Tenun Cual Kriya Etnik Kagunan Bangka (Bagian Dua)

Tenun Cual Kriya Etnik Kagunan Bangka (Bagian Dua)

Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia

TENUN Cual berkembang di pulau Bangka seiring dengan situasi ketentraman dan ketertiban di masyarakat. 

Pada masa Inggris Tahun 1812-1816 Masehi, untuk menjaga ketentraman dan ketertiban di pulau Bangka, Residen Inggris untuk Palembang dan Bangka, Mayor M.H. Court membentuk “Pax Britanica”, melakukan tindakan politis yaitu menghapus jabatan tumenggung yang diangkat sebagai wakil sultan di wilayah Utara dan Barat pulau Bangka yang berkedudukan di Kota Mentok, dan kemudian juga menghapus kekuasaan pemerintahan Pangeran Adiwijaya sebagai wakil Sultan Palembang yang berkuasa atas wilayah di bagian Selatan pulau Bangka. Inggris juga mengundang kepala-kepala rakyat di pulau Bangka datang ke Mentok untuk menandatangani fakta tanda takluk dan patuh kepada Kerajaan Inggris.

Tindakan politis tersebut dilakukan Inggris untuk menghilangkan keterikatan sosiologis dan kultural antara pulau Bangka dengan Kesultanan Palembang Darussalam.

Di samping tindakan politis di atas, pemerintah kerajaan Inggris juga melakukan tindakan-tindakan militer dalam penguasaannya terhadap Duke of York’s Island (pulau Bangka) beserta dengan sumber-sumber kekayaannya.

Pemerintah Inggris melalui angkatan laut kerajaannya melakukan pemblokiran terhadap perairan pulau Bangka dengan alasan mengamankan perairan pulau Bangka dari perampok dan bajak laut.

Seorang peneliti Inggris  Horsfield dengan bangga menyatakan “alangkah bahagianya penduduk karena bisa tidur tenang tanpa takut terjadinya serangan perompak”, dan residen Inggris untuk Palembang dan Bangka M.H. Court hanya menyebutkan Satu atau Dua “peristiwa kecil” yang mengganggu seluruh priode pendudukan Inggris atau pulau Bangka dan pulau Belitung.

Seluruh kapal sekarang diharuskan meminta izin dari Inggris untuk mengunjungi pelabuhan, kecuali pelabuhan Mentok, dimana penguasa dapat mengawasi mereka.Dalam masa tenang dan damai tersebut industri Tenun Cual berkembang pesat di kampung kampung di ibukota Mentok.

Perkembangan Tenun cual kembali meredup seiring dengan terjadinya perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Bahrin Tahun 1819-1828 dan masa perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir Tahun 1948-1851.

Masa setelah pergolakan perlawanan rakyat Bangka dan suasana yang kembali tentram dan damai di masyarakat menyebabkan Tenun Cual Bangka kembali berkembang, khususnya di Kota Mentok. 

Kriya Tenun Cual adalah salah satu bentuk wujud kebudayaan yang intangible atau tak teraga dan tangible atau teraga. Disebut kriya intangible karena motif tenun cual lahir dari hasil produk pemikiran dan gagasan, mengandung makna filosofi hidup, hasil kontemplasi perjalanan religi dan budaya penenunnya dan sebagai lambang identitas serta karakter budaya masyarakat Bangka.

Sedangkan disebut kriya yang tangible karena kain tenun Cual sangat berwujud bentuk fhisik dan rupa keindahannya. Peran kekriyaan dalam kehidupan manusia erat kaitannya dengan kebiasaan budaya (cultural habits) dan aturan budaya (cultural law) komunitasnya.

Tradisi ini beranjak dari kebutuhan primer, sebagai kelengkapan aktivitas religius, magis dan mistik, kemudian tradisi kekriyaan berkembang menjadi kebutuhan sekunder, namun dalam arti luas karya kriya sangat berarti dan memiliki makna dalam menata lingkungan yang lebih baik, bahkan untuk mewujudkan ekspresi estetis atau cita-cita spiritual yang mengandung nilai-nilai norma universal.

Tradisi kekriyaan yang pada hakekatnya merupakan produk budaya material bermuatan estetis dalam perkembangannya mencakup dua jenis seni kriya, yakni seni kriya etnik nusantara dan seni kriya modern. Khusus untuk kriya etnik nusantara memiliki fungsi religius, untuk upacara, kepentingan magis dan untuk fetish.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: