Golkar Bangka: Rasionalitas Politik dalam Gelombang Mahar dan Manuver Pilkada

Ujang Supriyanto --Foto: ist
Kombinasi inilah yang membuat Golkar tenang dan justru karena ketenangannya itulah, Golkar dinilai menghanyutkan.
BACA JUGA:Pentingnya Kata Sandi Kuat: Tameng Utama di Era Keuangan Digital
BACA JUGA:Efek Domino Rakusnya Kapitalis Terhadap Kemakmuran Warga Kepulauan Bangka
Menakar Arah Golkar: Kader Lokal atau Mitra Strategis?
Kini pertanyaan publik adalah: akankah Golkar tetap mengusung kader lokal yang telah teruji loyalitas dan daya terobosnya? Ataukah membuka diri untuk berkoalisi dengan figur eksternal yang membawa nilai elektabilitas baru?
Keduanya sedang dalam proses kalkulasi. Dan berbeda dengan partai lain yang terburu-buru karena tekanan waktu dan logistik, Golkar terlihat masih percaya pada rasionalitas politik jangka menengah: bahwa kemenangan bukan sekadar hasil manuver, tapi buah dari strategi yang matang.
Refleksi: Demokrasi Lokal Butuh Etika, Bukan Sekadar Mahar
Pilkada seharusnya menjadi momentum reflektif bagi semua aktor politik. Mahar memang kadang tak bisa dielakkan sebagai "fakta lapangan", namun tetap harus ada batas moral yang dijaga. Jika setiap proses politik ditentukan oleh seberapa tebal isi tas, maka yang terjadi bukan demokrasi, tapi plutokrasi—pemerintahan oleh yang kaya, bukan oleh yang bijak.
Dalam situasi inilah, Golkar Bangka bisa tampil sebagai penyeimbang. Tidak menolak realitas, tapi juga tidak menyerah pada praktik transaksional yang membunuh integritas politik lokal.
Di saat partai lain ribut soal “uang siapa untuk partai siapa”, Golkar memilih tenang dalam mengelola arah perahu. Dan seperti pepatah lama: air tenang sering kali menghanyutkan, dalam artian positif, mampu membawa kejutan dalam perhelatan Pilkada yang penuh kejutan ini.
BACA JUGA:Rebutan Rekom, Turun ke Warga, Tapi Tukang Pasang Baleho yang Panen Duluan, haaa...
BACA JUGA:TPP TUNJANGAN PENYELAMAT PEREKONOMIAN ASN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: