Dilema Pembebasan Tanah Oleh Pemerintah

Dilema Pembebasan Tanah Oleh Pemerintah

Zulkarnain Harahap --Ist

Oleh: Zulkarnain Harahap 

Kasi Pidsus Kejari Basel

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pertiba

 

SERING kali kita melihat penolakan dalam pembebasan tanah yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun di daerah. Penolakan ini pun sering berujung pada tindakan anarkis dari masyarakat pemilik tanah maupun adanya tindakan represif dari aparat keamanan dalam upaya melaksanakan pembebasan tanah tersebut.

Masyarakat pemilik tanah diletakan pada pilihan yang sulit dimana ada kalanya besaran nilai ganti rugi yang dirasa belum cukup ataupun adanya ketidakmauan untuk dilakukan relokasi, seperti yang saat ini sedang hangat-hangatnya terjadi di daerah Pulau Rempang, Batam yang akan dijadikan sebagai daerah kawasan industri Batam.

Sebenarnya aksi “penolakan” masyarakat Pulau Rempang maupun masyarakat lainya di Indonesia terhadap pembebasan tanah yang akan digunakan pemerintah dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan undang undang. Saat ini untuk pembebasan tanah atau pengadaan tanah untuk kepentingan umum itu diatur dalam undang undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sebagaimana tujuannya dalam penjelasan umum maka undang undang ini dibuat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945 sehingga seyogyanya setiap adanya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum maka akan diterima oleh semua masyarakat yang terdampak sebagaimana tujuan dari undang undang ini. Namun dalam pelaksanaan -kerap kali- masyarakat justru menolak sehingga tujuan dari pengadaan tanah ini tidak tercapai.

Di dalam pasal 10 undang undang nomor 2 tahun 2012 jo undang undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang disebutkan tanah untuk pembangunan adalah :

a. pertahanan dan keamanan nasional;

b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

c. waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: