Pembentukan Pangkalpinang (Bagian Satu)

Pembentukan Pangkalpinang (Bagian Satu)

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan

PEMBENTUKAN pangkal-pangkal di pulau Bangka dilakukan atas perintah Sultan Palembang, Susuhunan Sultan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo kepada Abang Pahang Tumenggung Dita Menggala di Mentok dan kepada para depati di pulau Bangka sejak pengangkatannya sebagai sultan Kesultanan Palembang Darussalam pada Tanggal 17 September 1757 Masehi atau bertepatan dengan Tanggal 3 Muharram 1171 Hijriyah.  

Atas perintah Sultan kepada Abang Pahang Tumenggung Dita Menggala dan kepada  Depati Panji berdirilah Pangkalpinang. Sebagai demang di Pangkal Pinang diangkatlah dari kerabat sultan dan salahsatu demang yang diangkat di Pangkal Pinang bernama Demang Jaya Layana yang pada waktu itu mengelola sekitar 7 tambang Timah dengan mempekerjakan sekitar 35 orang penambang dari Cina. Tujuh tambang Timah tersebut meliputi; Messu (Mesuk), Bakung, Kayu-Bessie (Kayubesi), Ayer-Mankok (Airmangkok), Bangkwang, Pangkul dan di wilayah dekat Sungi-Kurouw (sungai Kurau). 

Dalam perkembangan selanjutnya pada masa kekuasaan kerajaan Inggris di pulau Bangka (Tahun 1812-1816), berdasarkan laporan Thomas Horsfield, Report on the Island of Banka, Journal of the Indian Archipelago, Tahun 1848, halaman 797 dan 802, disebutkan telah berkembang sekitar 24 tambang di Pangkalpinang atau yang berada di distrik Pangkalpinang dalam wilayah divisi ketiga atau divisi Tenggara (In the South-east division).

Tambang-tambang kecil di distrik Pangkalpinang meliputi; Ayer-Mangkok, Krassak, Krassak-Ulu, Bakung-bawa, Tahapsawun, Bankwang, Henglie, Butshak, Tshuntshit, Samwey, Hunseng, Tshing-peng, Tshin, Kayu-hessie, Suymouw, Siema, Kwang-tsie, Bakung, Bulu, Ayer-Udang, Gomuru, Wang-sing, Pangkul, Sungai-kurouw.

Tambang tambang Timah di distrik Pangkalpinang yang berjumlah 24 tambang memperkerjakan sekitar 63 orang penambang (baik penambang pribumi Bangka maupun penambang orang-orang Tionghoa). Wilayah distrik Pangkalpinang walaupun sudah ditambang hampir 30 tahun lebih berturut-turut, maksudnya sudah ditambang sejak masa Sultan Ahmad Najamuddin I Adikesumo (Tahun 1757-1776 Masehi) dan pada masa Sultan Muhammad Bahauddin (Tahun 1776-1803 Masehi), wilayah ini masih kaya akan kandungan biji Timah. Wilayah distrik Pangkalpinang bila ditambang oleh orang yang cakap dengan pengawasan yang baik diperkirakan akan menghasilkan sekitar 4.000 batang logam Timah (ingot) pertahun.

Toponimi atau sejarah penamaan wilayah geografis Pangkalpinang secara historis dan filosofis menunjukkan arah cita-cita atau visi awal Pangkalpinang sejak didirikan. Pangkalpinang berasal dari kata generic “Pangkal” dan kata spesific “Pinang”. Pangkal dalam bahasa Melayu Bangka bermakna; pusat segala aktifitas dimulai, pelabuhan dan pusat pasar atau perniagaan, pusat distrik atau pusat pemerintahan.

Sementara itu kata “Pinang” (areca chatecu), adalah nama sejenis pohon palma yang multi fungsi dan endemik tumbuh di wilayah geografis saat awal pangkal didirikan. Dalam dialek Hakka, Pinang disebut Pinkong, yang secara harfiah bermakna: “Adil dan Merata untuk Masyarakat Umum”. 

Pada masa Sultan Muhammad Bahauddin (masa pemerintahan tahun 1776-1803 Masehi) yang menggantikan Sultan Ahmad Najamuddin I Adikesumo, Pangkalpinang berada dalam wilayah bagian Selatan pulau Bangka dan dikuasakan kepada Pangeran Adiwijaya salah seorang saudara Sultan Muhammad Bahauddin.

Sultan-sultan Kesultanan Palembang Darussalam mendatangkan orang Cina ke pulau Bangka untuk menambang Timah karena pribumi Bangka (Bankanesen) Orang Darat atau Orang Gunung (Hill People) telah memiliki kebudayaan yang berorientasi kepada daratan (land based culture) dan Orang Laut atau Orang Sekak dengan kebudayaan yang berorientasi kepada lautan atau maritim (sea based culture), sementara orang Cina yang didatangkan ke pulau Bangka terutama berasal dari suku Hakka/Khek atau Keija.

Peralatan kerja dan peralatan pertambanganpun sampai saat ini masih menggunakan istilah dalam bahasa Hakka dan dikenal luas oleh masyarakat Bangka seperti Sakan (papan pengayak pasir), Camui (lubang galian), Kioktjo (cangkul atau pacul), Tjiong (air kental di lokasi tambang), Punki (keranjang kecil mengangkut tanah), Tamkon (pikulan punki), Tjiatiauw (roda air), Tjiathong (palung air) dan banyak lagi istilah-istilah pertambangan Timah lainnya. Peralatan pertambangan, pertukangan dan pertanian yang terbuat dari besi banyak diproduksi di kampung Besi (Thiatfu) Pangkalpinang.

Kekayaan Timah pulau Bangka menyebabkan daya tarik utama bagi penguasaan wilayah pulau Bangka oleh Bangsa Asing Kulit Putih. Perebutan Dominasi asing kulit putih atas pulau Bangka mencapai puncaknya pada masa Kesultanan Palembang Darussalam diperintah oleh Sultan Mahmud Badaruddin II (memerintah tahun 1803-1821 Masehi). Pada awal abad ke 19 Masehi, Bangka sebagai koloni kerajaan Belanda (daerah Hindia Belanda) jatuh ke tangan kekuasaan Napoleon Bonaparte dari Francis.

Kekuasaan atas Hindia Belanda diserahkan Napoleon kepada Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tanggal 1 Januari 1808 Masehi. Pengaruh pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels terhadap pulau Bangka walaupun berlangsung singkat adalah tersendatnya produksi timah, karena Daendels membuat kebijakan akan menurunkan harga pembelian Timah dari sultan Palembang untuk menutupi hutang pembelian Timah yang belum dibayarkan kepada sultan Palembang pada masa VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie). Kebijakan Daendels menyebabkan sultan Palembang mengancam tidak akan menjual Timah kepada pemerintah Daendels karena tidak tersedianya biaya untuk operasional pertambangan. Kekuasaan Republik Bataaf berakhir setelah kekalahan atas Inggris dan dengan ditandatangani kapitulasi Tuntang.

Dari Kapitulasi Tuntang tanggal 18 September 1811 Masehi sampai dengan Traktat London tanggal 13 Agustus 1814 Masehi, pulau Bangka berada di bawah kekuasaan Inggris dan menjadi bagian dari EIC (East India Company) atau Serikat Dagang Inggris di Hindia Timur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: