Memahami Langkah Kebijakan Bank Indonesia Menyesuaikan BI Rate Menjadi 5,75%

KPwBI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. --Foto: ist
Dengan disalurkannya pembiayaan oleh perbankan ke sektor produktif diharapkan akan membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan konsumsi masyarakat dan sejalan dengan hal tersebut turut mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Triwulan III 2024 sebesar 0,13% (yoy). Mengalami tren perlambatan sejak Triwulan I 2024 dan bahkan lebih rendah dibandingan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan IV 2023 sebesar 4% (yoy).
Melambatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung disebabkan oleh penurunan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan dan penggalian yang merupakan kontributor utama pertumbuhan ekonomi yang berasal dari komoditas timah. Sementara itu, sektor lainnya dinilai belum cukup kuat menopang pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang selama ini bertumpu pada komoditas timah.
Seiring dengan hal tersebut, inflasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2024 sebesar 0,75% (yoy). Rendahnya inflasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sejalan dengan kinerja TPID yang baik dalam menjaga ketersediaan bahan pangan sehingga inflasi yang bersumber dari bahan pangan dapat terjaga dengan stabil. Namun demikian, pencapaian inflasi yang rendah juga dapat menjadi sinyal adanya indikasi melemahnya daya beli masyarakat sebagai dampak perlambatan kinerja sektor utama timah.
Oleh karena itu, melalui kebijakan penyesuaian BI Rate diharapkan dapat mendorong pemulihan kinerja sektor utama. Di sisi lain, juga diharapkan dapat meningkatkan performa sektor lainnya untuk menjadi bumper perekonomian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pemulihan tersebut juga diharapkan dapat memberikan dampak positif lainnya yaitu membaiknya daya beli masyarakat. Namun demikian, terdapat potensi meningkatnya inflasi yang diakibatkan meningkatnya permintaan masyarakat. Oleh karena itu, tingkat inflasi tetap harus dijaga stabil selaras dengan target nasional melalui strategi 4K (Ketersediaan Pasokan, Keterjangkauan Harga, Kelancaran Distribusi dan Komunikasi Efektif) di TPID.
BACA JUGA:Impak Kenaikan PPN terhadap Konsumen: Tantangan dan Peluang dalam Menjaga Kesejahteraan Ekonomi
BACA JUGA:Homo Sacer Dalam Politik
Ke depan, Langkah Kebijakan Apa yang Akan diambil oleh Bank Indonesia?
Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan nilai tukar yang sesuai fundamental, dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi baik secara global maupun nasional.
Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar ditempuh untuk meningkatkan kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, melalui penguatan strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayara serta memperluas akseptasi digitalisasi pembayaran.
BACA JUGA:4 Skill yang Dibutuhkan Peserta Didik dalam Menyongsong Indonesia Emas Tahun 2045
BACA JUGA:STAF AHLI KEPALA DAERAH, Jabatan Terminal atau Marginal?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: