Penggalian Nilai-Nilai Universal Agama untuk Tegakkan Moralitas Serta Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Penggalian Nilai-Nilai Universal Agama untuk Tegakkan Moralitas Serta Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

Nilai-nilai universal agama menjadi salah satu sumber moralitas tertinggi dan utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu ditegaskan dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bertema Kerapuhan--Foto: ist

Pada akhirnya hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan plurality without equity yang menciptakan problem kemiskinan, dan ketidakadilan struktural di masyarakat. Selain itu, problem mayoritas dan minoritas juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keadilan dan kesetaraan dalam berbangsa dan bernegara.

“Mayoritanisme ini terjadi di dalam berbagai hal dan menentukan kebijakan termasuk kesadaran politik palsu di masyarakat,” ujar Izak Lattu, Akademisi Universitas Satya Wacana Salatiga. Maka dari itu pada kesimpulannya adalah apalah arti keunggulan agama jika agama sebagai sumber etik utama tidak mampu mempengaruhi perilaku penyelenggara negara.

BACA JUGA:BPIP Gaungkan Pancasila di Atas Geladak KRI dr. Radjiman Wedyodiningrat-992

BACA JUGA:Perlu Mahkamah Etik, untuk atasi Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara

Oleh karena itu dalam diskusi kerapuhan etika dengan tema etika dan agama ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut:

Hukum:

Memasukkan nilai-nilai agama yang universal ke dalam Undang-undang Etik sehingga nilai-nilai agama tidak hanya sebagai nilai moral yang abstrak, tetapi juga keputusan tertulis.

Pembentukan Mahkamah Etik guna mengefektifan sanksi etika-moral dengan mengupayakan melalui jalur-jalur organisasi profesi berdasar Kode-Etik profesi yang telah disepakati dan disahkan oleh Forum Tertinggi Organisasi Profesi tertentu: organisasi para dokter, organisasi para pengacara, organisasi para guru, organisasi para insinyur dan sebagainya.

Penegakan hukum dan aturan yang ketat yaitu pemimpin politik harus tunduk pada hukum yang berlaku, dan sistem hukum yang kuat harus mampu menghukum mereka yang terbukti melakukan korupsi atau manipulasi politik.

Prinsip equality before the law and the Government berujung pada imparsialitas di depan hukum dan pemerintahan diberlakukan untuk seluruh warga negara. Kepatuhan kepada konstitusi mengikat kepada penyelenggara negara dan masyarakat. Mewujudkan putusan hukum yang berkeadilan di setiap level. Memberikan sarana dan prasarana bagi penegak hukum dengan baik seperti fasilitas, SDM, serta menjamin kesejahteraan bagi penegak hukum sehingga tidak tergiur oleh berbagai godaan.

Pendidikan:

Interreligious engagement harus dikedepankan dalam setiap mata pelajaran dan mata kuliah.

Perlunya penguatan pendidikan agama. Pendidikan agama bukan hanya berfokus pada ritual, tafsir agama tekstualis, hafalan, simbol, namun berfokus pada pembentukan karakter yang mengedepankan toleransi, persatuan dan kemanusiaan.

Penataan ulang lembaga-lembaga sosialisasi-pendidikan baik pendidikan formal pada semua jenjang maupun pendidikan informal dan pendidikan masyarakat. Pilar utamanya adalah: pendidikan dalam keluarga yang perlu merombak pola-asuh yang piramida tegak menjadi pola asuh piramida terbalik dengan konten dan sasaran utama mentransformasi orientasi budaya “shame culture” menjadi orientasi budaya “guilt culture” yang ujungnya bisa melahirkan manusia-manusia Indonesia yang bertanggungjawab, tidak munafik, tidak manipulatif, transparan, adil, menghargai hak asasi manusia.

Digital Civility Index (DCI) menunjukkan bahwa netizen Indonesia menempati urutan terbawah di Asia Tenggara dalam Indeks kesopanan digital sehingga perlu meningkatkan pendidikan literasi digital sejak dini dalam jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Mewujudkan peran nilai-nilai universal agama dalam pendidikan moral yaitu pendidikan agama yang mengedepankan toleransi, keadilan, dan empati. Pendidikan di Indonesia harus memperhatikan multikultur dalam materi pembelajaran di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

Pendidikan di perguruan tinggi telah terjadi kemerosotan nilai etik diantaranya praktik penjokian, ijazah palsu, jasa pembuatan skripsi/tesis, plagiarisme penulisan artikel dalam jurnal, dan lain sebagainya sehingga nilai-nilai keutamaan perlu diinfusi keseluruh mata kuliah di Perguruan Tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: