PROVINSI Kepulauan Bangka Belitung (Babel), kembali kehilangan putra terbaiknya. Tokoh dan Ulama Kharismatik, KH Ahmad Hijazi wafat dalam usia 69 Tahun.
Oleh: AHMADI SOFYAN - Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
KYAI yang memiliki ribuan santri dan puluhan ribu alumni yang beliau didik ini menghembuskan nafas terakhirnya menghadap pada Sang Khalik tanpa ada sakit yang serius. Tidak hanya memimpin Pesantren Al-Islam Kemuja, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini juga dikenal sosok pendakwah hingga ke Desa & Pelosok.
Selesai melaksanakan ibadah sholat Maghrib, saya hendak mengantar anak saya yang nyantri di Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja yang sekaligus almamater saya sendiri, yang salah kakek saya (K.H. Azhari) adalah salah satu pendiri. Kala hendak berangkat dari Pangkalpinang, handphone bordering, ternyata dari sahabat karib yang lama tinggal bersama saya dan kami bersahabat sejak masa balita. “Jok, Bak ko di RSUD Depati Hamzah, tolong ke uros, soal e ko tengah di Bangka Barat ne”. “Lho, saket apa jok? Aoklah, tapi ko nek ke kemuje duluk, soal e nek nganter anak ko, agak malam ko ke rumah saket” begitulah telponan singkat dengan putra pertama K.H. Ahmad Hijazi, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja Bangka.
Selesai mengantar anak, di Kemuja saya masih ngobrol dengan sahabat semasa nyantri di Pesantren Al-Islam, terus agak malam saya balik ke Pangkalpinang. Sesampai di Pangkalpinang sempat urut tangan saya yang cedera, sambil diurut saya telpon Muammar dan ternyata Sang Kiyai baru beberapa menit menghembuskan nafas terakhirnya. Saya pun langsung ke kamar mandi, ambil wudhu’ dan berganti pakaian serta langsung meluncur ke RSUD Depati Hamzah. Sesampai di Rumah Sakit, baru beberapa orang berada di IGD. Saya melihat jenazah almarhum belum ditutupi, nampak kopiah putih sedang dipasang oleh Ustadz Amzahri. Kades Kemuja, M. Istohari juga nampak wira-wiri mengurus segala macam. Ibu Nyai, Hj. Maimunah beserta anak dan menantu berada di samping jenazah yang dicintai banyak umat ini, tak kuasa menahan tangis.
Ulama Kharistmatik kelahiran Muara Dua Ogan Ilir 1 Oktober 1953 ini meninggal dunia dalam keadaan baik. Beliau masih sempat ngobrol dan minta diambilkan tisu kepada Muammar. Karena tidak ada tisu didekat situ, akhirnya Muammar turun ke bawah. Beberapa menit kemudian, Muammar pas datang membawa tisu, ternyata beliau telah tiada. Semua seperti tak percaya, sebab beliau masih ngobrol seperti biasa dan memang agak sesak nafas, itulah penyebab beliau berangkat ke Rumah Sakit dengan didampingi sang isteri tercinta, Hj. Maimunah. Dari pernikahanya dengan Hj. Maimunah, beliau memperoleh 4 orang anak, yaitu: Muammar, Zainul Muttaqien, Indah Fitriani (almarhumah) dan Isti’anah.
Ulama Tegas & Humoris
Senin, 13 Maret 2023, Jam 00.22 WIB, dalam usia 69 Tahun, Kiyai yang memiliki ribuan santri dan puluhan ribu alumni yang beliau didik ini menghembuskan nafas terakhirnya menghadap pada Sang Khalik tanpa ada sakit yang serius. Kepergiannya mengaget banyak orang, bahkan puluhan WA masuk ke HP saya dari berbagai kalangan. Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini memang dikenal sosok pendakwah. Tidak hanya memimpin Pesantren Al-Islam Kemuja, tapi beliau juga berkeliling dakwah diberbagai kampung dan pelosok di Bangka Belitung. Sosoknya dikenal sangat tegas dalam menyampaikan dakwah, namun tak meninggalkan sisi humornya.
K.H. Ahmad Hijazi bin Jemain sejak tahun1982 sudah menetap di Desa Kemuja atas permintaan para alim ulama dan pendiri Pesantren Al-Islam. Kepada Penulis (Ahmadi Sofyan) seringkali beliau ungkapkan: “Saya tidak pernah lupa, suatu hari saya dipanggil para orangtua di Kemuja ini, termasuk Atokmu K.H. Azhari. Pesan mereka kepada saya, jangan tinggalkan Desa Kemuja walau apapun terjadi”. Beliau sering bercerita bahkan curhat kepada Penulis. Kadangkala meneteskan air mata, namun seringkali adalah gaya humor. Banyak kenangan Penulis terhadap sang guru ini. sejak balita, Penulis sudah sering di rumah beliau yang kala itu masih terbuat dari papan. Bahkan Sang Kiyai ini berkebun berdampingan dengan kebun orangtua saya.
Dalam gaya dakwah, K.H. Ahmad Hijazi yang merupakan alumni Pondok Pesantren Nurul Islam Seribandung ini memiliki karakter yang tegas dalam menyampaikan yang haq adalah haq, yang bathil adalah bathil. Berbicara tentang hukum, beliau tidak bisa kompromi. Matanya tajam dan suaranya tegas kalau sudah berbicara tentang hukum agama. Tapi dilain sisi, kalau sudah bertemu orang, beliau yang terbiasa menyapa dan selalu tersenyum dan umbar canda. Siapapun yang pernah mengenal dan bergaul dengan sosok Ulama ini, pasti tak lepas dari senyum sebab beliau sangat senang berhumor ria.
Kiyai Minyak Wangi & Kaligrafi
Ada kebiasaan yang unik dari sosok K.H. Ahmad Hijazi yang telah mengabdikan diri sekitar 42 tahun di Pondok Pesantren Al-Islam Kemuja ini. Anak ke-2 dari 8 bersaudara dari pasangan Jama’in dan Yehana ini kemana-mana membawa beberapa botol kecil minyak wangi. Untuk dijual?? BUKAN! selalu beliau selipkan ditangan orang yang beliau temui. Inilah gaya beliau yang paling banyak diingat oleh orang-orang yang bertemu beliau. Penulis pun sampai detik ini masih menyimpan 3 botol minyak wangi yang beliau berikan. Dipemakaman, Penulis sempat dihampiri oleh banyak orang, termasuk para Polisi yang membawa botol minyak wangi. Rata-rata mereka berkata: “Ini kenangan dari Pak Kiyai” sambil mengeluarkan botol kecil minyak wangi dari saku baju.
Tidak hanya di Bangka Belitung, tapi kemana pun beliau pergi, selalu hal ini dilakukan. Sebab, kiprah dari K.H. Ahmad Hijazi ini tidak hanya di Bangka Belitung, tapi juga Nasional. Beliau kerapkali diundang dalam berbagai kegiatan nasional, sebab beliau adalah Juri MTQ tingkat Nasional. Beliau selalu saja ditunjuk menjadi Dewan Juri, terutama Kaligrafi. Beliau adalah salah satu Guru Kaligrafi penulis sejak masa kecil. Puluhan bahkan mungkin ratusan karya kaligrafi yang telah beliau buat dan banyak tertempel di dinding-dinding rumah masyarakat.
Diantar Bersama Mendung & Gerimis