Pejuang-Pejuang Tionghoa yang Terbuang Bersama Depati Amir

--
BABELPOS.ID.- Sejarahwan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Akmad Elvian menyatakan, mereka yang tergabung dalam pasukan Depati Amir --Pahlawan Nasional asal Babel-- tak hanya dari kalangan Melayu Bangka atau Belitong saja, tapi juga teryata banyak juga pasukannya itu dari kalangan Tionghoa.
Ketika Depati Amir ditangkap dan dibuang ke Kupang, segenap pasukannya juga mengalami derita yang sama.
''Catatan sejarah dan kisah perjuangan mereka yang dihukum dengan pembuangan di berbagai wilayah Hindia Belanda hampir tidak terekspose dalam catatan sejarah lokal maupun sejarah nasional dan bagaimana kelanjutan kisah dan kiprah sejarahnya di tempat pembuangan perlu dilakukan kajian lebih intens lagi,'' tulis Akhmad Elvian melalui Rubrik Histori di Harian Babel Pos.
BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Satu)
Dikatakan oleh Akhmad Elvian, orang-orang Tionghoa yang berjuang dan ambil bagian membantu Depati Amir dalam pemberontakan itu juga ditetapkan bersalah dihukum dengan dibuang. Ada yang ke Ambon, Banda, Banyuwangi, Kupang hingga Ternate.
''Mereka diperlakukan sebagai orang hukuman sebagai buruh paksa. Dihukum selama Lima tahun. Orang-orang Cina itu diantaranya, Mim Po, Mintjoe, Tian Djien, Ngoei Koe Tjing, Ngoei Kie Djan dan Ho Akie. Selanjutnya yang dihukum seumur hidup adalah, Ko So Soei, Hong Alok, Lie Ngie, Lanang Amo, Kie Tjan atau Kie Tjoan,'' tulis Akmad Elvian lagi.
Senasib Sepenanggungan
Adalah perasaan senasib sepenanggungan dalam perjuangan dan penderitaan sebagai orang terjajah adalah satu faktor penting yang memperkuat hubungan antar etnik di Pulau Bangka yang kemudian membentuk semangat persatuan.
BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Dua)
Sejarah panjang proses asimilasi dan akulturasi budaya pada masyarakat Bangka dan faktor perkawinan campuran antar etnik di Pulau Bangka semakin menguat dan mengkristal membentuk Masyarakat Bangka.
Perkawinan antara orang Tionghoa dengan orang pribumi di Bangka merupakan hal yang biasa, malah ada anggapan, bahwa orang Cina Bangka sekarang adalah keturunan perempuan pribumi Bangka karena pada waktu orang-orang Cina datang ke Pulau Bangka sebagai pekerja di tambang-tambang Timah (parit), mereka tidak membawa anak dan istri.
Dalam catatan Akhmad Elvian dijelaskan bahwa, jumlah orang-orang Cina pekerja tambang di pulau Bangka dapat dipelajari dari data penduduk yang disampaikan residen Inggris di Bangka M.H. Court, diakhir masa kekuasaan Inggris atau pada tahun awal masa kekuasaan Hindia Belanda di pulau Bangka Tahun 1817 Masehi.
BACA JUGA:Sejarah Hubungan Antar Etnik di Bangka (Bagian Tiga)
Dijelaskan jumlah penduduk pulau Bangka sebesar 13.413 jiwa, terdiri dari Bankanesen (pribumi Bangka) sebesar 5.751 jiwa, Malajen (Melayu) sebesar 3.011 jiwa dan Chinesen (China) sebesar 4.651 jiwa. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan, bahwa penduduk pulau Bangka orang Cina menempati urutan kedua terbesar di pulau Bangka yaitu sebesar 34,68 persen dari keseluruhan penduduk Pulau Bangka masa itu.(red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: