Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang (Bagian Tujuh)

Batin Tikal Pejuang dari Kampung Gudang (Bagian Tujuh)

Akhmad Elvian - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan--

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan , Penerima Anugerah Kebudayaan

BOEDJANG Singkip dan Oemar, bekas panglima perang Depati Amir yang berlindung ke Batin Tikal di Penyampar, tidak tahu persis melarikan diri kemana, kabar selanjutnya dari administratur di Koba, Boedjang Singkip dengan Oemar ada di hutan dekat Rangouw (Rangau). Barisan pasukan militer segera dikirim untuk menemukan mereka. 

Pasukan militer Belanda dari beberapa spionase kemudian menduga, bahwa Dua orang pemberontak terakhir dari Bangka, panglima perang Depati Amir ini melarikan diri ke Riau Lingga. Dalam Besluit 25 Maret 1851, Nomor 13, dinyatakan ... pada huruf d. van 11 Februari 1851 no. 360, naar aanleiding van Riouw by brief van den algemeenen secretaris van 24 Februarij 1951 no. 48 is aangeschreven, dat hy zich gemagtigd behoort te bezchouwen, om mierwy de zuschenkomst van den Sulthan van Linga en den onderkoningvan Riouw onteroepe, tot opvatting van de Bankasche muitelingen door Oemar en Boedjang Singkep, en dien het dezen gelukken mogt naar Lingasch grond gebied te ontslugten. 

Maksudnya: pada …huruf d. Surat tanggal 11 Februari 1851, Nomor 360 disebabkan oleh karena Residen Riau mendapat surat dari sekretaris pemerintah tanggal 24 Februari 1851 Nomor 487, memerintahkan Residen Riau diizinkan menyeru kepada Sultan Lingga dan Raja Riau untuk menangkap pemberontak Oemar dan Boedjang Singkip yang berhasil melarikan diri ke Lingga. 

Orang-orang Lingga memang sejak awal telah membantu Depati Amir dalam peperangan, dengan perahu bercap dari Raja Lingga mereka menyerang wilayah pesisir di Teluk Kelabat, di Teluk Jebus, dan di Pantai Timur laut perairan Sungailiat, Pemerintah Hindia Belanda mengirimkan kapal uap Onrust dan Tjipanas bersama dua perahu bersenjata untuk mengejar orang-orang Lingga tersebut.

Sementara itu di samping menghadapi sisa-sisa pejuang pemberontakan Amir, pasukan militer Belanda juga menghadapi masalah penyakit, dinyatakan dalam laporan Belanda, dalam surat yang dikirimkan oleh komandan tentara ekspedisi militer di Banka (surat ditulis oleh Ajudan Letnan Satu Van Harreveld), kepada Jenderal ekspedisi komandan tentara Hindia Belanda, tertanggal, Sungaiselan 25 Februari 1851, Nomor La. A/35, sebagai laporan mengenai keadaan di Banka, bahwa “kesehatan belum juga membaik, demam masih selalu menyertai. Saya sendiri (komandan tentara ekspedisi militer di Banka) sejak beberapa hari demam dan ditangani oleh petugas kesehatan dari Baturusak (Baturusa) yang didatangkan ke Sungaiselan. Bahkan, Letnan Dua Van der Schrieck, dievakuasi ke Mentok karena demam. Hal inilah yang menyebabkan mengapa Laporan tertanggal 25 Februari 1851 ditulis oleh Ajudan Letnan Satu Van Harreveld, karena Komandan tentara ekspedisi militer di Bangka Mayor D. W. Becking mengalami sakit demam dan kemudian meninggal dunia di distrik Sungaiselan.

Pada jirat makam Mayor D.W. Becking ditulis dengan jelas di atas sekeping batu marmer putih  “Hier rust D.W. Becking, Majoor der Infantrie Militaire Kommandant van Banka, Ridder Der Militaire Willems Orde. geb.: te Woer dt 12 Maart 1803, overl.: te Soengeislan 25 February 1851 (terjemahannya kira-kira “disinilah beristirahat 

D.W. Becking, Major Infantri Komandan Militer Bangka, dianugerahi Bintang Militer Willems Orde (Bintang Tundjung): lahir di Woer, pada tanggal 12 Maret 1803 Masehi, dan meninggal di Sungaiselan pada tanggal 25 Februari 1851 Masehi”). Karena bentuk makam yang unik, masyarakat setempat menyebutnya makam orang Belanda yang mati dan dikubur berdiri. Kondisi makam saat ini sangat memprihatinkan, berada tepat di depan salahsatu pintu muka rumah penduduk di lokasi pemukiman yang cukup padat. Mayor D.W. Becking meninggal dunia di distrik Sungaiselan dengan cara yang kontroversial karena menurut versi sejarah lisan masyarakat (oral history),  Mayor D.W. Becking tewas akibat disambar petir setelah menggunting rambut keramat Batin Tikal. 

Salah satu ancaman terberat pejabat maupun militer Belanda yang bertugas di pulau Bangka, adalah keberadaan penyakit, yang bisa melumpuhkan aktivitas sehari-hari mereka. Dalam suatu korespondensi Residen Bangka kepada Menteri Negara di Batavia, dikeluhkan bahwa kesehatan di Bangka tidak kunjung membaik. Hanya di beberapa tempat, seperti Toboali, yang menjadi pengecualian. Dikatakan di Toboali sebagai pengecualian dari penyakit, mungkin karena di Toboali terdapat Benteng Toboali (Fort Toboaly) yang difungsikan sebagai rumah sakit militer sebagaimana  dinyatakan dalam:  Het eiland Banka en zijne aangelegenheden. ’s-Hertogenbosch: Gebr.Muller, Lange, 1850.  Benteng Toboali menjadi lebih menarik karena fungsinya di samping sebagai pusat pertahanan, kantor administrasi pertambangan (tinminning) dan kantor administrasi pemerintahan (bestuur), juga berfungsi sebagai rumah sakit militer. Menelaah penjelasan H.M. Lange yang menyatakan, bahwa rumah sakit militer di benteng Toboali digunakan juga untuk merawat penduduk dari Koba, menunjukkan, bahwa rumah sakit militer di benteng ini, pasti juga diperuntukkan bagi penduduk Toboali. Dapat disimpulkan, bahwa pada masa pertengahan abad 19 Masehi, peran Kota Toboali sangat besar di pulau Bangka, perannya bahkan sampai melayani kesehatan masyarakat dari distrik Koba di wilayah Bangka Tengah. 

Penyakit yang menjangkiti para pasukan serta pegawai Belanda adalah disentri dan panas (demam) dan wabah ini terdapat di Pangkalpinang, Sungailiat dan Merawang. Di Koba, didapati warga pribumi menerima anjuran untuk mengkonsumsi obat-obatan Eropa. Seorang administratur di Bangka mendesak Opsir Kesehatan untuk mohon dikirim (dari Batavia) obat Sulfas Chini (ANRI; Laporan Kesehatan dari Residen Bangka kepada Manteri Negara di Batavia, tertanggal Muntok, 6 Januari 1850, Nomor 57; Bt. 4 Februari 1851, Nomor 3).

Secara rinci mengenai kejadian-kejadian di pulau Bangka setelah dihukum dibuangnya Depati Amir ke Kupang, dilaporkan oleh Jenderal Infanteri komandan tentara Hindia Belanda kepada Menteri Negara Gubernur Jenderal, Batavia, tanggal 13 Maret 1851 Nomor 2, Salinan surat dari Komandan Militer di Bangka tanggal 25 Februari 1851 Nomor La A/35, kelanjutan dari laporannya, berisi mengenai keadaan di sana: “Militair Departement No: 2 hoofdkwartier Batavia den 13 Maart 1851 Aan Zijne Exellentie Den Minister van Staat, Gouverneur Generaal van Nederlandsh Indie Van den Militairen kommandant van Banka is ontvangen de hierbij kopijelyk aangeboden missive van den 25 Februarij La, A/35, ten vervolge op zyne rapporten bedoeld by myn schryven van den 12e dier maand N: 4, een na der rapport behelzende omtrent den stand van zaken aldaar. In substatie zal Uwe Excellentie daarin vermeld venden: a. Dat op den 6 Februarij een aantal arrestatien hebben plaats gehad, waaronder ook Hadjie Aboe Bakar een der voornamste raddraaijers van de jongste ansluiten; b. Dat zich op den 14e drei maand hebben onderworpen: Awang, Boedjang Singkip, de Batin Tiekal en 8 met geweren en buksen gewapen de volgelingen; c. Dat Boedjang Singkip wenwel op nieuw gevlugt is met een dier volgelingen; en nog niet weder opgespoord in kunnen worden; d. Dat hy het eenigste hoofd is, tot den opstand behoord hebbende,  die nu nog op vrye voeten is; en dat zulks ook nog het geval is met 7a S andere personen, waaronder twee zons van den Batin Tiekal; e. Dan de 4e kompagnie van het 1e bataillon infanterie in het begin van deze maand naar Batavia zoude terugkeeren;en f. – dat de ziekte – toestand der troepen nog niet verbeterde, en koortsen steeds heerschende bleven waaraan ook de Militaire kommandant zelf bij dende was. De Generaal Infanterie, Kommandant van het Indisch Leger. (***/Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: