Jalan Trem, Trem Seberang dan Kampung Puput

Jalan Trem, Trem Seberang dan Kampung Puput

Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan

PADA masa pemerintahan Residen Bangka, Doornik W (memerintah Tahun 1918-1923 Masehi), di Pangkalpinang, ibukota keresidenan Bangka, Pemerintah Hindia Belanda pada Tahun 1923 Masehi mulai membangun pusat peleburan biji Timah dengan menggunakan oven pendingin air (oven vlaanderen) yang terletak di kawasan Puput Pangkalbalam. 

Pada era ini Pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan mekanisasi dalam pengelolaan pertambangan Timah di pulau Bangka. Mekanisasi juga dilakukan pada sistem pengangkutan atau transportasi di bidang pertambangan dengan menggunakan Trem atau Kereta Api.

Dalam peta Resident Bangka en Onderh. Opgenomen door den Topografischen dienst in 1928-1929 Blad 34/XXV d. Reproductiebedrijf Topografische dienst, Batavia 1931 Auteursrecht Voorbehouden (Stbl 1912 No.600) digambarkan dengan jelas jalur atau jalan Trem yang menghubungkan Kantoor v/d Tinwinning ke kampung Ampoei, terus menuju ke Pangkalbalam sampai ke Goedang v/d K.P.M (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) dan Smeltcentraat (Peleburan Timah). 

Jalur tersebut tentu saja difungsikan untuk pengangkutan biji Timah dan karyawan atau pekerja tambang dari kantor perusahan Timah Belanda menuju pusat peleburan Timah (Smeltcentraat). Setelah biji Timah dilebur dengan oven berpendingin air dan dicetak menjadi balok-balok Timah, kemudian dikirim ke Singapura untuk dipasarkan ke seluruh penjuru dunia. 

Untuk mengangkut biji-biji timah hasil eksplorasi dari pusat-pusat penambangan atau parit timah di wilayah tambang darat, dibangunlah rel Kereta Api untuk lintasan Trem atau Kereta Api Mini yang ditarik oleh Loko bertenaga uap yang akan menarik rangkaian gerbong berisi biji Timah atau para pekerja tambang. Salah satu jalur atau jalan Trem di samping jalur Trem di atas adalah jalan atau jalur Trem yang menghubungkan tambang darat di kampung Terak (Trak) menuju ke Kantoor v/d Tinwinning, kemudian jalur Trem atau jalan Trem tersambung menuju pusat peleburan Timah (Smeltcentraat) di kawasan Pangkalbalam.

Bukti arkeologis aktivitas Trem dan lintasannya adalah dengan ditemukan sisa lintasan rel Trem di Kota Pangkalpinang yang kemudian disebut masyarakat dengan kawasan jalan Trem dan daerah di sisi sebelah lintasan Trem sebelah Timur disebut masyarakat dengan kawasan atau daerah Trem Seberang yang kemudian berkembang menjadi Kampung Trem Seberang.

Lintasan rel Kereta Api di Jalan Trem Pangkalpinang pada akhir Tahun 1984 sisa-sisanya masih dapat kita jumpai akan tetapi pada saat ini semuanya telah raib tanpa bekas dan jalan Trem sekarang sudah dialihfungsikan menjadi jalan raya. Jalan Trem yang diubah fungsinya menjadi jalan raya di Kota Pangkalpinang sekarang pada titik titik tertentu berkembang menjadi pasar dan irisan antara jalan Trem dengan jalan Raya Pangkalpinang (jalan Jenderal Sudirman) menyempit pada perbatasan antara kampung Katak, kampung Opas dan kampung Jawa, bahkan dua jalan tersebut ada yang berhimpitan sehingga menimbulkan kemacetan karena jalan Trem dirancang untuk rel Kereta Api, bukan untuk jalan raya.     

Beberapa Loko yang berfungsi untuk menarik Trem dan pembangkit listrik untuk mekanisasi di bidang pertambangan Timah, masih tampak tersisa di pulau Bangka dalam kondisi cukup baik dan utuh dapat dilihat di taman Kota Mentok dan di halaman muka Museum Timah Indonesia (dulu house hill) di Kota Pangkalpinang.

Loko di halaman muka Museum Timah Indonesia di Pangkalpinang diproduksi oleh Marshall Sons & Co Limited Engineers Gainsborough England, berangka tahun 1908 Masehi. Sedangkan Loko dalam jenis yang sama dan dengan bentuk cerobong yang agak tinggi terdapat di taman Kota Mentok.

Sementara itu daerah tempat penambangan timah di darat yang timahnya diangkat dan dilebur di Smeltcentraat Pangkalbalam, Pangkalpinang karena banyak menyisakan sisa-sisa bekas biji timah kemudian disebut masyarakat dengan nama kampung Terak (terak berarti sisa-sisa logam).

Kawasan kampung Terak yang terletak di kaki Gunung Mangkoel merupakan salah satu lokasi parit tambang Timah darat milik Belanda yang produktif pada waktu itu. Kemudian adalagi tambang darat yang terhubung dengan  Smelcentraat di Pangkalbalam Pangkalpinang karena terhubung dengan Kereta api kemudian, wilayah geografis ini diberi nama Kereta atau kampung Kreta (Kretak).

Penggunaan Loko untuk penarik rangkaian Kereta Api Mini dengan gerbong berisi biji Timah dan atau pekerja tambang Timah ternyata sangat efektif dan efisien dalam proses produksi Timah, sebelum penggunaan teknologi mekanisasi, Trem dengan lokonya, pengangkutan biji Timah hanya menggunakan tenaga pikulan manusia atau menggunakan kereta dorong yang oleh orang Bangka dikenal dengan sebutan “Kereta Surong”.

Sebelum Tahun 1870 Masehi, umumnya peleburan biji Timah di pulau Bangka menggunakan teknologi tungku atau “Tanur Cina”. Teknologi tungku atau tanur Cina banyak menggunakan arang dari kayu untuk pembakaran sehingga diperlukan cadangan hutan atau kayu yang relatif besar, sementara itu hutan sebagai tempat produksi kayu juga banyak yang ditebas dan dibakar oleh penduduk pribumi Bangka orang Darat untuk dibuka ladang atau ume.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: