Nasib 7 Karyawan BPRS Babel Cabang Toboali Terancam Penjara Berjamaah

Nasib 7 Karyawan BPRS Babel Cabang Toboali Terancam Penjara Berjamaah

--

PH Paten Tetap Minta Untung Sang Mantan Bos Jadi Tersangka

SIDANG kasus tipikor kredit fiktif dalam pembiayaan Al-Murabahah 2015 pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bangka Belitung Cabang Toboali, Bangka Selatan (Basel) dijadwalkan, hari ini memasuki penuntutan oleh tim JPU dari Kejaksaan Negeri. 

Bahkan, penuntutan akan dilakukan secara bersamaan oleh tim JPU: Zulkarnain Harahap, Ibrahim dan Deddy Faisal  terhadap  ke 7 terdakwa.

Mereka adalah Andi Padri als Paten  selaku legal. 5 orang marketing:  Bambang Ermanto, Yusman, Yogi Aru Setiawan,  Basti,  Abdul Rohim serta sisanya  Afdal –warga biasa- petugas pencari dokumen berupa KTP dan KK nasabah fiktif.

“Tuntutan pada Selasa (17/1). Seluruhnya dituntut secara bersamaan,” kata salah satu JPU Ibrahim kepada harian ini.

Sementara itu dalam dakwaan yang lalu dihadapan majelis hakim yang diketuai Mulyadi beranggota hakim Dewi dan Warsono dinyatakan pada bulan Agustus  sampai dengan  Oktober 2015 para terdakwa dinilai telah melakukan beberapa perbuatan yang ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut yaitu perbuatan terdakwa meminta mencari dan/atau mencari nasabah fiktif, mengajukan pembiayaan dan membuat laporan fiktif jaminan terhadap nasabah yang bersedia namanya dipakai atau dipinjam sebagai nasabah pembiayaan di Bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS) cabang Toboali. Masing-masing nasabah fiktif yang disulap untuk menggarong duit BPRS itu  atas nama Masnaini, Asmana, Febriansyah als  Febri, Yopiko als Piko, Saklim dan Hidayatus Shofwan.

Menariknya dalam dakwaan diungkapkan nama-nama kredit fiktif itu juga turut kecipratan sejumlah uang receh sebagai tanda thanks you yang telah dipakai KTP dan KK. Sebagai berikut: Sunarya sebesar Rp 200.000, Saripah als Dundong als Bik Dong sebesar Rp 3.000.000. Febriansyah als Febri sebesar Rp 10.000.000,  Yopiko als Piko  sebesar Rp 3.000.000,  Saklim (DPO) berdasarkan daftar pencarian orang nomor: DPO/6/IX/2022/DitReskrimsus tanggal  2 September 2022 sebesar Rp 25.000.000, Basti (alm) sebesar Rp 200.000 dan Bambang Ermanto  sebesar Rp 1.000.000.

Sementara itu terdakwa Paten sendiri menikmati fulus  sebesar Rp 342.000.000  sedangkan  Afdal  sebesar Rp 60.800.000. Adapun total kerugian negara  atau perekonomian negara yaitu PT BPRS Babel Cabang Toboali  sebesar Rp530.000.000.

Diungkapkan juga modus dalam kejahatan ini atas ”kerjasama yang baik” antara terdakwa Paten dan Afdal berhasil mengumpulkan dokumen-dokumen kredit fiktif. Terutama KTP dan KK serta dokumen jaminan.  

Seret Mantan Bos

Sementara itu dalam persidangan selama ini pihak terdakwa Andi Padri als Paten melalui tim panasehat hukum Bahtiar terus mendesak agar penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung jangan hanya menumbalkan sebatas petugas marketing tetapi juga harus menyeret tim komite yang tak lain juga mantan Pinca Toboali,  Untung Lesmana. Sehingga dalam peradilan perkara yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 530.000.000  memenuhi rasa keadilan. “Putus tidak sebuah pinjaman kredit itu ada  pada komite. Salah satu anggota komite itu adalah Pinca itu sendiri,” kata  Bei –sapaan akrab- yang kemarin juga didampingi rekanya M Mardi.

Dalam kontsruksi perkara, dikatakan Bei antara komite,legal dan marketing merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sehingga jika terjadi persoalan hukum dalam hal kerugian negara tentu selaku pemutus tidak bisa lepas dari pertanggung jawaban hukum. 

“Artinya dengan begitu perlakuan hukum semestinya sama, sebab antara satu sama lain saling terkait. Terlebih bilamana sampai terjadi kerugian negara –seperti yang didakwakan itu-  selaku pimpinan harus dimintakan pertanggung jawaban hukum yang sama,” ucapnya tegas.

Sementara itu di sisi lain, tambahnya, kerugian negara  sebesar Rp 530 juta sampai saat ini belum berhasil dipulihkan. Maka tak ada alasan apapun bilamana sampai  pihak komite  tidak dimintakan pertanggung jawaban hukum.  “Penanganan perkara korupsi itu adalah untuk dapat memulihkan kerugian negara. Maka dari itu akan menjadi alasan kuat agar pihak komite harus dimintakan pertanggung jawaban hukum itu,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: