DARI KAPITULASI TUNTANG KE TRAKTAT LONDON
Akhmad Elvian--
OLEH: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP
Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung
Penerima Anugerah Kebudayaan
PERUBAHAN-perubahan besar yang terjadi di Eropa akibat Perang Napoleon dan Revolusi Prancis antara tahun 1789-1799 Masehi, berpengaruh besar terhadap koloni-koloni negara Eropa di dunia termasuk di Indonesia.
-----------------
PADA Tahun 1795 Kerajaan Belanda diduduki Napoleon dan Raja Willem V lari ke Inggris, kemudian Kerajaan Belanda menjadi daerah vasal berada di bawah kekuasaan Lois Napoleon dari Francis. Indonesia sebagai koloni Belanda jatuh ketangan Francis dan berada di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada Tanggal 1 Januari 1808 sampai tanggal 24 April 1811. Pemerintahan Daendels kemudian dilanjutkan oleh Jan Willem Janssens hingga Kapitulasi Tuntang tanggal 18 September 1811. Daendels digantikan Jan Willem Janssens karena Napoleon membutuhkan seorang jenderal yang handal dalam rangka penyerbuan ke Rusia dan pilihannya jatuh kepada Daendels. Kapitulasi Tuntang adalah perjanjian penyerahan kekuasaan atas wilayah Indonesia dari pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Britania Raya di sebuah desa yang bernama Tuntang, sekarang berada di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Perjanjian Tuntang isinya antara lain, bahwa Inggris berkuasa atas wilayah bekas jajahan Belanda termasuk wilayah Kesultanan Palembang Darussalam yaitu Pulau Bangka.
BACA JUGA:KAMPUNG LIUKFUNTHEEUW ATAU LAKFOETOE
Kapitulasi Tuntang merupakan akhir kekuasaan Francis di Indonesia setelah sebelumnya Batavia ditaklukkan oleh Inggris dengan 60 kapal armada angkatan lautnya pada tanggal 4 Agustus 1811. Thomas Stamford Bingley Raffles yang pada bulan Oktober 1810 diangkat sebagai Agent to Governor General Inggris berkedudukan di Pulau Penang, memang sudah lama ingin menguasai Semenanjung Malaya dan Indonesia termasuk di dalamnya Pulau Bangka karena kekayaan pulau Bangka dan pentingnya kedudukan Pulau Bangka sebagai batu loncatan untuk menguasai Pulau Sumatera.
BACA JUGA:Penjara Negara (Standegevangenis)
Untuk mewujudkan cita-citanya Raffles antara lain sejak Desember 1809 menjalin hubungan intens dengan Sultan Kesultanan Palembang Darussalam Mahmud Badaruddin II (memerintah tahun 1803-1821 Masehi), bahkan Inggris di bawah Raffles sekitar bulan April 1811 mengirimkan 80 pucuk senjata dan 10 peti amunisi kepada Kesultanan Palembang Darussalam untuk membantu mengusir orang Belanda dari Palembang.
Pada tanggal 14 September 1811 atau empat hari sebelum ditandatanganinya Kapitulasi Tuntang, Sultan Mahmud Badaruddin II mengakhiri kekuasaan Belanda di Palembang dengan cara melucuti dan menawan 24 orang Belanda serta 63 serdadu Belanda yang berasal dari Pulau Jawa di Loji Sungai Aur. Tawanan Belanda beserta 63 serdadu Belanda yang berasal dari Pulau Jawa kemudian diangkut dengan 2 kapal untuk dikembalikan ke Batavia, akan tetapi di Pangkalan Kidemang Saleh dekat Sungsang, 24 orang Belanda tersebut mati terbunuh dengan keris dan 63 orang lainnya mati dengan cara kapalnya dilubangi dengan kapak dan ditenggelamkan. Pada bulan November 1811, Raffles mengirim utusan ke Palembang untuk mengurus pengambilalihan Kantor Dagang Hindia Belanda, mengatur monopoli perdagangan Timah serta pengambilalihan kekuasaan atas Pulau Bangka sesuai dengan isi Kapitulasi Tuntang. Tiga hal ini ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II mengingat sebelum Kapitulasi Tuntang, Belanda sudah terusir dari Kesultanan Palembang Darussalam. Palembang sudah menjadi wilayah yang bebas dan merdeka dari kekuasaan Belanda. Pembunuhan terhadap orang-orang Belanda dan penolakan Sultan Mahmud Badaruddin II terhadap isi Kapitulasi Tuntang menyebabkan Raffles marah.
BACA JUGA:BRIEVENBUS DI PANGKALPINANG
Pada tanggal 20 Maret 1812 diberangkatkan pasukan Inggris dari Batavia dipimpin oleh Jenderal Robert Rollo Gillespie untuk menaklukkan Kesultanan Palembang Darussalam. Pada tanggal 20 April 1812 pasukan ini memasuki muara Sungai Musi dan atas bantuan yang dilakukan oleh Ahmad Najamuddin (Pangeran Dipati) yaitu saudara Sultan Mahmud Badaruddin II yang berambisi untuk menjadi sultan, Jenderal Robert Rollo Gillespie berhasil menguasai Palembang pada tanggal 26 April 1812, sementara Sultan Mahmud Badaruddin II berhasil melarikan diri ke Bailangu Muara Rawas untuk kembali menyusun kekuatan.
Pada tanggal 27 April 1812 ditandatangani perjanjian antara Jenderal Robert Rollo Gillespie dengan Ahmad Najamuddin (Pangeran Dipati) yang isinya antara lain, bahwa Pulau Bangka dan Pulau Belitung menjadi milik Inggris sebagai ganti 24 orang Belanda yang dibunuh kemudian eksploitasi terhadap timah di Pulau Bangka dan Pulau Belitung dilakukan oleh wakil dari Inggris yang berkedudukan di Palembang. Pada tanggal 18 Mei 1812 berdasarkan pertukaran dalam perjanjian dengan Jenderal Robert Rollo Gillespie, Pangeran Dipati atau Ahmad Najamuddin diangkat menjadi sultan Palembang oleh Pemerintah Inggris. Sebagai realisasi perjanjian pada tanggal 20 Mei 1812 Jenderal Robert Rollo Gillespie mendarat di Muntok dan beliau memproklamirkan bahwa Inggris berkuasa atas Pulau Bangka serta mengubah nama Pulau Bangka menjadi Duke of York’s Island dan nama Muntok diubah menjadi Minto untuk kehormatan bagi Sir G. Elliot Earl of Minto, seorang gubernur jenderal Inggris di India. Inggris kemudian berkuasa atas Pulau Bangka dan menjadikannya bagian dari EIC (East India Company) atau Serikat Dagang Inggris di Hindia Timur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: