Dewan Bangka (Bangka Raad)

Dewan Bangka (Bangka Raad)

Oleh: Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung, Penerima Anugerah Kebudayaan --

JALAN buntu atau kegagalan beberapa kali upaya penjajakan perundingan yang diupayakan oleh pasukan sekutu untuk menyelesaikan konflik bersenjata antara perwakilan Pemerintah Republik Indonesia dengan Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda, H.J. van Mook, terjadi.

Karena H.J. van Mook hanya bersedia memberikan status sebagai salah satu anggota negara federal kepada Republik Indonesia, yaitu negara bagian di bawah pemerintahan penjajahan Belanda, dan ini tentu saja ditolak oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai negara yang secara de facto telah merdeka dan berdaulat sejak Proklamasi Kemerdekaan RI, tanggal 17 Agustus 1945. 

Letnan Gubernur Jenderal  Hindia Belanda H.J. van Mook mencoba membentuk negara-negara federal di wilayah Republik Indonesia dengan menggandeng elit-elit politik lokal di daerah, khususnya daerah di luar pulau Jawa dan pulau Sumatera dengan memanfaatkan isu kedaerahan atau primordialisme. 

Dalam rangka membentuk Negara Republik Indonesia Serikat, Pemerintah Belanda di pulau Bangka membentuk Dewan Bangka Sementara (Bangka Raad), dengan Surat Keputusan Tanggal 10 Desember 1946, tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 38 Tahun 1946 yang ditandatangani oleh Guverneur General Nederlandshe Indie. 

Keputusan pembentukan dewan Bangka sementara menjadikan pulau Bangka sebagai suatu daerah otonom. Selanjutnya kemudian dengan Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda Nomor 7,8,9 yang ditandatangani Guverneur General Nederlandshe Indie, Tanggal 12 Juli 1947 yang diundangkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie, STBL. 1947,  Nomor 123, 124, 125, ditunjuk daerah Riau, Bangka, Belitung, masing-masing sebagai Neo-Zelfbestuur, yang mempunyai hak untuk mengirim wakilnya duduk dalam dewan (raad) Federasi Bangka-Belitung dan Riau. 

Setelah ditandatangani secara resmi Persetujuan Linggajati, pada Tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka Jakarta, Dewan Bangka sementara kemudian secara resmi diberi nama Dewan Bangka (Bangka Raad) dan merupakan Satu lembaga pemerintah tertinggi yang menjalankan otonomi di pulau Bangka. 

Penetapan Dewan Bangka Sementara menjadi Dewan Bangka, sekaligus penetapan dan pelantikan ketua Dewan Bangka yaitu Masyarif Datuk Bendaharo Lelo, yang didampingi sekretaris Dewan Bangka yaitu Saleh Achmad, dilaksanakan pada Tanggal 11 November 1947, sedangkan untuk Dewan Belitung diketuai oleh K.A. M. Joesoef. 

Tiga wilayah yang ditunjuk oleh pemerintah  Belanda yaitu Riau, Bangka, Belitung, masing-masing sebagai Neo-Zelfbestuur, kemudian berdasarkan keputusan (besluit) Pemerintah Hindia Belanda, pada Tanggal 23 Januari 1948, digabung dalam Federasi Bangka, Belitung dan Riau yang merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat (ANRI, 2010:21). 

Keanggotaan Dewan Bangka (Bangka Raad) terdiri dari 25 orang, dipilih dari berbagai kelompok politik yang ada di pulau Bangka, dan pemilihan untuk keanggotaan Bangka Raad atau Dewan Bangka dilaksanakan pada bulan September 1947. Komposisi Dewan Bangka (Bangka Raad) terdiri dari Sembilan orang Tionghoa, Empatbelas orang pribumi dan Dua orang Eropa. Kebanyakan dari anggota Dewan Bangka diangkat dari para pejabat sipil, baik yang masih aktif maupun yang telah pensiun; Empat orang anggota Dewan Bangka, diangkat oleh Residen (Heidhues, 2008:201). 

Dari Empatbelas orang anggota Indonesia, Tigabelas orang anggota dipilih dan Satu orang diangkat oleh residen, kemudian dari Sembilan orang anggota Dewan Bangka orang Tionghoa, Delapan orang anggota dipilih dan Satu orang anggota diangkat oleh residen. Dari Dua orang anggota bangsa Belanda semuanya diangkat oleh residen. 

Dari Sembilan orang Tionghoa yang duduk di Bangka Raad, terdapat Dua orang wakil dari SKB (Serikat Kaum Buruh), sedangkan 7 anggota orang Tionghoa lainnya berasal dari Serikat orang Tionghoa Perantauan. SKB merupakan organisasi buruh yang berdiri di pulau Bangka, pada Tanggal 20 November 1946. SKB atau Serikat Kaum Buruh merupakan gabungan dari beberapa organisasi buruh Tionghoa di pulau Bangka yang awalnya berdiri di Kota Belinyu, Bangka Utara. 

Dalam perkembangan selanjutnya SKB hampir berdiri di tiap distrik penambangan Timah di pulau Bangka. Keanggotaan SKB, 60 persen adalah buruh Tionghoa, anggota lainnya yakni Melayu dan etnis pendatang Indonesia lainnya. 

SKB memainkan peran dominan dalam mengorganisasi maupun menengahi pemogokan buruh. Kala kondisi ekonomi sulit di Tahun 1947-1948, pemogokan buruh marak terjadi untuk menuntut upah dan distribusi makanan yang minim maupun terlambat (Theo dan Lie, 2014:29).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: