok renek yang disebut dengan Kembang Gajah, atau Malu-malu, atau dengan nama lain disebut Memalu, Rumput Rimau, Semalu atau sering juga disebut dengan Putri Malu. Dalam bahasa latin Kembang Gajah disebut mimosa pudica.
Kembang Gajah merupakan tanaman perdu pendek anggota suku polong-polongan dan mudah dikenal karena daun-daunnya yang dapat secara cepat menutup/layu dengan sendirinya saat disentuh atau memiliki kemampuan dalam melakukan gerak seismonasti (tigmonasti), yaitu jika daun tanaman disentuh, maka daun akan mengatupkan anak-anak daunnya.
Gerakan menguncup tanaman berfungsi untuk melindungi diri dari serangan hewan herbivora (pemakan tumbuhan) di sekitarnya. Kembang Gajah menjadi salah satu motif flora dalam Tenun Cual khas Bangka karena mengandung makna filosofi hidup, hasil kontemplasi perjalanan religi dan budaya penenunnya dan sebagai lambang identitas serta karakter budaya Bangka.
Makna filosofis motif tenun cual Kembang Gajah adalah, bahwa orang yang mengenakan busana motif Kembang Gajah merupakan orang yang pandai menjaga diri, melindungi diri dari hal-hal yang buruk atau negatif dalam tindak tanduk dan perbuatan kesehariannya, selalu introspeksi diri dalam segala tindakan dan perbuatannya, sehingga selalu sadar terhadap kekurangan diri yang harus diperbaiki serta memiliki pendirian yang kokoh dan kuat sebagaimana kuatnya akar Kembang Gajah.
Sangat disayangkan, bahwa hampir sebagian besar potensi kekriyaan termasuk kriya tenun Cual belum tertangani secara maksimal, mulai dari penggalian, pemanfaatan sampai pengembangannya, untuk itulah sebagai sebuah potensi yang terkait dengan komponen produk kepariwisataan dalam wujudnya sebagai cinderamata, kriya etnik dapat mengisi sekaligus memanfaatkan peluang yang sangat strategis ini.
Kepariwisataan, tidak hanya menyangkut industri jasa (service industry), tetapi juga menyangkut barang, artinya bila kita berbicara kepariwisataan yang sangat multidimensional dan multisektor serta interdependensi ini aktivitasnya bergerak dari hulu sampai ke hilir.
Pada masing-masing daerah biasanya memiliki wujud kebudayaan material yang sesungguhnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan sekaligus peningkatan kesejahteraan.
Banyak peluang kepariwisataan yang bersentuhan langsung dengan kebudayaan daerah dan saat ini tampaknya belum digali secara maksimal seperti tenun cual dari pulau Bangka.
Pengembangan Industri Cual sebagai sebuah proses mempertahankan tradisi dan sekaligus untuk kepentingan ekonomi sangat dipengaruhi oleh empat hal mendasar yaitu; pertama, adanya pengaruh pasar yang menuntut kualitas dan jenis karya yang sesuai dengan keinginan konsumen, terutama dari sisi harga, kedua merupakan akibat dari tumbuhnya industri kepariwisataan yang secara tidak langsung membuka peluang untuk memproduksi aneka cinderamata (souvenir) berbasis pada tenun Cual, serta dilatarbelakangi pula terbukanya lapangan kerja baru, ketiga adanya indikator yang bersifat kemudahan, yakni adanya piranti maupun bahan baku hasil pabrik dengan berbagai pilihan, dan keempat terkait dengan adanya kebijakan untuk mengorientasikan aset budaya sebagai bagian strategis dalam menghadapi persaingan global.
Dari empat hal di atas semakin jelas, bahwa pengembangan tradisi kekriyaan tenun Cual saat ini sudah berada di tengah persaingan global, untuk itu pengembangan secara terarah dan terpadu dalam satu Sentra Industri Rakyat semakin mendesak dilakukan.
Secara faktual produk-produk cinderamata kriya dari negara tetangga yang membanjiri pasaran dan diproduksi secara massal menjadi ancaman bagi produk lokal karena tampilan visual yang menarik, baik dari segi desain maupun bahan baku yang dijual dengan harga relatif lebih murah dengan kualitas yang tidak kalah bersaing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: