Pembentukan Pangkalpinang (Bagian Lima)

Pembentukan Pangkalpinang (Bagian Lima)

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan

SETELAH berakhirnya perlawanan semesta rakyat Bangka melawan kolonialisme Belanda dengan pengasingan Depati Amir ke Keresidenan Timor (NTT) berdasarkan Keputusan Pemerintah Kolonial Belanda tanggal 11 Februari 1851 nomor 3, Pemerintah Hindia Belanda mulai memperhatikan kondisi rakyat Bangka. 

Pemerintah Kolonial Belanda sedikit menyadari, bahwa kondisi penduduk pribumi Bangka yang secara keseluruhan sangat miskin dan menderita adalah salah satu penyebab utama dari perlawanan dan peperangan.

Dalam Algemeen verslag der Residentie Banka over het jaar 1850, 1851, bundel Bangka No.41, No.42 dijelaskan tentang kondisi perekonomian Bangka secara keseluruhan, bahwa selama tahun-tahun peperangan dan beberapa tahun sesudahnya, pada beberapa distrik seperti Blinjoe, Songi Leat, Marawang dan Pankal Pinang terjadi kekurangan beras.

Pemerintah Kolonial Belanda harus membuat kebijakan memasok sekitar 3000 pikul padi dari gudang negara (kampung Gudang Padi) dan dibagikan kepada penduduk dengan jaminan pembelian dari para kepala adat, kepala kampung dan kepala dusun.

Padi tersebut harus dibayar oleh penduduk dengan cara dicicil melalui para kepala pribumi sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi kas negara. Tanaman padi yang awalnya hanya ditanam di ladang atau hume secara berpindah oleh orang Darat, sudah mulai diupayakan disejumlah tempat untuk ditanam di sawah.

Percobaan pembukaan sawah dilakukan berdasarkan Keputusan Pemerintah tanggal 19 Desember 1851 nomor 26, di distrik Pangkalpinang, lokasi percobaan penanaman padi dilakukan dekat Ayer Hitam sehingga kawasan itu kemudian dikenal dengan nama Pasir Padi.

Lokasi percobaan penanaman padi seperti di Pangkalpinang juga dilakukan di daerah Kebon Jati di distrik Mentok. Untuk keperluan pembukaan sawah telah didatangkan Enam Garu dari pulau Jawa, enam ekor kerbau dari Keresidenan Palembang, dan didatangkan benih padi berkualitas dari pulau Jawa dan Keresidenan Palembang. 

Pemerintah Hindia Belanda juga melakukan ujicoba penanaman Kopi serta mencari hasil tambang lainnya disamping mineral timah yaitu biji besi di daerah Pelangas dan kemudian ditemukan juga kandungan magnet atau batu rekat di pegunungan Paku, distrik Koba, serta biji emas di Ayer Anyeer, Ayer Merah dan Tanjung Boonga.

emerintah Hindia Belanda juga mewajibkan setiap rumah tangga menanam 2 pohon Kelapa, menganjurkan masyarakat Bangka untuk berkebun, mencari hasil-hasil hutan dan hasil laut serta menjadi nelayan. Pemerintah Hindia Belanda juga membuat kebijakan yang membolehkan perkebunan dan perladangan dibuka disekitar parit-parit penambangan timah oleh penduduk pribumi dan pekerja-pekerja parit dari Cina.

Penduduk pulau Bangka bisa menyetorkan atau menjual madu, lilin, getah karet, lada, katun atau kapuk dan kopi ke gudang-gudang negara dan akan dibeli dengan harga yang layak oleh pemerintah.

Dengan pembelian produk perkebunan, pertanian serta produk hasil hutan oleh negara, maka upaya pekerjaan mencari hasil hutan dan penanaman produk pertanian serta perkebunan bisa berkembang di pulau Bangka.

Pemerintah Belanda setelah tahun 1851 Masehi atau setelah perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin Depati Amir, tetap mendatangkan pekerja tambang dari Cina terutama untuk meningkatkan produksi timah yang sempat turun produksinya pada saat berkecamuknya peperangan.

Jika pada tahun 1850 Masehi saat berkecamuknya perang, produksi timah yang dihasilkan sangat rendah hanya sebesar 51.536 pikul, maka pada pertengahan tahun 1851 Masehi atau setelah peperangan, jumlah produksi timah yang dihasilkan meningkat sangat signifikan dengan produksi sebesar 89.865 pikul. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: