BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Sembilan)

BENTENG PENUTUK   DI PULAU LEPAR  (Bagian Sembilan)

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Empat)

Berdasarkan “Onlusten op Banka” dalam De locomotief,  1 April 1889, lembar ke-2, bahwa Pada bulan Maret 1889, terjadi kerusuhan di Bangka, dari Batalyon X  dikerahkan sebanyak 75 tentara ditambah dengan 50 orang yang dipersenjatai berangkat ke Toboali, guna memperkuat Garnisun di sana.  Pasukan ini berada di bawah komando Letnan Satu  Infanteri JP. Donk, sementara Letnan  Dua, M. Kole ikut membantu di Toboali.  Dengan demikian, diharapkan jumlah pasukan di Toboali telah cukup untuk bertahan, khususnya bila terjadi serangan dari kaum perusuh. Setelah kerusuhan di Toboali dapat dipadamkan, pemerintah kolonial Belanda berniat untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap penduduk Bangka. Dalam laporan J.D. Kobus, 1890: 

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Tiga)

“Resume van het rapport over een bezoek aan de eilanden Banka, Lepar en Liat, dalam De Locomotief,  17 Oktober 1890, lembar ke-2, telah dikirimkan tim dari Keresidenan Bangka untuk melakukan penelitian di sekitar Toboali. Residen Bangka menunjuk JD. Kobus untuk melakukan penelitian di pulau Lepar dan Pulau Liat. Hasil penelitiannya dilaporkan ke Batavia dan ke Residen Bangka. Ringkasannya adalah sebagai berikut; 

BACA JUGA: BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Dua)

(a). Tanah Bangka cocok untuk tanaman padi. Untuk membuka percobaan tanaman seperti yang dimaksudkan oleh pemerintah, hanya persoalan tanah saja yang ada. Dari kondisi tanah di Toboali dan di pulau Lepar, kondisi di Toboali lebih menguntungkan untuk ditanami padi; 

BACA JUGA:BENTENG PENUTUK DI PULAU LEPAR (Bagian Satu)

(b). Seperti di tempat lain di Bangka, penyakit sereh secara sporadis ditemukan pada tanaman tebu. Untuk mengolah tanah, diperlukan tenaga kerja asing. Bangka harus menyediakan kapal untuk mengangkut tebu dari Jawa. Karena tujuan utama pemerintah dalam menyediakan tanah untuk tebu di luar Jawa selain tindakan karantina bagi penyakit tanaman luar, juga harus digunakan jenis tebu yang kebanyakan terbukti bertahan terhadap penyakit sereh; 

(c). Jika pemerintah memutuskan untuk memilih pulau Bangka untuk dibuat perkebunan tebu, tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memulai dengan pembebasan lahan dengan tujuan siap untuk digarap menjelang Desember 1889; 

(d). Mengingat kondisi di Bangka, bagi orang swasta hampir tidak mungkin sama sekali untuk pindah dari sektor pertambangan, pemerintah daerah  harus mengeluarkan peraturan khusus tentang hal ini. Masalahnya adalah Bangka masih memerlukan tenaga asing yang dianggap mendesak untuk melakukan peningkatan produksi tambang dan membuka tambang timah yang baru. Oleh karena itu, pemerintah daerah mengatur tentang tenaga yang akan dikirimkan ke perkebunan tebu yang segera akan dibuka.

Kondisi sosial budaya berikutnya tentang Pulau Lepar dapat diketahui dalam Schets Taalkaart van de Residentie Bangka Samengesteld door K.F. Holle Tahun 1889 atau pada Peta Bahasa dari Residen Bangka terbitan Tahun 1889 Masehi yang disusun oleh K.F. Holle, seorang penasehat kehormatan penduduk pribumi, melalui data yang diberikan oleh pejabat Administrasi Pemerintahan Dalam Negeri, bekerjasama dengan Biro Topografi di Batavia (Biro didirikan Tanggal 25 Februari 1864), diketahui bahwa Keresidenan Bangka pada masa ini (Tahun 1889) terdiri atas Sepuluh districten dan Tigapuluh satu onderdistricten dan distrik Toboali wilayahnya telah dipisahkan dengan wilayah distrik Kepulauan Lepar (Lepar Eilanden).(***/Bersambung)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: