JPU Hadirkan Saksi Ahli di Sidang Tipikor BPRS Toboali, Komite Harus Terseret
--
TIM JPU menghadirkan Siswo Sujanto selaku ahli keuangan negara dalam persidangan di PN Tipikor Kota Pangkalpinang dalam pembiayaan Al-Murabahah 2015 pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Cabang Toboali, Bangka Selatan (Basel).
Dalam kesaksiannya di muka sidang yang diketuai Mulyadi beranggota Hakim Dewi dan Warsono itu, berintikan kalau kasus yang BPRS adalah lembaga yang berorientasi profit dengan adanya penyertaan modal daerah.
Terkait dengan adanya dugaan kerugian negara –seperti yang didakwakan JPU- senilai Rp 530.000.000, maka menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan dan pelaksana. Dalam kelembagaan BPRS sendiri terdapat komite pembiayaan sekaligus yang menjadi pintu masuk ditolak atau diterimanya permohonan kredit itu.
“Apabila terjadinya fraud atau kecurangan menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan. Seperti komite pembiayaan yang dituntut akuntabilitasnya,” katanya.
Menyinggung soal jaminan menurutnya merupakan prestasi bank. Ini guna mengamankan uang yang telah keluar dalam suatu perusahaan.
“Namun dalam kasus BPRS ini aturan tidak dilaksanakan dengan akuntabel. Karena tidak melaksanakan kewenangan dengan baik. Dari awal jaminan seperti sertifikat tidak clean and clear,”sebutnya.
PH Sependapat dengan Ahli
Sementara itu, Bahtiar yang akrab disaba Be selaku penasehat hukum terdakwa Andi Padri als Paten, mengatakan sangat sependapat dengan pihak saksi ahli yang menyatakan kalau pihak komite -yang didalamnya ada Pinca Untung Lesmana- turut bertanggung jawab.
”Sebagai pinca dia tidak melaksanakan kewenangan dengan baik dan akuntabel. Semestinya kewenangan itu dilaksanakan dengan baik sehingga tidak terjadinya kasus yang seperti didakwakan itu,” sebutnya yang turut didampingi rekan Hendra Irawan dan Mardi Gunawan.
Pernyataan ahli itu menurut Be sedikit banyak telah menguntung pihak klienya. Dimana ahli menilai ada pemisahan dalam pengelolaan kekayaan negara. Seperti pada BPRS Cabang Toboali itu. Maka dari itu –kemudian- terhadap kerugian yang timbul merupakan resiko bisnis.
“Terhadap timbulnya kerugian negara bukan kerugian negara, melainkan resiko bisnis. Bagi kami satu pemikiran yang tepat,” sebutnya.
Terkait jaminan merupakan prestasi nasabah ke pemberi pinjaman. Terkait plapon pinjaman s/d 25 juta yang dicairkan tanpa plapon artinya pihak pemberi kredit sudah yakin dengan pinjaman yang diberikan akan dibayar oleh nasabah ”Namun apabila terjadi kredit macet yang dari awal sudah dicairkan misalnya tadi -tanpa jaminan- merupakan resiko bisnis,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: