PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Tiga)

PAHLAWAN DUABELAS  (Bagian Tiga)

Akhmad Elvian--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP

Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung

Penerima Anugerah Kebudayaan

 

PASUKAN TRI dari Pangkalpinang kemudian menyingkir ke wilayah Koba dan Tanjung Berikat untuk menyusun kekuatan serta melanjutkan perlawanan, sementara tentara sekutu kemudian berhasil menduduki Kota Sungailiat.

---------------

PADA Tanggal 15 Februari 1946 pasukan sekutu dan NICA Belanda berhasil menguasai Kota Belinyu dari pasukan TRI. Kota Belinyu sempat akan dibumi hanguskan oleh pasukan TRI Belinyu, akan tetapi mengingat kepentingan masyarakat Belinyu dan kepentingan masyarakat Bangka yang lebih besar, hal tersebut tidak dilakukan. Kedatangan pasukan sekutu dan NICA Belanda di Belinyu juga disambut dengan meriah dengan musik Tanjidor (musik blaas) dan atraksi tari-tarian oleh anggota TKT atau Po On To.

BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Satu)

Aksi pembersihan terus dilakukan oleh tentara sekutu dan NICA Belanda, terhadap TRI di seluruh wilayah pulau Bangka. Sisa-sisa pasukan TRI, yang membangun markas di Gunung Maras juga tidak luput dari penyerbuan oleh pasukan sekutu dan NICA Belanda. Terakhir pasukan sekutu dan NICA Belanda, pada Tanggal 12 April 1946 berhasil menangkap dan membawa Lima orang pemimpin TRI Bangka ke markas militernya di kampung Nibung (wilayah Kabupaten Bangka). Pada Tanggal 15 April 1946, Empat dari Lima pasukan TRI yang ditawan tersebut dihukum mati yaitu: Mayor Muhidin, Kapten H. Safiie, Kapten Yusuf Toyib, dan Kapten Suraiman Arif. Empat orang pasukan TRI yang dihukum mati pasukan NICA Belanda di kampung Nibung kemudian dikenal masyarakat Bangka dengan sebutan Pahlawan Empat. Sementara itu seorang lagi dari anggota TRI yang ditangkap yaitu Letnan Admi Husin, dibawa pasukan NICA Belanda untuk menunjukkan lokasi persembunyian sisa-sisa pasukan TRI, akan tetapi kemudian Letnan Admi Husin bersama sisa pasukan TRI berhasil menyelamatkan diri.

BACA JUGA:PAHLAWAN DUABELAS (Bagian Dua)

Perlawanan TRI Resimen Bangka Belitung terus dilanjutkan dengan pertempuran melawan pasukan sekutu dan NICA Belanda di wilayah Tanjung Berikat (Bangka Tengah), di antara Resimen TRI Bangka Belitung kemudian ada yang menyeberang ke wilayah Sumatera Selatan. Pasukan TRI dari pulau Bangka yang terus berjuang di Palembang Sumatera Selatan ditetapkan dan ditempatkan dalam Kompi khusus yaitu Kompi Bangka Istimewa. Kompi Bangka Istimewa kemudian ikut terlibat dalam pertempuran Lima hari Lima malam di Palembang pada Tanggal 1 Januari 1947.

BACA JUGA:Demang di Pulau Bangka (Bagian Satu)

Aktifitas perlawanan TRI di pulau Bangka berhenti sekitar bulan Mei Tahun 1946, ketika Empatpuluh prajurit TRI menyerah dan Duapuluh Dua lainnya ditangkap. Pada pertengahan bulan Juni 1946 pasukan penggempur Belanda meninggalkan Bangka dan hanya polisi dan Dua detasemen KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda) yang tetap di sana (Heidhues, 2008:190).

BACA JUGA:Demang di Pulau Bangka (Bagian Dua)

Pertempuran antara pasukan TRI dan pasukan sekutu dan NICA Belanda, menyebabkan jatuhnya korban di Dua pihak. Jumlah korban di pihak tentara sekutu dan NICA akibat perlawanan TRI di km 12 (dalam versi Belanda disebut km 11) dapat diketahui berdasarkan catatan Vol. K. van Emmerik, Private first class 5th company III (7) Battalion Regiment Stoottroepen, judul catatan “Landing on Banka, From Muntok to Pangkalpinang, sebagaimana dikutip Sujitno (1996:167-168): ...dengan kelelahan yang amat sangat kami tergeletak dipinggir jalan berlindung dibalik truk-truk pasukan. Keadaan yang semakin menghimpit adalah rumor yang beredar tentang jatuhnya korban di pasukan kami. Dan ternyata bukan rumor kosong. Melintas di depan kami pembawa tandu mengangkat seorang sahabat kami, Limburgers, tewas dengan luka yang mengerikan. Dan di seberang sana, di balik truk tampak korban lain tergeletak. Selanjutnya dinyatakan: ...Kemudian datang waktu yang membangkitkan kesedihan. Acara pemakaman 4 orang kawan kami yang tewas, dikuburkan di luar kota dengan pengawalan ketat oleh pasukan bersenjata lengkap. Pemakaman dipimpin oleh seorang pendeta Tionghoa dari kota ini. Karena pendeta militer kami ikut tewas dalam pertempuran di km-11.

BACA JUGA:Demang di Pulau Bangka (Bagian Tiga)

Berdasarkan kondisi beberapa makam prajurit TRI yang terletak di pemakaman umum atau kuburan Kampung Keramat yang terletak di sisi Utara Jalan Depati Amir Pangkalpinang (dahulu jalan Mentok), tampaknya ada bekas kegiatan penghormatan yang dilakukan masyarakat dengan memperbaiki makam dan menghiasnya dengan menancapkan sebentuk Bambu Runcing dan Bendera Merah Putih di atas masing-masing makam. Pada lokasi perkuburan terdapat Delapan makam yang dihiasi dengan Bambu runcing dan Bendera Merah Putih. Kegiatan penghormatan dan penghiasan makam diperkirakan bersamaan dengan peringatan hari Pahlawan di bulan November.

BACA JUGA:Demang di Pulau Bangka (Bagian Empat)

Selanjutnya untuk menghargai perlawanan rakyat Bangka dalam membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dalam pertempuran Tanggal 14 Februari 1946, atau bertepatan dengan Tanggal 12 Rabiulawal 1365 Hijriah, di Kampung Puding besar dan kampung Petaling serta di km 12, maka pada Tanggal 8 November 1973, makam para pejuang dan anggota TRI yang gugur sebagai kusuma Bangsa, yaitu makam H.M. Noor yang dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum kampung Petaling dan makam Pahlawan 12 yang dimakamkan dalam satu lubang di kaki bukit Ma Andil kilometer 12 kampung Petaling, digali dan pada Tanggal 9 November 1973 kerangka jenazahnya dibawa ke Kota Sungailiat, yang baru menjadi ibukota Kabupaten Bangka, untuk dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Padma Satria Sungailiat. Pada Tanggal 10 November 1973, bertepatan dengan peringatan ke-28, Hari Pahlawan di Kabupaten Bangka pada Tanggal 10 November 1973 dilakukan upacara kenegaraan penghormatan terhadap para pahlawan kusuma bangsa.

BACA JUGA:Demang di Pulau Bangka (Bagian Lima)

Organisasi Tentara Keamanan Rakyat, kemudian pada Tanggal 25 Januari 1946 diubah namanya menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Organisasi ketentaraan di pulau Bangka tergolong muda didirikan. Awal pembentukannya dimulai sebagai kelanjutan pembentukan BKR di Jakarta, Badan Keamanan Rakyat juga dibentuk di pulau Bangka, pada awal bulan September 1945 oleh bekas heiho (tentara pembantu) dan giyugun (tentara sukarela) pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Mereka (bekas heiho dan giyugun) dikumpulkan di rumah sekolah yang terletak di Jalan Jagal Pangkalpinang (Wiwik dan Arif, 2008:63). Para pemuda di pulau Bangka, kemudian membentuk organisasi API (Angkatan Pemuda Indonesia), kemudian para tokoh masyarakat membentuk barisan Gerakan Rakyat Indonesia (GRI). Pembentukan API (Angkatan Pemuda Indonesia) dilaksanakan di gedung yang sekarang menjadi Griya Timah Pangkalpinang, milik PT. Timah, TBK, sedangkan BKR atau Badan Keamanan Rakyat dibentuk di lokasi bekas kompleks Giyugun Pangkalpinang yaitu di lokasi sekolah Budi Mulia Laurdes Pangkalpinang (sekolah telah berdiri sejak bulan April 1934 oleh pastor Pater Bakker.ss.cc dan pengelolaannya diserahkan kepada bruder-bruder Budi Mulia) (Elvian, 2009:32).

BACA JUGA:Protes Raffles

Badan Keamanan Rakyat (BKR) didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia untuk memelihara keselamatan masyarakat, atau merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang, dan bukan merupakan organisasi tentara, karena BKR dibentuk untuk melindungi keselamatan rakyat dan menghindari konflik bersenjata dengan kekuatan-kekuatan  asing yang pada waktu itu masih berada di Indonesia, bahwa di pulau Bangka sampai dengan pertengahan bulan Januari 1946, balatentara Jepang dari berbagai daerah di Bangka dan Belitung masih berkumpul di Kota Mentok untuk menyerah kepada pasukan sekutu dan para interniran Belanda juga masih berada di pulau Bangka. Pemerintah Republik Indonesia sejak merdeka belum memiliki organisasi ketentaraan, kemudian secara resmi Pemerintah Republik Indonesia baru memiliki organisasi ketentaraan sejak keluarnya Maklumat Pemerintah Republik Indonesia Tanggal 5 Oktober 1945, tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

BACA JUGA:Penangkapan Depati Amir

Setelah beberapa bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, keadaan negara yang baru diproklamirkan dalam keadaan genting dan berbahaya, karena Pemerintah Belanda tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia. Keadaan genting negara kemudian terjadi karena pendaratan tentara sekutu (Allied Forces Netherlands East Indies) atau AFNEI yang di dalamnya membonceng tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration), selanjutnya karena masalah perlucutan senjata tentara Jepang, pembebasan tawanan perang atau interniran sekutu dan terjadinya kontak-kontak senjata antara pihak republik dan sekutu di berbagai daerah. Mengingat negara dalam keadaan genting tersebut kemudian dibentuklah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan Maklumat Pemerintah Tanggal 5 Oktober 1945. Di seluruh wilayah Republik Indonesia dibentuklah TKR. Di Kota Pangkalpinang, pulau Bangka, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk pada Tanggal 20 Oktober 1945 oleh bekas anggota giyugun dan heiho, dengan Komandan TKR Bangka, Kolonel F. Manusama (Elvian, 2005:72) (Bersambung/***)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: