PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)

PAHLAWAN DUABELAS  (Bagian Satu)

Akhmad Elvian--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung

Penerima Anugerah Kebudayaan

 

PASUKAN sekutu yang ditugaskan menduduki wilayah Indonesia adalah pasukan yang  berasal dari Komando Asia Tenggara SEAC (South East Asia Command). Pasukan SEAC  kemudian membentuk komando khusus untuk wilayah bekas Hindia Belanda yang diberi nama dengan AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies).

-------------

PASUKAN AFNEI terdiri dari Tiga divisi dan yang bertugas untuk wilayah Sumatera adalah divisi ke 26 India (26th Indian Division), di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers. Selanjutnya pasukan sekutu dari divisi ke 26 India yang ditugaskan untuk menduduki pulau Bangka dan pulau Belitung adalah dari Batalyon 3, Resimen 7 Stoottroepen (berdasarkan Intruksi Nomor 7, Tanggal 2 Februari 1946 yang dikirim oleh Mayor Jenderal H.M. Chambers kepada komandan Batalyon 3, Resimen 7 Stoottroepen).

Pasukan sekutu dan tentara NICA Belanda dari Batalyon 3, Resimen 7 Stoottroepen, berangkat dari Singapura dan mendarat di pelabuhan Mentok, Bangka Barat, pada pukul 16.00 WIB, Tanggal 11 Februari 1946. Tentara NICA Belanda yang datang ke pulau Bangka dengan membonceng tentara sekutu datang dari Singapura dengan menggunakan 4 kapal dan kapal yang paling besar berbendera Inggris bernama MV. Rocksand. Pasukan NICA Belanda dipimpin oleh seorang pewira menengah bernama Berlein (Elvian, 2005:73). Pasukan sekutu dan NICA Belanda yang mendarat di pelabuhan, langsung menguasai Kota Mentok tanpa perlawanan. Pasukan Stoottroepen adalah pasukan gerak cepat yang dibekali dengan persenjataan lengkap, terdiri dari Tank/Panser, Truk, Jeep dan senjata api. Pusat-pusat dan simpul penting pemerintahan dan pertambangan Timah di Kota Mentok dengan cepat dikuasai pasukan sekutu seperti Kantor Pusat Penambangan Timah (Hoofd Bureau-Bankatinwinning, yang sekarang dijadikan Museum Timah Indonesia Mentok). 

BACA JUGA:Rumah Sakit DKT dan DKR

Pada Tanggal 13 Februari 1946, dengan menggunakan Sembilan unit Truk dan dengan kekuatan 500 orang tentara serta dengan peralatan tempur yang lengkap, pasukan sekutu dan NICA mulai bergerak dari Kota Mentok menuju ke Kota Pangkalpinang (menempuh jarak sekitar 138 km), untuk menduduki dan menguasai Kota Pangkalpinang sebagai pusat Keresidenan Bangka Belitung dan sebagai lokasi markas Komando Resimen TRI Bangka Belitung. Mengetahui rencana pasukan sekutu yang membonceng di dalamnya pasukan NICA Belanda, markas besar TRI Bangka Belitung di Pangkalpinang kemudian berkoordinasi dengan seluruh kesatuan TRI yang berada di pulau Bangka untuk menghadapi dan menghambat laju pasukan sekutu dan NICA Belanda. Salah satu cara yang digunakan untuk menghambat dan menghadang laju pasukan Stoottroepen (pasukan kejut dan gerak cepat) yang dilakukan TRI adalah bersama dengan masyarakat menebang pohon-pohon di tepi jalan yang kemudian pohon tersebut dilintangkan di jalan antara Mentok menuju Pangkalpinang, serta dengan merobohkan beberapa jembatan penghubung antara Mentok menuju ke Pangkalpinang. 

Kontak senjata pertama antara pasukan TRI dengan pasukan sekutu dan NICA terjadi di wilayah Puding Besar sekitar pukul 24.00 WIB dan pertempuran berlangsung hingga sampai dinihari Tanggal 14 Februari 1946. Dalam pertempuran di Puding Besar gugur beberapa anggota TRI, yaitu, Cik Ali, Raban, Nur, Salim dan Azli, semuanya berasal dari Kompi TRI Sungailiat. Pertempuran berikutnya antara pasukan TRI dan Sekutu yang di dalamnya membonceng tentara NICA terjadi di kilometer 16, yang terletak di ujung kampung Petaling, pada Tanggal 14 Februari 1946 sekitar puku 09.00 pagi. Gugur dalam pertempuran di kilometer 16 kampung Petaling, H.M. Noor, seorang pejuang yang berasal dari kampung Nibung Koba (Bangka Tengah). Pasukan sukutu dan NICA Belanda kemudian terus melaju ingin segera menuju ke Kota Pangkalpinang. Sekitar pukul 12.00 WIB, Tanggal 14 Februari 1946 di kilometer 12, Bukit Ma Andil kampung Petaling, laju pasukan sekutu dan NICA dihambat oleh pasukan TRI dari Kompi TRI Belinyu dan Pasukan Berani Mati yang dipimpin oleh Kapten Saman Idris. Pertempuran sengit Dua pihak pun terjadi di kawasan km 12 Petaling. Satu demi satu truk yang penuh berisi tentara NICA Belanda bermunculan, di antara tentaranya banyak yang dibalut perban dan tidak mengenakan baju lagi karena telah bekerja keras membuang rintangan-rintangan berupa pohon kayu yang ditebang oleh masyarakat dan keletihan karena harus memperbaiki jembatan kayu yang sengaja dihancurkan oleh pasukan TRI, di sepanjang jalan sebagai rintangan bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Pangkalpinang. 

BACA JUGA:Perjuangan Tjing (Hamzah) di Keresidenan Timor

Tembak menembak antara Dua pasukan terjadi sekitar pukul 11.00 WIB hingga  pukul 12.30 WIB pada Tanggal 14 Februari 1946. Karena tidak mempunyai kekuatan yang seimbang terutama dari segi persenjataan dengan pasukan sekutu dan NICA, maka pasukan TRI memutuskan untuk mengundurkan diri dari daerah pertempuran. Belum sampai Sepuluh menit pertempuran selesai, tiba-tiba dari arah Kota Pangkalpinang datang sebuah mobil yang berisi 7 orang anggota TRI Pangkalpinang dipimpin oleh Kapten Munzir. Pasukan TRI yang baru datangpun dengan leluasa kemudian diserang oleh tentara sekutu dan NICA, dan satu-satunya dari 7 orang TRI dari Pangkalpinang yang kemudian selamat dalam serangan ini adalah Kapten Munzir, yang mengalami luka tembakan dan beliau kemudian berhasil meloloskan diri serta diselamatkan oleh masyarakat setempat. 

Pertempuran yang terjadi antara pasukan TRI dengan pasukan Sekutu dan NICA Belanda terjadi pada Tanggal 14 Februari 1946 di kampung Puding, kampung Petaling dan km 12 menuju Pangkalpinang, bertepatan dengan Tanggal 12 Rabiulawal penanggalan tahun hijriah. Pada tiap Tanggal 12 Rabiulawal, tradisi masyarakat Bangka merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan acara Nganggung ke masjid, langgar dan surau, serta melaksanakan hari raya di masing-masing rumah, sama seperti halnya dengan perayaan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Kegiatan Nganggung menjadi tidak semarak di kampung-kampung di sekitar wilayah pertempuran, dan karena suasana yang mencekam akibat terjadinya pertempuran dan kedatangan tentara sekutu dan NICA Belanda, pelaksanaan kegiatan Nganggung dalam rangka Maulid Nabi pun dipercepat pelaksanaannya oleh masyarakat.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: