Oleh: Ujang Supriyanto
Ketua Simpul Babel
Tokoh Muda Presidium Pejuang Pembentukan Provinsi Kep Bangka Belitung
___________________________________________
Hari ini kita dipaksa menelan kenyataan pahit bahwa Arsari Grup. PT Mitra Stania Prima (MSP), perusahaan raksasa tambang yang selama ini mengeruk kekayaan alam Bangka Belitung, justru membangun smelter dan hilirisasi industrinya di Batam. Ini bukan sekadar kebijakan bisnis biasa. Ini adalah bentuk penjajahan ekonomi gaya baru di tanah kami sendiri.
Secara ilmiah, dalam teori Dependency Development yang digagas Andre Gunder Frank, pola ini disebut ekstraksi sumber daya tanpa reinvestasi lokal yang hanya akan melanggengkan ketergantungan struktural daerah kaya sumber daya kepada pusat-pusat modal.
Coba kita lihat fakta lapangan:
1. Kerusakan Lingkungan Yang Parah
PT MSP menambang timah dan mineral lain di Bangka Belitung, meninggalkan ribuan hektare lubang tambang terbuka, tanah rusak, air tanah tercemar logam berat, dan ekosistem pesisir yang terdegradasi oleh sedimentasi tailing. Rakyat Bangka Belitung hanya menjadi saksi:
Sungai-sungai kami menjadi keruh dan dangkal.
Air bersih kami semakin sulit diakses.
Lahan produktif kami berubah menjadi kubangan limbah tambang.
2. Nilai Tambah Lari ke Batam
Padahal, hilirisasi tambang adalah kunci kesejahteraan rakyat lokal. Dengan membangun smelter di Bangka Belitung, lapangan kerja akan tumbuh, ekonomi lokal akan bergerak, dan daya beli rakyat akan meningkat. Namun, MSP memilih Batam sebagai lokasi smelter mereka. Akibatnya:
Batam mendapat pajak daerah, retribusi, dan geliat ekonomi industri.
Bangka Belitung hanya menjadi daerah kuli yang menyerahkan bahan mentah tanpa nilai tambah.
BACA JUGA:Menyelamatkan Muara Jelitik