Karomah Batin Tikal

Karomah Batin Tikal

Rita Zahara--

Oleh: Rita Zahara

Kandidat Doktor Ilmu Sastra Universitas Padjadjaran. 

(Judul Disertasi Kuasa Simbolik Rambut Keramat Batin Tikal di Kabupaten Bangka Selatan, Bangka)

 

HEMPASAN globalisasi dengan varian kemasan seperti modernisasi membuat generasi lokal kita tak menentu arah. Elanvital serta orientasi hidup tak lagi bertapak pada spiritualitas serta produktivitas akal sehat. Akhirnya berdampak pada krisis stok generasi milenial sebagai cadangan agen masa depan daerah.

BACA JUGA:Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang (Bagian Satu)

Penulis dalam tulisan ini lebih menekankan pada spiritualitas berbasis karomah yang harus teraktualisasi. Tentunya karomah dalam hal ini sebagai bentuk kekuatan supernatural  yang tak terjangkau oleh kemampuan akal manusia pada umumnya. 

Dalam Islam sendiri mengutip Prof. Dr. Jalaluddin, mengenal konsep al-khariq/fauq al-‘adat yang berarti extraordinary. 

BACA JUGA:Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Dua)

Karomah ini diharapkan dapat dimiliki generasi milenial lokal -sebagai penerus masa depan daerah- yang dapat dipetik dari sosok Batin Tikal. Spiritual dan karomah yang dimaksud di sini adalah sebagai ‘tapak’ agar tak bergeser dari nilai perjuangan khas serta khasanah dari Batin Tikal itu sendiri.

BACA JUGA:Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Tiga)

Nilai istikomah dari seorang Batin Tikal setidaknya berindikator  dari keihlasanya  untuk melepaskan jabatan politis yang syarat akan duniawiyah.  Istilah Batin sendiri merujuk kepada jabatan politik di masyarakat seperti Temenggung, Depati, Batin, Keria, Gegading, dan Lengan. Kesemuanya merupakan jabatan tinggi di bawah pemerintahan Kesultanan Palembang pada masa Sultan Ahmad Najamuddin I di tahun  1757-1776 M.  (Elvian, 2016: 9). 

BACA JUGA:Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Empat)

Namun justeru tahta empuk itu dilepaskanya secara ikhlas dengan lebih memilih melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda di abad 18 itu. Adapun perjuangan yang dipilihnya menentang  kolonialisme Hindia-Belanda dengan perang gerilya -ketimbang birokrasi. Berbasis  di Desa Gudang,  Simpang Rimba,  Bangka Selatan. Perlawanan gerilya  tersebar di beberapa di wilayah diantaranya  Bangka Kota,  Sungai Selan sampai Sungailiat.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber:

Berita Terkait