Toni Wen, Pejuang Penyelundup Candu untuk Persenjataan RI

 Toni Wen, Pejuang Penyelundup Candu untuk Persenjataan RI

--

BABELPOS.ID.- Bahwa diantara pasukan Depati Amir --Pahlawan Nasional Asal Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel)-- banyak juga para pejuang berdarah Tionghoa, itu bukan isapan jempol semata.  

Lalu, bagaimana setelah Proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan?  Masih adakah pejuang berdarah Tionghoa yang iktu serta?  Khususnya asal Babel?

Menurut Sejarahwan Babel, Akhmad Elvian, DPMP, sebelum tentara sekutu dan NICA Belanda datang ke Pulau Bangka, pihak sekutu melakukan propaganda dan adu domba antara orang Tionghoa dan penduduk pribumi.  Ini menurutnya terkuak dalam catatan Lieutnant Langky pada Tanggal Mentok, 3 Desember 1945, yang ditulis dalam bahasa Inggris sekenanya dengan judul: Native to establishing Banka Island as Banka self rulling government cooperated with Banka born Malay and the Banka born Chinese in Malay called Banka-Cjina Merdeka (Sujitno, 1996:163). 

BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)

''Propaganda tersebut berisi keinginan mendirikan pemerintahan sendiri bagi rakyat Pulau Bangka yang dinamakan dengan Pemerintah Banka China Merdeka atau Banka Chinese Malay Merdeka,'' ujar Elvian lagi. 

Tidak dipahami maksud propaganda tersebut, mengingat bahwa orang Bangka secara historis adalah terbentuk dari Empat etnic group yaitu orang Darat, orang Laut, orang China dan orang Melayu yang secara kultural telah melebur melalui asimilasi dan akulturasi dalam Satu identitas yaitu orang Bangka. 

BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Dua)

''Semangat patriotisme orang Bangka telah terbangun sejak masa awal kekuasaan Inggris di Pulau Bangka Tahun 1812 dan kemudian sejak Belanda mulai berkuasa di Pulau Bangka Tahun 1816 (Traktat London) dengan melakukan berbagai perlawanan bersenjata hingga Tahun 1851, ketika berakhirnya perlawanan rakyat Bangka yang dipimpin oleh Depati Amir dengan pembuangannya ke Keresidenan Timor,'' ujar Elvian kemudian.

Masa revolusi kemerdekaan di pulau Bangka memang agak menarik untuk dipelajari, bahwa pulau Bangka adalah tempat dimana orang-orang Tionghoa Bangka diuji kesetiaan dan pandangannya terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sepanjang sejarah perjuangan di Pulau Bangka, telah begitu banyak orang Tionghoa Bangka yang dibuang Belanda ke Banyuwangi, Ambon, Menado dan Pulau Timor, karena keterlibatannya dalam Pemberontakan Depati Amir (Elvian, 2018). 

''Selanjutnya ada pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda di Pulau Bangka yang dilakukan penambang Timah orang Tionghoa, dipimpin oleh Liu Ngie. Awal pemberontakan terjadi pada akhir abad 19 (Tahun 1899 Masehi) di distrik Koba. Liu Ngie dan saudaranya tertangkap di distrik Merawang pada bulan Februari 1900, kemudian dihukum gantung di Pasar Mentok pada Tanggal 11 September 1900. Pemberontakan Liu Ngie juga terinspirasi dari perlawanan yang telah dilakukan oleh pendahulunya orang pribumi Bangka yaitu Depati Bahrin dan Depati Amir (Elvian, 2020),'' tukas Elvian kemudian. 

BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Tiga)

Tony Wen dan Lie Kwet Tjeng

Pada masa revolusi kemerdekaan ada juga orang Tionghoa Bangka yang membantu perjuangan revolusi kemerdekaan melalui penyelundupan. Saat itu, Bangka adalah lokasi yang tepat untuk ini (penyelundupan). 

''Bulan November 1945 hingga November 1946 merupakan periode puncaknya penyelundupan melalui kapal laut. Banyak kapal lewat, banyak juga yang melalui Bangka. Kabar angin menyebutkan, bahwa Pulau Kelapa (maksudnya Pulau Kelapan) dan Pongok (maksudnya Pulau Liat/Leat) di Bangka Selatan adalah pos untuk perdagangan senjata antara Singapura dan Banten, wilayah Republik. Dua orang dari Bangka dikenal namanya sebagai penyelundup selama Revolusi. Mereka adalah Tony Wen dan Lie Kwet Tjeng. Keduanya membantu Republik memperdagangkan persediaan candunya untuk mendapat senjata di Singapura (Heidhues, 2008:195),'' tukas Elvian seraya mengutip catatan Heidhues.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: