IMM Babel Kritik Konflik Gubernur Hidayat dan Wagub Hellyana: Miris, Bangka Belitung Sedang Tak BERDAYA

Handika Yuda Saputra --Foto: ist
BABELPOS.ID, PANGKALPINANG - Di tengah harapan rakyat terhadap pembangunan dan perbaikan kualitas hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, konflik internal yang melibatkan Gubernur Hidayat Arsani dan Wakil Gubernur Hellyana justru menyeret pemerintahan provinsi ke dalam jurang kebuntuan politik. Dua figur yang seharusnya menjadi simbol kerja sama dan kekompakan kini justru menciptakan perpecahan tajam yang membuat roda pemerintahan tersendat. Suasana penuh ketidakpastian ini bagi Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Bangka Belitung sangat memprihatinkan. Bahkan bagi IMM apa yang terjadi hari ini adalah bentuk nyata dari krisis kepemimpinan dan kegagalan etika politik.
DPD IMM Babel secara terbuka menyatakan keprihatinan mendalam atas polemik antara Gubernur dan Wakil Gubernur yang semakin melebar ke ranah kebijakan. IMM menilai bahwa konflik tersebut bukan sekadar ketidaksepahaman teknis, tetapi telah merusak kepercayaan publik, melumpuhkan pelayanan masyarakat, serta memperlemah legitimasi pemerintahan daerah. IMM dengan tegas menyebut bahwa rakyat telah menjadi korban dari ego kekuasaan yang dibungkus dengan narasi politik pencitraan.
“Pemimpin yang terjebak dalam konflik, pada akhirnya hanyalah perpanjangan tangan dari kepentingan pribadi dan kelompok, bukan lagi pelayan publik," tegas Handika Yuda Saputra, S.Pd., M.Pd, selaku Sekretaris Umum DPD IMM Bangka Belitung kepada Babel Pos, Senin (14/7).
DPD IMM menilai bahwa konflik ini bukan hanya soal kegagalan komunikasi, tetapi telah merusak sendi etis pemerintahan. Dalam pandangan IMM, seorang pemimpin tidak cukup hanya unggul dalam visi atau narasi kampanye, tetapi harus mampu membangun kerja sama strategis, terutama dengan mitra kepemimpinan di dalam pemerintahannya sendiri. Ketika Gubernur dan Wakil Gubernur saling menjatuhkan, maka semua pihak ikut terseret ke dalam pusaran kekacauan, dari kepala dinas, kepala bidang, hingga perangkat desa yang menunggu arahan teknis.
“Ini bukan sekadar drama politik, tapi keruntuhan prinsip-prinsip dasar tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Handika.
BACA JUGA:Penyebab Mobil Xenia Terbakar di Samping Soll Marina Masih Misterius! Polisi Tunggu Hasil Labfor
BACA JUGA:17 Ventilator Lenyap, 3 Pegawai RSUP Airanyir Ditangkap, Mantan Pejabatnya Ngaku Gak Tahu
Berbagai organisasi masyarakat sipil mulai menyuarakan ketidakpuasan. Namun yang paling menonjol adalah posisi DPD IMM yang menyebut secara gamblang bahwa konflik ini mencerminkan kegagalan moral.
“Rakyat tidak butuh pemimpin yang saling sindir di media. Mereka butuh solusi, kerja nyata, dan keteladanan,” tegas Handika.
Mereka juga meminta agar DPRD Provinsi tidak lagi diam dan mulai memainkan fungsinya sebagai pengawas kinerja eksekutif. Sayangnya lanjut Yuda, hingga saat ini, sebagian besar legislator justru memilih sikap pasif dan bahkan ada yang terkesan mendukung salah satu pihak.
DPD IMM juga menyoroti peran pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri, yang hingga saat ini tidak kunjung mengambil tindakan nyata. Seharusnya, dengan kondisi pemerintahan daerah yang pincang, pusat tidak boleh tinggal diam.
“Mendagri harus turun tangan. Jangan tunggu konflik ini menjalar ke tingkat yang lebih luas dan melahirkan instabilitas sosial,” desak Handika.
Bahkan Yudq menyarankan evaluasi terbuka terhadap kinerja kedua tokoh tersebut. Jika memang tidak bisa lagi bekerja sama, maka salah satu atau bahkan keduanya perlu mundur demi stabilitas daerah.
BACA JUGA:Breaking News! 3 Pekerja TI Tertimbun Hidup-hidup 12 Meter di Tambang Lubuk Besar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: