Timah, Regulasi, Nurani, & WPR?
Buah simalakama memang.
Namun satu hal yang patut dicatat oleh para pengambil kebijakan adalah, persoalan regulasi adalah persoalan pemerintah pusat.
Regulasi timah yang kerap berubah bahkan kadang-kadang tiba-tiba berubah, ini juga membuat persoalan ini tak kunjung tuntas hingga ke tingkat bawah.
Rakyat bukan tak mau patuh, tapi kadang tak tahu yang mana harus dipatuhi.
Persoalan pembuatan regulasi kadang memang demikian 'njelimet'. berbagai kepentingan, mulai dari pengusaha, hingga kepentingan birokrasi dan politik seperti tercampur di sana.
Dan rakyat penambang tak memahami dan tak merasa perlu memahami sejauh itu.
Karena yang penting bagi mereka adalah bisa menambang timah dengan aman, menjual dengan harga yang sesuai, pulang bisa beli beras, dan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Titik.
Mengapa sekarang banyak yang menjerit?
Lagi-lagi masalah regulasi.
WPR Jadi Mimpi?
Sekedar mengingatkan, upaya penerapan dan penataan pertimahan di Babel ini sudah berlangsung puluhan tahun. Terutama sejak daerah ini menjadi Provinsi.
Persoalannya,. bukan upaya itu jalan di tempat, tapi lagi-lagi regulasi dari pusatlah yang kerap berubah-ubah.
Sekadar mengingatkan, saat Presiden Joko Widodo sekian tahun yang silam datang ke daerah ini, angin segar pertambangan timah berhembus kencang.
saat itu di depan awak media juga di depan Gubernur/Bupati/Walikota dan Menteri terkait, menyatakan perlunya legaltis tambang rakyat dalam bentuk Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Setelah beberapa bulan berjalan pasca pernyataan dan kedatangan Jokowi itu, belum ada tanda-tanda tindak lanjut. Gubernur Babel saat itu, H Rustam Effendi bolak-balik terus berupaya memperjuangkan tindak lanjut pernyataan presiden tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: