''Dengan kedatangan saya (residen) kemarin (inspeksi), diketahui bahan vaksin cacar itu sudah usang. Saya telah meminta bahan baru dari Palembang dan juga menyampaikan kepada perwira kesehatan di Toboali agar segera menarik vaksin usang. Dalam surat saya Tanggal 3 Mei 1851 Nomor 2465, kepada pemerintah diminta sejumlah besar dana karena jumlah yang tersedia f 280 terlalu sedikit, sehingga perlu dianggarkan setiap tahun, agar anggaran kesehatan untuk penduduk cukup memadai. Toboali pada masa setelah perang yang dipimpin oleh Depati Amir juga dijadikan sebagai tempat untuk penahanan orang rantai dan orang buangan serta Rumah Sakit Militer yang menangani pasien sampai ke distrik Koba, sedikitnya sebanyak 22 orang dari 146 orang narapidana pemerintah yang dirantai ditempatkan di Toboali dan para narapidana dipekerjakan untuk mengerjakan proyek militer yang ada di distrik Toboali,'' ujar Akhmad Elvian mengutip laporan residen tersebut.
BACA JUGA: KAMPUNG KAMPUNG DI DISTRIK PANGKALPINANG (Bagian Tiga)
Pemerintah Kolonial Belanda, setelah perang rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir sedikit mulai memperhatikan kesehatan, pendidikan dan kehidupan keagamaan masyarakat. Satu-satunya yayasan Rumah Sakit untuk Orang-orang Cina penderita Lepra di Kota Mentok, memperoleh bantuan dari pihak pemerintah melalui ketentuan berdasarkan keputusan tanggal 15 Juli 1850 Nomor 11. Pajak yang dikenakan untuk pengiriman uang perak Spanyol oleh pekerja-pekerja tambang ke Cina yang dipungut di Muntok Sepertiganya dikirim ke Cina dan sisanya disalurkan untuk membantu operasional yayasan rumah sakit. (Algemeen Verslag Der Residentie Banka Over Het Jaar 1850, Bundel Bangka No. 41).
Pendirian rumah sakit untuk kepentingan militerpun terus dibangun pemerintah Hindia Belanda di Pulau Bangka, khususnya di Kota Pangkalpinang. Berdasarkan publikasi D. Schoute “De Geneeskunde in Nederlandsch-Indie in de 19e eeuw”, GTNI 75 (1935) 10, 827, Rumah Sakit Garnisun Kelas 3 di Pangkal Pinang (Banka) (The garrison hospital 3rd class at Pangkal Pinang (Banka)) disebutkan dalam publikasi Artikel tersebut mengacu pada survei semua fasilitas militer pada Tahun 1867.
BACA JUGA:Sistem Kun/Kong Atau Dagtaak
Pada tahun itu rumah sakit garnisun Pangkal Pinang memiliki rata-rata 29 pasien rawat inap. Rumah sakit garnisun kelas 3 di Pangkal Pinang (Banka) merupakan bagian dari Military Medical Service, yang pada tahun 1867 (tahun survei semua fasilitas militer) mengelola total 79 fasilitas (3 rumah sakit militer besar, 35 rumah sakit garnisun dan 41 rumah sakit) dengan rata-rata 4.244 tempat tidur yang ditempati.
Sekitar 25 tahun kemudian, Lampiran D. Koloniaal Verslag 1890 melaporkan total 3.358 pasien rawat inap pada akhir tahun itu, sedangkan 52.631 pasien telah dirawat di seluruh Hindia Belanda. Laporan tersebut menyangkut 28 rumah sakit militer, 54 ziekenzalen (rumah sakit) dan 6 fasilitas khusus, termasuklah yang dirawat di Rumah sakit garnisun kelas 3 di Pangkal Pinang (Banka). Berdasarkan Koloniaal Verslag 1888 (39): pembangunan rumah sakit baru di Pangkal Pinang telah dimulai. Di Rumah Sakit Pangkal Pinang, 76 pasien dirawat pada tahun 1889. Situasi pada akhir tahun 1890: tidak ada pasien yang datang.
Setelah kemerdekaan, pada tanggal 26 Oktober 1945 diambilalih dan menjadi Bagian dari Kesehatan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan nama Dinas Kesehatan Tentara atau lazim disebut DKT.(red)