Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Empat)

Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Empat)

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan

KECURIGAAN Pemerintah Hindia Belanda akan muncul perlawanan dari putera sulung Bahrin yaitu Depati Amir, beserta pengikut pengikut Depati Bahrin yang setia seperti Batin Tikal, panglima Tjekong Moenjoel dan dua putera Demang Singayudha yaitu Djamal dan Djaja dapat diketahui dari suatu korespondensi antara Residen Bangka, De Blij dengan Administratur Distrik Pangkalpinang, tertanggal, Muntok, 19 Januari 1833, Nomor 45/salinan, ANRI, Bt. 17 September 1850/1 geh sebagai berikut:  

“NAAR aanleiding van het voorkomen, de en Uw politie rapport over de maand December, heb ik het woolig geacht Uwegs opmerkraam te maken, dat Baharin geen zegt heeftom kampongs aan te leggen op lieden te doen verhuizen naar de Kampongs Lebok of Katayoe zoo als ook zyn zoon Amir, seolert hy zyne aanstelling heeft terug gezonden en zijn ontslag aangenomen is, geen gezag of bestuur meer mag intoefenen als een gevolg van dien moeten zij zich in een der bestaande Kampongs neder zetten en mel meer na bij, doch niet verder van Pangkalpinang, dan zij thans wonen; terwijl Kampong Lebok en Katayu meer van de groote weg ten Pangkalpinang verweperd zyn dan Loekoe en Doerean bras ...”. 

Maksudnya: 

“Dengan timbulnya kejadian-kejadian dan adanya laporan polisi sepanjang Desember 1832, dengan ini perlu perhatian Anda yang terhormat dengan secara cermat, bahwa Bahrin tidak memiliki kekuatan hukum untuk menyatukan kampung. Apakah dia tinggal di kampung Lebok atau Ketayu sebagaimana yang dilakukan putranya, Amir, sejak Ia dikembalikan dari pengangkatannya dan menerima pemberhentian. Tidak boleh lagi (bagi Bahrin) menggunakan sesuatu yang bertalian dengan kekuasaan dan pemerintahan. Ia harus menetap di suatu kampung yang ada, yang lebih dekat, namun tak jauh dari Pangkalpinang yang sekarang Ia tempati. Kampung Lebok dan Ketayu terletak di jalan besar dekat Pangkalpinang menuju Loekoe (mungkin kampung Lukok) dan Durian Bras. 

Kecurigaan akan bangkitnya perlawanan rakyat Bangka di samping ditujukan kepada Amir juga ditujukan kepada Depati Mindien yang ditugaskan sementara oleh Pemerintah Hindia Belanda menggantikan Bahrin dan Amir. Kecurigaan tersebut dapat diketahui dari Laporan Administratur Pangkalpinang kepada Residen Bangka, tertanggal, Pangkalpinang 13 Januari 1833 Nomor 6 /salinan ke- 4) /rahasia sebagai berikut:  

“Inti dari laporan polisi selama bulan Oktober 1832, dengan ini saya kabarkan kepada Anda, bahwa Depati Mindien, menurut kabar angin akan segera mengikuti jejak anak abangnya, Amir, memohon untuk dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai penguasa pribumi. Kabar angin ini sudah dibenarkan oleh Mindien, yang kini berada di rumah saya. 

Dirinya ingin meletakkan jabatannya dengan senang hati, dan beralasan, bahwa sudah Lima tahun jabatan depati dijalani, dan darinya ia merasa pendapatannya tidak mencukupi. 

Selanjutnya, saya mohon usul kepada Anda untuk tidak memberhentikan (Mindien) dari tugas gubernemen secara definitif, melainkan dirinya dialih tugaskan ke tempat lain. 

Pemindahan ini tidak diikuti dengan kenaikan pangkat. Motif alasan permohonan pengunduran dirinya, bagi saya tidak dapat diterima. Muncul pertanyaan saya untuk menjelaskan maksud demikian lebih jauh. Mengapa ia bersikap seperti itu. 

Rakyat Merawang sudah sejak dulu berada di bawah kekuasaan ayahnya, dan mereka menyeleksi (calon-calon pemimpinnya), dan ia (Mindien) terpilih untuk itu. Oleh komisaris yang dulu Ia pun telah diangkat. Namun begitu, ia telah diperintahkan oleh beberapa orang untuk mengundurkan diri (tanpa saya ketahui sebabnya untuk dapat dijelaskan).  

Demikian juga menimpa para pendahulu yang masih tersisa. Kepada Demang Pasirah, penguasa distrik itu, juga diajak ke jalan yang salah, Ia diperintahkan oleh Mindien, untuk menjaga ketaatan mandor tambang, dengan dalih apabila kekuasaannya (jabatan Demang Pasirah) masih tetap ada (padanya). Pernyataan ini berbarengan dengan informasi akan diadakannya pemilihan umum, dan di sisi lain (Demang Pesirah) masih ingin bekuasa (printa njang tiada pantas). 

Seperti waktu sebelumnya, di distrik Merawang diberlakukan kembali pengawasan administrasi. Menurut lazimnya, Ia (Mindien) tetap diakui haknya sebagai depati dan rakyat tetap menaatinya sebagai depati, meskipun kedudukannya hanyalah sebagai pejabat sementara. Sejauh mana perkataan terakhir dari Mindien ini dapat diterima. 

Berdasarkan pengalaman matang, saya percaya ketenangan yang baik dapat terpelihara. Jika sebagai penguasa pribumi dia diberhentikan, dan selanjutnya wilayah itu tidak menjadi bagian dari Kampung Ayer Nangka, ada dugaan bahwa Mindien, dengan pengangkatan baru ini, tidak merubah ibukotanya. Jika ini terjadi, maka Ia akan sangat sedikit mendapat dukungan rakyat, dan tidak akan selamanya ia dapat menggunakan wewenangnya dari jabatan depati. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: